52 Persen Bencana Terjadi di Jawa

- Editor

Jumat, 24 Juni 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kesalahan kebijakan pembangunan memicu kehancuran daya dukung Pulau Jawa sehingga penduduknya di tingkat risiko bencana tertinggi. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana membuktikan, 52 persen bencana nasional terjadi di Jawa.

Banjir dan longsor baru-baru ini terjadi di Purworejo, Kebumen, dan Banjarnegara, Jawa Tengah, menambah buruk posisi pulau tersebut di peta bencana nasional. Ada 56 orang meninggal, 9 orang hilang, 22 orang terluka, dan 395 orang mengungsi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengemukakan hal itu, Kamis (23/6), di Jakarta. Jawa ialah pulau yang terbanyak dilanda bencana di Indonesia dalam kurun waktu 2002-2016 dengan angka 52 persen, jumlah korban meninggal 12.191 jiwa, dan terluka 203.354 orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Intensitas bencana terbesar kedua terjadi di Sumatera 21 persen, Kalimantan 9 persen, Bali dan Nusa Tenggara 6 persen, serta Maluku dan Papua 2 persen. “Dari jumlah bencana ini, 95 persen merupakan hidrometeorologi, terutama banjir dan longsor,” ujarnya.

Data itu, menurut Sutopo, menunjukkan intensitas bencana di Indonesia berbanding lurus dengan kepadatan penduduk dan tingkat pembangunan suatu wilayah. Artinya, kian banyak intervensi pembangunan dan kepadatan penduduk, intensitas bencananya meningkat. “Jumlah penduduk di Jawa saat ini sekitar 59 persen secara nasional. Sementara PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Jawa terhadap nasional 60,12 persen jika dengan minyak dan gas atau 64,5 persen jika tanpa migas,” ujarnya.

Kebijakan pembangunan
Ahli geologi dan pegiat pengurangan risiko bencana dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, menyatakan, kenaikan risiko bencana di Jawa mengindikasikan kekeliruan pendekatan pembangunan. Terkait banjir dan longsor di sejumlah daerah di Jawa Tengah, itu mencerminkan kegagalan mengelola sumber daya lahan dan alam berbasis daerah aliran sungai (DAS).

“Masalahnya, pembangunan saat ini tak melihat daya dukung. Bahkan, pembangunan selalu melemahkan daya dukung lingkungan. Ini meningkatkan risiko bencana,” ucapnya.

Dengan bertambahnya penduduk di suatu daerah, kata Eko, seharusnya yang dilakukan ialah pemulihan dan peningkatan kapasitas ekologi. “Namun, yang terjadi saat ini, pembangunan di Jawa melemahkan daya dukung lingkungan,” katanya.

“Pemberian izin industri ekstraktif di Jawa, terutama industri pertambangan, menunjukkan paradigma pembangunan masih eksploitatif. Jawa seharusnya moratorium tambang karena daya dukung ekologinya sudah terlampaui,” katanya.

Menurut Eko, intervensi pembangunan saat ini hanya berorientasi mengambil keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan daya dukung lingkungan. Misalnya, dulu hutan di Merapi mencukupi kebutuhan air bagi warga Kota Yogyakarta.

Namun, saat jumlah penduduk di Yogyakarta bertambah dan eksploitasi air tanah dilakukan, hal itu tak diiringi dengan penambahan luas daerah tangkapan air di hulu. Hal yang justru terjadi adalah eksploitasi di kawasan hulu. “Akibatnya, kota-kota seperti Yogyakarta defisit air dan sebaliknya pada musim hujan rentan banjir. Situasi ini juga terjadi di Purworejo dan kota lain di Jawa,” ujarnya. (AIK)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “52 Persen Bencana Terjadi di Jawa”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB