Perlambatan Rotasi Bumi; Satu Detik yang Sangat Berharga

- Editor

Selasa, 30 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Biasanya, waktu dalam satu hari akan diakhiri pukul 23.59.59 dan berlanjut ke pukul 00.00.00 yang menandai hari berikutnya. Namun, Selasa (30/6) malam nanti, hari akan diakhiri pukul 23.59.60. Penambahan satu detik itu adalah detik kabisat yang disisipkan untuk menjaga agar definisi satu hari menurut jam atom tetap sama dengan panjang satu hari yang ditentukan berdasarkan rotasi Bumi.

Definisi lama tentang panjang satu hari adalah waktu yang dibutuhkan Matahari untuk berada pada satu titik yang sama secara berurutan. Panjang rata-rata satu hari berdasarkan gerak Matahari, juga menggambarkan waktu yang dibutuhkan Bumi untuk sekali berotasi adalah 24 jam.

Penggunaan periode rotasi Bumi untuk menentukan panjang satu hari sudah dilakukan bangsa Mesir sejak abad ke-13 Sebelum Masehi (SM). Namun, panjang jam yang tetap baru ditemukan Hipparchus dari Yunani pada abad II SM dengan membagi satu hari, ketika Matahari di ekuinoks atau khatulistiwa, pada 21 Maret atau 23 September, dalam 24 jam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rotasi Bumi terus dijadikan acuan penentuan hari hingga sekarang. Namun, perputaran Bumi pada porosnya itu ternyata tidak stabil sehingga berpotensi mengganggu sistem waktu. Tarikan gaya pasang surut Bulan membuat kecepatan rotasi Bumi melambat sehingga panjang satu hari bertambah panjang.

“Gaya pasang surut Bulan sedikit mengerem rotasi Bumi,” kata dosen sistem kalender pada Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), Moedji Raharto, Senin (29/6).

d3b02523025543bcb34a36bf48e08fc7Pada 620 juta tahun lalu, Bumi hanya butuh 21,9 jam untuk sekali berotasi. Namun, pada masa dinosaurus atau 65 juta tahun lalu, rotasi Bumi hanya butuh 23 jam. Perputaran Bumi pada porosnya tersebut memakan waktu tepat 24 jam atau 86.400 detik pada tahun 1820.

Perlambatan rotasi itu membuat rotasi Bumi tak bisa dijadikan patokan sebagai penentu panjang hari. Akhirnya, pada 1967, jam atom digunakan sebagai standar waktu baru untuk mengukur panjang satu hari.

Satu detik dalam jam atom didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan bagi atom Cesium-133 untuk berosilasi sebanyak 9.192.631.770 kali. Itu membuat dalam satu hari atau 24 jam, atom Cesium berosilasi 794.243.384.928.000 kali.

Akurasi jam atom ini sangat tinggi. Tingkat kesalahannya hanya 1 detik dalam 1,4 juta tahun. Itu membuat sistem jam atom dinilai lebih stabil dan andal sebagai standar waktu untuk jangka panjang.

Dari penggunaan jam atom itu, kecepatan perlambatan rotasi Bumi diketahui. Setiap 100 tahun, rotasi Bumi melambat 1,4 milidetik atau 0,0014 detik. Tingkat perlambatan rotasi Bumi dalam seabad itu lebih cepat 100-200 kali dari kedipan mata. Acuan waktu berdasarkan jam atom disebut Waktu Universal Terkoordinasi atau Coordinated Universal Time (UTC).

Meski demikian, standar waktu berdasarkan rotasi Bumi terhadap Matahari tetap digunakan yang disebut Waktu Universal 1 atau Universal Time 1 (UT1). Namun, secara resmi, penentuan waktu rotasinya tak lagi memakai Matahari sebagai acuan, tetapi quasar atau quasi stellar radio source, yaitu bagian inti galaksi aktif yang sangat terang, berenergi tinggi, dan berada sangat jauh, beberapa miliar tahun cahaya dari Bumi.

Peneliti pada Pusat Penerbangan Antariksa NASA Goddard di Maryland, Amerika Serikat, Daniel MacMillan, menyebutkan, tingkat akurasi rotasi Bumi menggunakan acuan quasar mencapai 5 mikrodetik atau lima per sejuta detik.

Detik kabisat
Ternyata penggunaan standar waktu antara jam atom (UTC) dan rotasi Bumi (UT1) tetap berbeda. Agar jam atom tetap sama dengan waktu rotasi Bumi, para ahli memperkenalkan konsep detik kabisat sejak 1972.

Penambahan detik kabisat itu ditentukan International Earth Rotation and Reference System Service (IERS) di Paris, Perancis. Penambahan detik kabisat akan dilakukan jika perbedaan waktu antara rotasi Bumi dan jam atom mencapai 0,9 detik.

Karena waktu rotasi Bumi sangat bervariasi sepanjang tahun, penambahan detik kabisat juga bervariasi. Akibatnya, detik kabisat bisa ditambahkan satu kali dalam rentang beberapa tahun atau juga bisa ditambahkan dua kali dalam setahun.

Detik kabisat terakhir disisipkan 30 Juni 2012. Hari ini, Selasa (30/6), satu detik kabisat juga akan ditambahkan. Namun, detik kabisat berikutnya belum ditentukan IERS.

Dengan penambahan detik kabisat itu, setelah pukul 23.59.59 Selasa malam, tidak langsung diikuti pukul 00.00.00 yang menandakan dimulainya hari baru, 1 Juli 2015. Setelah 23.59.59 akan diikuti pukul 23.59.60, baru kemudian 00.00.00 seperti biasanya.

Penambahan detik kabisat hari ini merupakan penambahan yang ke-26 sejak konsep detik kabisat diperkenalkan. Sejak 1972 hingga 2015, sudah 26 detik kabisat ditambahkan.

Pro dan kontra
Meski demikian, penambahan detik kabisat itu menimbulkan pro dan kontra di seluruh dunia. Sejumlah ilmuwan dari beberapa negara telah mengusulkan penghapusan detik kabisat karena dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkannya sangat besar.

Sejumlah kerumitan dalam penambahan detik kabisat akan dialami sistem yang berlandaskan ketepatan waktu, seperti sistem komputer, layanan keuangan, hingga pengendali lalu lintas udara berbasis navigasi satelit.

Fisikawan di International Bureau of Weights and Measures di Sèvres, Perancis, Wlodzimierz Lewandowski, seperti dikutip dari theguardian.com mengingatkan penambahan detik kabisat, walau hanya satu detik, bisa memicu kegagalan fungsi sistem waktu di satelit yang bisa memicu kecelakaan transportasi udara.

Selain itu, Markus Kuhn dari Universitas Cambridge, Inggris, seperti dikutip timeanddate.com menyatakan, salah satu penolakan penggunaan detik kabisat dalam waktu astronomi berdasarkan rotasi Bumi (UT1) tak signifikan bagi sebagian besar orang dalam kehidupan sehari-hari.

Meski demikian, dukungan terhadap detik kabisat juga cukup besar. “Bagi para ilmuwan, perbedaan waktu antara jam atom dan rotasi Bumi memang sangat berpengaruh,” kata Kepala Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hasanudin.

Fisikawan di Laboratorium Fisika Nasional di Teddington, London, Inggris, Peter Whibberley, menegaskan, “Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa penambahan detik kabisat akan menimbulkan dampak serius.”

Kepastian penggunaan detik kabisat akan ditentukan dalam sidang Badan Telekomunikasi Internasional (ITU), badan Perserikatan Bangsa-bangsa yang menangani isu-isu dalam teknologi informasi dan telekomunikasi, tahun 2015 ini. Jika sistem waktu berdasarkan jam atom dan rotasi Bumi itu tidak diselaraskan, perbedaan waktu yang terjadi selama 500 tahun adalah 25 menit.–M ZAID WAHYUDI
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “Satu Detik yang Sangat Berharga”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB