Program Apollo dan Manfaat Eksplorasi Ruang Angkasa

- Editor

Jumat, 26 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“A small step for man, but a giant leap for mankind.” Itulah ucapan astronot Neil Armstrong ketika menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di permukaan Bulan pada 21 Juli (WIB) 1969. Armstrong bersama rekannya, Edwin Aldrin, menjadi manusia pertama yang mengembara ke satelit Bumi yang berjarak 385.000 kilometer ini dengan program Apollo.

Program yang semangatnya dicanangkan Presiden John F Kennedy pada tahun 1961 ini sebenarnya merupakan produk sampingan Perang Dingin Timur-Barat yang marak saat itu, dan salah satu sisinya mewujud dalam “lomba angkasa” (space race).

Mengapa begitu? Ini karena Uni Soviet menjadi negara pertama di dunia yang berhasil meluncurkan satelit (buatan) ke ruang angkasa, yakni Sputnik, tahun 1957. Uni Soviet pula yang menjadi negara pertama di dunia yang berhasil mengorbitkan antariksawan pertama, yakni Yuri Gagarin, pada 1961.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menanggapi kemajuan itu, bangsa Amerika patut merasa cemas. Dengan keberhasilan meluncurkan satelit dan mengorbitkan kosmonot, berarti Uni Soviet telah unggul tidak saja di bidang antariksa, tetapi juga di bidang teknologi peroketan. Padahal, kita tahu, roket adalah teknologi bersifat ganda, bisa untuk keperluan sipil, tetapi juga bisa untuk keperluan militer, yakni untuk meluncurkan peluru kendali (nuklir). Hal ini menyiratkan, Uni Soviet juga memiliki kemampuan peluncuran rudal strategis jarak jauh (antarbenua).

Hal ini direspons Presiden Kennedy yang dalam pidato pelantikannya mencanangkan sebelum dekade 1960-an berakhir, AS harus berhasil mendaratkan antariksawannya di Bulan. Tidak sedikit orang yang saat itu menyangsikan tekad Kennedy (What Everyone Should Know About the 20th Century).

Meski sempat ditandai dengan pukulan berat (setback) berupa kecelakaan di landas luncur yang menewaskan tiga astronotnya tahun 1967, berita utama Kompas (17 Juli 1969) menegaskan, AS telah mendekati kulminasi program ambisius yang dicanangkan Presiden Kennedy. Berita utama Kompas ini mengabarkan saat mendebarkan ketika Apollo 11 diluncurkan pada 16 Juli 1969.

655a3c1becec411581f5be3bdfea630aAP IMAGES/NASA/REX
Edwin “Buzz” Aldrin berdiri di depan bendera Amerika Serikat. Bersama rekannya, Neil Armstrong, dia menjadi manusia pertama yang menjejakkan kaki di permukaan Bulan, 21 Juli 1969.

Antara lain dituturkan betapa roket Saturnus V yang beratnya 3.000 ton dan membawa tiga astronot dinyalakan, pasti dengan suara yang amat gemuruh dan menggelegar, dan berikutnya memacu mereka ke Bulan hingga pendaratan yang bersejarah empat hari kemudian.

Setelah pendaratan Armstrong dan Aldrin, badan ruang angkasa AS, NASA, masih mengirim enam lagi misi ke Bulan, hingga yang terakhir, yakni Apollo 17 pada Desember 1972. Selanjutnya, AS meluncurkan Proyek Skylab pada tahun 1973. Ada juga program Apollo-Soyuz yang melambangkan détente atau peredaan ketegangan Timur-Barat pada tahun 1975, hingga akhirnya AS tercerap dalam program pesawat ulang alik (space shuttle).

Melalui program pesawat ulang alik inilah AS bisa membuktikan keberhasilan teknologi roket yang bisa digunakan lagi (reusable), tidak sebagaimana Saturnus yang hanya bisa sekali pakai (expendable).

925693afaa3c43d09964da46ff1a0e64Setelah delapan hari menyelesaikan misi perjalanan ke Bulan, pesawat induk Apollo 11 mendarat di lautan Pasifik dan para kru menunggu untuk dijemput oleh personel Angkatan Laut AS, 24 Juli 1969. –AP PHOTO

Harus diakui, tekad bangsa Amerika untuk menaklukkan ruang angkasa amat luar biasa. Ini diperlihatkan bahwa meski ada musibah meledaknya pesawat ulang alik Challenger pada 1986, dan juga Columbia pada 2003, AS tak menyerah begitu saja. AS berusaha untuk menemukan kesalahan dan melanjutkan program ulang alik meskipun akhirnya program ini dihentikan juga pada STS-135 tahun 2011.

Kita yakin, tekad AS untuk menguasai teknologi antariksa didasari oleh kepentingan survival, dan juga masa depan. Kita maklum, jika tidak menguasai antariksa, AS sulit mempertahankan status adikuasa karena negara lain yang menguasai teknologi ini, apakah Rusia atau Tiongkok, dengan mudah akan melumpuhkan jaringan komunikasinya dan membuatnya tak berdaya secara militer.

Terkait dengan masa depan, penguasaan teknologi antariksa memberi peluang untuk melakukan koloni angkasa manakala satu saat nanti Bumi sudah tak lagi layak huni. Sebelum itu, ada banyak peluang industri yang bisa didapat dari penguasaan antariksa, yang memberi banyak spinoff.

Tidak kalah penting, melalui teknologi antariksa, yang memungkinkan diluncurkannya teleskop Hubble, pemahaman manusia akan alam semesta pun meningkat. Banyak astronom yang kini bisa mengetahui seluk-beluk tepian alam semesta dari gambar-gambar yang dikirim oleh teleskop Hubble.

Berita utama Kompas, 17 Juli 1969, menguak sedikit kemajuan eksplorasi ruang angkasa dan implikasinya bagi masa depan.–NINOK LEKSONO–
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Juni 2015, di halaman 41 dengan judul “Program Apollo dan Manfaat Eksplorasi Ruang Angkasa”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB