Baca, Tulis, dan Hitung Masalah Papua

- Editor

Selasa, 13 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dibutuhkan Guru Permanen
Kemampuan dasar, seperti membaca, menulis, dan menghitung, para murid di Papua dan Papua Barat masih rendah. Itu menjadi tantangan terberat dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak guru yang berkompetensi di bidang bahasa, terutama bahasa Indonesia dan sains dasar.

”Kendala siswa di Papua ialah pemahaman bahasa. Padahal, untuk memahami ilmu pengetahuan harus bisa membaca dan menyimak dengan baik. Sains dasar, seperti Matematika, juga amat kurang,” kata Suriel Mofu, Rektor Universitas Negeri Papua (Unipa), Minggu (11/5).

Hal itu diungkapkan Suriel saat mendampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, yang berkunjung ke Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Persoalan mendasar itu tidak kunjung selesai karena minimnya jumlah guru di Papua dan Papua Barat.

Untuk memenuhi kebutuhan guru, khususnya di daerah-daerah terpencil, Unipa membuka Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Untuk sementara, kebutuhan guru akan dipenuhi dari lulusan jurusan pendidikan di Unipa mulai tahun depan. Para lulusan akan dikirim ke sejumlah daerah pedalaman yang terpencil.

”Mereka sekarang sedang praktik di lapangan, mengajar di sekolah-sekolah di Manokwari,” kata Suriel.

Guru tetap
Sebenarnya kebutuhan guru di Papua dan Papua Barat bisa dipenuhi oleh tiga perguruan tinggi negeri yang ada di Papua dan Papua Barat, yakni Universitas Cendrawasih, Jayapura; Universitas Musamus, Merauke; dan Unipa, Manokwori. Belum lagi sekolah tinggi ilmu pendidikan di beberapa kabupaten.

”Sebetulnya, kita bisa bikin Papua Mengajar, seperti Sarjana Mengajar di Daerah Terpencil. Keuntungannya, mereka sudah paham kondisi dan tradisi di Papua sehingga tidak kaget-kaget seperti guru-guru dari luar Papua,” kata Suriel.

Gubernur Papua Barat Abraham Oktavianus Atururi mengatakan, akses pendidikan yang belum merata menjadi masalah terbesar di Papua Barat. Padahal, pendidikan merupakan satu-satunya cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Papua dan Papua Barat.

”Kami butuh banyak guru di daerah tersulit dan paling dalam. Sebagian sudah dipenuhi dengan Sarjana Mengajar di Daerah Terpencil, Terdepan, dan Terluar (SM3T), tetapi mereka hanya sementara. Kami butuh yang permanen,” kata Abraham.

Kesadaran bersekolah
Mohammad Nuh mengatakan, daerah-daerah khusus, sesulit apa pun, harus tetap mendapat layanan pendidikan dengan pendekatan khusus. Bagi daerah- daerah sulit, yang terpenting ialah munculnya kesadaran bersekolah. ”Yang penting mau sekolah dulu. Kalau sudah sekolah, akan tahu nikmatnya baca, tulis, dan hitung,” ujarnya.

Kini, tantangan terberat dalam peningkatan partisipasi murid di sekolah ialah di daerah-daerah terpencil, terdepan, dan terluar. Meski rata-rata angka partisipasi kasar pendidikan dasar secara nasional mencapai 95 persen, masih banyak anak usia sekolah yang belum bersekolah karena berada di daerah sulit terjangkau.

”Setiap anak berhak mendapat layanan pendidikan tanpa kecuali. Secara ekonomi, sebenarnya rugi karena anak yang dilayani hanya sedikit, sementara tunjangan gurunya harus besar karena di daerah khusus,” kata Nuh. (LUK)

Sumber: Kompas, 13 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB