Waspadai Turbulensi “Tanpa Permisi”

- Editor

Rabu, 11 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Turbulensi udara cerah diyakini terjadi pada penerbangan pesawat Hong Kong Airlines CRX 6704/HX 6704 rute Denpasar-Hongkong di selatan Kalimantan, Sabtu (7/5). Kondisi sama menimpa awak dan penumpang Etihad Airways EY-474 rute Abu Dhabi-Jakarta di sekitar Sumatera bagian selatan, Rabu (4/5).

Turbulensi karena awan mudah dihindari pilot karena awan terdeteksi radar di kokpit pesawat. Namun, turbulensi udara cerah atau clear air turbulence (CAT) sulit dideteksi karena udara bersih dari awan. “Itu membuat pilot tak segera memperingatkan pramugari dan penumpang agar duduk dan mengenakan sabuk pengaman karena tidak melihat gejala turbulensi,” kata Kepala Bidang Meteorologi Penerbangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mustari Heru Jatmika, Sabtu (7/5), di Jakarta.

Pada kondisi CAT, pilot tidak melihat kondisi pemicu turbulensi pada jalur penerbangan. Namun, pesawat tiba-tiba berguncang hebat. Turbulensi udara cerah datang “tanpa permisi”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Turbulensi merupakan guncangan terhadap pesawat karena kondisi atmosfer. CAT fenomena aliran udara bervariasi pada jarak pendek yang mengakibatkan perbedaan/ketidakteraturan suhu dan tekanan. Umumnya, itu terjadi pada lapisan atas atmosfer, 30.000-50.000 kaki (9,1-15,2 km). Fenomena atmosfer itu berskala kecil dengan cakupan puluhan-ratusan meter dan dalam hitungan beberapa detik atau menit saja. Namun, bisa berulang pada lokasi sama atau pada daerah di sekitarnya.

Sejauh ini, CAT sulit dideteksi peralatan pengamatan konvensional, pemodelan cuaca, ataupun satelit. “Belum ada teknologi yang bisa meramal CAT. Jika ada, akurasinya masih diragukan,” kata pengamat penerbangan dan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Chappy Hakim.

Menurut Heru, faktor pemicu CAT pada satu pesawat belum tentu sama dengan CAT pada pesawat lain. Setidaknya ada tiga pemicu CAT, yakni arus udara berkecepatan tinggi, gelombang gunung, dan turbulensi di sekitar sel awan kumulonimbus (di sekitar, bukan di dalam sel awan).

Pemicu berbeda
Pemicu CAT pada Etihad Airways di Sumatera bagian selatan dan Hong Kong Airlines di selatan Kalimantan terdeteksi berbeda. Analisis BMKG, CAT pada Etihad Airways akibat gelombang gunung, sedangkan pada Hong Kong Airlines disebabkan turbulensi di sekitar titik-titik lokasi awan kumulonimbus.

Pesawat Etihad diduga turbulens di area antara Bengkulu dan Tanjung Pinang. Pada ketinggian 37.000 kaki (11,27 km), pesawat mengalami gerak ke atas dan ke bawah sehingga penumpang tanpa sabuk pengaman atau berdiri terlempar. Barang-barang di bagasi kabin berhamburan. Sebanyak 31 penumpang dan awak pesawat terluka.

Itu menunjukkan guncangan turbulensi parah, yang menurut Badan Penerbangan Federal AS (FAA) berarti pesawat mendapatkan perubahan ketinggian dan arah yang besar sehingga tidak bisa dikontrol beberapa saat.

Analisis citra satelit Himawari 8 pukul 13.00-14.00, pesawat Etihad tak memasuki awan kumulonimbus, yang berarti terkonfirmasi mengalami CAT. Heru yakin, itu disebabkan gelombang gunung setelah massa udara mengalir dari barat ke timur melewati Pegunungan Bukit Barisan.

Sementara turbulensi pada Hong Kong Airlines terjadi di lapisan ketinggian 41.000 kaki (12,49 km). Turbulensi diperkirakan juga parah, tetapi karena skala kecil, satelit SigWx WAFC London dan Washington tak mendeteksi.

Sabuk pengaman
Menurut Chappy, pesawat berada pada dimensi ruang ketika terbang, yang bisa bergerak horizontal dan vertikal. “Tidak seperti mobil pada dimensi bidang, hanya maju-mundur dan kiri-kanan,” ujarnya.

Penerbangan selalu menghadapi risiko guncangan karena turbulensi, baik terpelanting ke bawah maupun ke atas. Pilot bisa mencegah sejumlah risiko mengandalkan radar dan satelit guna mendeteksi awan-awan yang kemungkinan mengganggu. Namun, kehadiran CAT menunjukkan, kewaspadaan terhadap turbulensi harus setiap saat.

Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menambahkan, turbulensi parah menghasilkan teknologi sabuk pengaman. Tahun 1980-an, satu turbulensi parah menyebabkan kematian penumpang meski pesawat utuh.

Sejak itu, orang belajar mengatasi turbulensi. Sejauh ini, keberhasilan menghadapi turbulensi masih bergantung pilot. Jadi, menambah pengetahuan dan kelihaian pilot mutlak penting.

Di luar itu, tambahan sabuk pengaman bagi pilot sehingga pilot tetap bisa mengendalikan pesawat saat turbulensi, termasuk menghadapi CAT. (JOG/ARN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Mei 2016, di halaman 1 dengan judul “Waspadai Turbulensi “Tanpa Permisi””.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB