Meniti Paradoks Teknologi Informasi

- Editor

Rabu, 12 Januari 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pekan ini, ketika warga Amerika Serikat diharu biru oleh gelandangan bersuara emas, Ted Williams (53), pengguna BlackBerry di Indonesia tengah geram terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan alasan mencegah pornografi, pemerintah hendak menutup fasilitas browsing di peranti telepon pintar itu.

Kisah Ted berawal dari video di situs YouTube yang ditayangkan surat kabar The Columbus Dispatch. Di video itu tampak gelandangan berambut awut-awutan meminta- minta sambil membawa tulisan bahwa dia mantan penyiar radio dan butuh bantuan. Mendengar suara baritonnya yang dalam, orang pun jatuh cinta.

Hanya dalam hitungan hari, video Williams dilihat jutaan kali. Simpati mengalir deras, juga tawaran kerja. Yang terutama baginya tentu saja adalah bertemu lagi dengan ibunya yang berusia 90 tahun setelah 20 tahun terpisah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Indonesia, seperti dikutip kantor berita Antara, Kemkominfo mengancam memblokir akses internet apabila Research in Motion (RIM),

produsen BlackBerry, tidak menutup akses terhadap situs-situs porno. Kemkominfo menegaskan, pihaknya tidak melarang penggunaan BlackBerry dan berkeras tidak ada kepentingan apa pun dalam kebijakan ini.

Mengundang pertanyaan

Walau begitu, tetap saja orang mempertanyakan kebijakan Kemkominfo. Kalau memang tujuannya meniadakan akses ke situs porno, mengapa hanya BlackBerry yang disasar? Bukankah

perangkat elektronik apa pun— komputer, telepon genggam, dan papan elektronik—begitu mudah mengakses internet?

Alasan pornografi terasa mengada-ada karena meski pengguna BlackBerry di Indonesia sudah sekitar 2 juta dan tertinggi di kawasan Asia Pasifik, jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan 40 juta pengguna komputer di Tanah Air yang separuhnya punya koneksi internet. Mengakses lewat komputer sudah pasti lebih cepat, lebih jelas, dan lebih mantap.

Sebenarnya semua keberatan Kemkominfo terhadap RIM sudah mendapat jawaban benderang dalam dialog di jejaring sosial Twitter antara Menkominfo Tifatul Sembiring dan praktisi komunikasi Daniel Tumiwa. Mulai dari anggapan tidak membuka perwakilan, tidak ada layanan perbaikan, sampai tidak melibatkan tenaga kerja Indonesia, yang ternyata sudah ada semua.

Gugatan yang salah sasaran pun ada penjelasannya. Tifatul, yang mengingatkan RIM agar sebanyak mungkin menggunakan konten lokal Indonesia, khususnya peranti lunak, dijawab Daniel, ”RIM bukan pembuat content, tapi handset plus layanan.”

Ihwal permintaan memasang peranti lunak untuk memblokir situs porno, Daniel mengingatkan bahwa pemblokiran situs porno adalah salah satu konfigurasi browser. Karena itu, gugatan seharusnya ke distributor, bukan ke RIM. ”Aplikasi porno dari awal dilarang di Application World,” katanya.

Paradoks teknologi

Internet, yang bercirikan kebebasan sebagai mediumnya, memang membawa konsekuensi tersendiri. Tanpa keluasan dan keluwesan wawasan, semua informasi yang tersedia bisa menjadi momok baru. Maka, teknologi komunikasi pun jadi paradoks.

Dalam Introduction to Essential McLuhan (1995), Eric McLuhan dan Frank Zingrone mengingatkan bagaimana keingintahuan terhadap kejelasan informasi ini tarik-menarik dengan bias empirik sehingga menjadi pemicu keinginan mengontrol internet.

Padahal, internet tidak hanya menawarkan kejelasan informasi. YouTube, yang membantu Ted Williams menemukan kembali ibu dan kesejahteraannya, sudah banyak memunculkan bintang-bintang baru. Sebutlah Justine Bieber, penyanyi remaja asal Kanada, atau Charice, asal Filipina, yang kemudian menyanyikan lagu-lagu David Foster.

Di Indonesia, YouTube telah memopulerkan lagu ”Keong Racun” berikut Sintha dan Jojo yang memeragakannya. Namun, YouTube juga pernah dilarang pada 2008 untuk menutup akses terhadap film Fitna meski kemudian dibuka kembali disertai permintaan maaf pemerintah kepada masyarakat.

Belum lagi berbagai pengetahuan luar biasa yang dalam sekejap bisa ditemukan di internet: buku, hasil penelitian, berita, bahkan resep masakan hingga jejaring sosial.

Tidaklah mengherankan apabila Presiden Amerika Serikat Barack Obama terus berkampanye mendukung kebebasan penggunaan internet.

Bagi Obama, kebebasan mengakses informasi adalah hak universal, bersama dengan kebebasan berekspresi, beragama, dan ambil bagian dalam politik. ”Internet yang bebas adalah sumber kekuatan, bukan kelemahan,” ujarnya.

Kenetralan teknologi

Banyak orang percaya, pada hakikatnya, teknologi adalah netral. Menurut Collin Rule, Direktur Online Dispute Resolution, teknologi menjadi tidak netral karena mengadopsi bias individu yang menggunakannya untuk tujuan akhir tertentu.

Oleh karena itu, negara tidak perlu repot mengontrol teknologi dan informasi sebagai ikutannya. Menurut Dr Haryatmoko dalam bukunya, Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi (2007), perlindungan yang efektif pertama-tama justru bukan pelarangan, melainkan pendampingan anak-anak atau remaja dalam selera budaya mereka. Dengan cara itu, mereka dibantu menjaga energi kreativitas, termasuk kemampuan mengapresiasi, kepekaan seni, serta analisis kritis yang akan melindungi mereka dari gambar atau pesan yang merugikan.

Bagaimanapun apa yang ditawarkan dalam keterbukaan informasi banyak manfaat positifnya. Masyarakat pun sebenarnya cerdas memilah tanpa campur tangan pemerintah. Sudah saatnya Kemkominfo membuat kebijakan yang lebih mengakomodasi berbagai informasi yang bisa mempercepat kesejahteraan bangsa. [AGNES ARISTIARINI]

Sumber: Kompas,Rabu, 12 Januari 2011 | 02:45 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB