Kemampuan menulis dan menyampaikan presentasi penelitian dalam bahasa Inggris merupakan keahlian yang penting untuk dikuasai peneliti dan dosen Indonesia. Namun, jarang ada perguruan tinggi yang menyediakan mata kuliah ataupun kursus untuk program tersebut. Padahal, dosen diharuskan untuk menulis di jurnal ilmiah internasional.
“Mayoritas mahasiswa menguasai bahasa Inggris dalam level percakapan sehari-hari, tetapi tak menguasai kemampuan bertutur secara akademis, baik lisan maupun tulisan,” kata instruktur bahasa Inggris untuk penulisan akademis dari University of Technology Sydney Insearch, Neil England, di sela-sela pemberian kursus di Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (21/1).
England menjelaskan, hal tersebut merupakan permasalahan global, termasuk di negara-negara yang berbahasa nasional bahasa Inggris. Persoalannya, SMA sederajat tidak memberikan pelatihan cara berpikir sistematis dan menuangkannya dalam bentuk tulisan ataupun presentasi lisan. “Mahasiswa semester satu akhirnya harus mengambil kursus cara menulis agar paham membuat kerangka penelitian, mengumpulkan data, memilah dan menganalisis, serta menuangkannya dalam makalah,” ujar England.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sinonim
Salah satu peserta kursus, Yosefina Anggraini, mahasiswa S-3 Antropologi UI, menuturkan, tantangan terbesar dalam mempelajari bahasa Inggris akademis ialah mengenal sinonim kata. Artinya serupa, tetapi penggunaan kata-kata tersebut spesifik dan bergantung pada konteks topik yang hendak diutarakan. Permasalahannya, di dalam penulisan akademis dalam bahasa Indonesia, penggunaan sinonim terhadap istilah tertentu jarang digunakan.
Dila Noviati, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam 45 Bekasi, menjelaskan, dalam perkuliahan, dosen biasanya hanya mentransfer konsep gagasan dan teori. “Akibatnya, mahasiswa pandai menjelaskan ide mereka di dalam obrolan santai, tetapi tidak bisa berkomunikasi melalui tulisan ilmiah,” ujarnya. (DNE)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Januari 2016, di halaman 11 dengan judul “Kemampuan Menulis Akademis Kurang”.
————-
Kemampuan Menulis Penelitian Akademis Masih Rendah
Kemampuan menulis makalah penelitian menggunakan bahasa Inggris belum sepenuhnya diajarkan di perguruan tinggi di Indonesia. Padahal, salah satu kewajiban peneliti dan dosen adalah menerbitkan tulisan akademis di jurnal-jurnal internasional.
“Dalam perkuliahan umumnya dosen hanya mentransfer konsep pengetahuan kepada mahasiswa. Akan tetapi, hal-hal praktis, seperti metode penelitian dan cara menulis makalah akademis, tidak diajarkan sehingga mahasiswa tidak pandai mempresentasikan penelitian mereka meskipun dari segi konsep mereka paham,” kata Dila Noviati, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam 45, Bekasi, yang mengikuti kelas bahasa Inggris untuk penulisan akademis dan penelitian yang diselenggarakan oleh University of Technology Sidney (UTS) Insearch di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (21/1).
Hal tersebut berdampak kepada Dila yang sebagai dosen diwajibkan membuat berbagai penelitian dan memublikasikannya. Penyebabnya, dalam menerbitkan makalah penelitian berbahasa Inggris, terdapat beberapa aspek yang berbeda dari bahasa Indonesia. Misalnya, kosakata bahasa Inggris yang spesifik untuk konteks akademis tertentu dan susunan struktur makalah.
Oleh karena itu, Dila memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Inggris UTS Insearch khusus untuk cara penulisan penelitian akademis. Bersama lima peserta lain yang merupakan peneliti maupun dosen dari UI dan perguruan tinggi lain, mereka belajar langkah-langkah penulisan dari awal.
Kelas tersebut tidak hanya mengajar cara menulis, tetapi juga membuat proposal dan mempresentasikan. Misalnya, tentang membuat presentasi yang singkat, padat, jelas, dan menarik.
Lisan dan tulisan beda
Instruktur kelas tersebut, Neil England, yang juga salah satu penyusun kurikulum program bahasa Inggris akademis untuk UTS Insearch menjelaskan bahwa mayoritas mahasiswa asing belum memahami perbedaan antara bahasa lisan dan tulisan. “Dalam tulisan, kalimat panjang karena harus bisa menjabarkan ide dan memberi contoh. Sebaliknya, bahasa lisan biasanya singkat dan padat untuk menjaga agar perhatian penonton tetap tertuju pada kita,” katanya ketika mencontohkan cara presentasi yang benar.
England menjelaskan, penulisan akademis dengan menggunakan bahasa Inggris memang rumit, termasuk bagi orang-orang yang dibesarkan di negara ataupun lingkungan berbahasa Inggris. Hal ini karena sekolah tidak pernah mengajar tata cara penulisan akademis sehingga ketika siswa masuk ke perguruan tinggi mereka memiliki kesulitan dalam membangun argumen dan menuliskan.
Oleh karena itu, pengajaran cara penulisan ilmiah hendaknya dilakukan semenjak mahasiswa di tingkat pertama agar mereka terbiasa dan bisa menulis makalah untuk konsumsi yang lebih luas daripada lingkungan kampus.
LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas Siang | 21 Januari 2016