Dalam peringatan 900 tahun usia Universitas Bologna, Italia, salah satu universitas tertua, sebanyak 110 universitas di Eropa berkumpul pada September 1988 dalam usaha menyepakati suatu landasan bersama penyelenggaraan dan pelestarian budaya universitas.
Para pengelola memerlukan pijakan dasar yang sama dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang sebagai akibat perkembangan dalam bidang sosial dan politik ataupun ilmu pengetahuan. Berbagai perkembangan itu dikhawatirkan dapat mengganggu kemampuannya menjalankan berbagai perannya, yang bakal mengubah makna kehadiran dan menurunkan marwahnya antarsesama universitas ataupun di masyarakat.
Pertemuan menghasilkan kesepakatan yang dirumuskan dalam suatu dokumen, dikenal sebagai Magna Charta Universitatum dan diumumkan 18 September 1988 di Bologna. Diterbitkan dalam banyak bahasa dan diedarkan ke semua universitas di dunia, memperoleh kesepakatan dari sedikitnya 750 universitas. Dalam versi bahasa Inggris, peran universitas dinyatakan secara ringkas dalam ungkapan: ”The university is an autonomous institution at the heart of societies organised because of geography and historical heritage; it produces, examines, appraises and hands down culture by research and teaching. To meet the needs of the world around it, its research and teaching must be morally and intellectually independent of all political authority and economic power.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelaksanaan peran universitas mengikuti kesepakatan yang idealis itu dalam perjalanan waktu mengalami berbagai kendala dan tantangan, sebagai akibat terjadinya berbagai perubahan sosial dan politik di masyarakat serta perkembangan teknologi. Sehubungan dengan itu pada 2013, atau 25 tahun setelah peluncurannya, diselenggarakan pertemuan kembali untuk mengkaji relevansi Magna Charta dengan keadaan saat ini, mengingat adanya berbagai perkembangan di masyarakat ataupun pemerintahan yang dapat menyulitkan pelaksanaan beberapa asas dasarnya.
Sebagai contoh, pelaksanaan asas otonomi yang merupakan salah satu pilar dasar, dengan makin besarnya peran sponsor dan dana pemerintah dalam pembiayaan berbagai kegiatan akademik. Keadaan ini sulit dihindari dan menimbulkan kekhawatiran akan pengaruhnya pada kemandirian arah dan kesimpulan kegiatan. Walau demikian, melalui berbagai pertimbangan akhirnya disimpulkan bahwa sebagai asas Magna Charta masih memiliki relevansi, dengan mengadopsinya sebagai rambu-rambu dalam melaksanakan kegiatan agar tidak terlalu menyimpang dari asas dasar.
Institusi budaya otonom
Berpegang pada kesepakatan inilah suatu universitas diharapkan akan dapat mempertahankan eksistensi dan marwahnya terhadap universitas lain ataupun masyarakat. Berdasarkan Magna Charta, secara jelas ditekankan bahwa universitas adalah suatu institusi budaya yang otonom, memiliki kekhasan sesuai lokasi dan falsafah pembentukannya, serta melakukan penelaahan dan pengembangan budaya melalui penelitian dan menyebarluaskannya melalui pengajaran.
Makna budaya di sini adalah dalam arti luas, menyangkut semua kegiatan olah pikir kreatif manusia, meliputi masalah sains, teknologi, sosial, seni, dan humaniora. Peran sebagai penelaah dan pengembang budaya berarti universitas perlu memiliki wawasan yang bukan hanya sesaat atau jangka pendek, tetapi jauh menjangkau ke depan.
Peran ini tak akan dapat dijalankan apabila universitas dipersepsi dan diperlakukan hanya sebagai lembaga pendidikan dengan berbagai pengaturan yang mengikat, padahal peran itu sebenarnya salah satu tujuan dan pendorong utama bagi kehadiran dan pendiriannya oleh negara. Dalam kapasitas peran seperti inilah sebenarnya keberadaan universitas diperlukan dalam membantu negara mengantisipasi berbagai perubahan di masa depan serta menyiapkan diri menghadapi akibat-akibatnya, terutama menyangkut perkembangan yang cepat dalam sains dan teknologi di ranah global.
Peran sebagai pengembang budaya itu dapat terwujud secara efektif jika universitas diperankan sebagai suatu institusi, suatu konsep abstrak yang terbentuk dan tumbuh di suatu lingkungan berwarga untuk mencapai satu atau lebih tujuan tertentu secara bersama dan mandiri. Tujuan beserta tata cara untuk mewujudkannya tumbuh dari bawah, bottom up, yang disepakati dan diikuti bersama sedemikian rupa sehingga menjadi ciri khas keberadaannya serta merupakan manifestasi kemandiriannya.
Usaha berkelanjutan mewujudkan tujuan itu karenanya jadi tradisi yang menjiwai dan menghidupi suatu institusi. Dimilikinya tradisi dalam suatu universitas, yang secara konsisten diikuti dalam menjalankan peran kesehariannya ataupun dalam menyikapi berbagai permasalahan, merupakan salah satu ciri diperankannya sebagai institusi.
Agar peran sebagai institusi dapat berlangsung dengan baik, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Yang utama sesuai Magna Charta adalah bahwa universitas harus memiliki otonomi, bukan hanya dalam masalah ketatalaksanaan dan keuangan, melainkan terutama pada masalah kebijakan akademik.
Universitas perlu mandiri dalam menentukan bidang-bidang ilmu apa yang akan diajarkan dan dikembangkan, serta dengan cara bagaimana mengajarkannya, macam kesarjanaan apa saja yang akan dihasilkan, permasalahan ilmiah apa saja—baik lokal maupun universal—yang akan didalami, dan sebagainya. Secara inilah suatu universitas akan dapat lebih cepat dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan kebutuhan masyarakat serta menentukan perkembangan ilmu apa saja yang akan diikuti, dalam rangka menyiapkan diri menghadapi perkembangan di masa depan.
Untuk itu, para pemangku kepentingan perlu sebanyak mungkin mengurangi pengaturan yang berpotensi menghambat, serta menghindari kebijakan penyeragaman yang berlebihan antaruniversitas. Menyeragamkan dua institusi bermakna meniadakan esensi institusi itu.
Perhatian perlu pula diberikan pada peran yang dijalankan oleh satuan-satuan akademik universitas, seperti fakultas, departemen, laboratorium, dan kelompok-kelompok penelitian, karena keinstitusian universitas adalah manifestasi keinstitusian satuan-satuan tersebut. Masing-masing, khususnya laboratorium dan kelompok penelitian, perlu memiliki warna yang khas dengan menguasai dan mengembangkan suatu bidang ilmu dan aspek budaya tertentu yang menjadi kekhususan.
Kegiatan berkelanjutan dalam mengikuti perkembangan merupakan tradisi dan ciri dari kehadirannya sebagai institusi, sedemikian sehingga kepiawaian yang terbentuk dalam bidang-bidang tersebut menjadikannya sebagai kiblat bagi yang ingin mempelajari. Ketiadaan tradisi dan kekhususan ilmu ini, ataupun ketidakmampuan dalam menumbuhkannya, menjadi salah satu penyebab suatu universitas hanya dipandang dan diperlakukan sebagai lembaga pendidikan saja.
Kuncinya SDM
Di luar faktor-faktor struktural kelembagaan di atas, unsur terpenting dalam universitas adalah SDM-nya, terutama para pengajar dan peneliti. Memperhatikan besar dan kehati-hatian usaha universitas pada umumnya dalam mengangkat dan membina staf akademik berdasarkan potensi dan kinerja keilmuannya, serta besar biaya yang telah dikeluarkan masyarakat atau negara dalam pembinaannya, tak berlebihan apabila kelompok staf akademik adalah investasi dalam potensi intelektual yang sangat berharga oleh dan bagi suatu negara.
Keberadaan potensi ini perlu diberdayakan sebaik mungkin dalam rangka pengembangan budaya, dengan memberi kesempatan dan memfasilitasi anggota staf akademik untuk mewujudkan potensi masing-masing secara optimal, baik dalam transfer ilmu sebagai pengajar maupun dalam pengembangan ilmu melalui kegiatan penelitian sejalan dengan tradisi keilmuannya.
Dalam hal ini kegiatan penelitian perlu diutamakan karena punya efek ganda: terbentuknya fakta keilmuan baru, yang akan bermuara pada publikasi yang bermutu, dan tumbuhnya pemahaman lebih mendalam pada bidang ilmu bersangkutan. Keduanya berpengaruh baik pada kegiatan pengajaran sebagai wahana penyebarluasan hasil-hasil kajian karena akan dilandasi pemahaman yang benar dan selalu menyajikan kebaruan.
Dengan universitas sebagai investasi utama negara dalam pengembangan budaya dalam arti yang luas, kegiatan penelitian seyogianya tak terlalu dibatasi pada masalah-masalah jangka pendek, agar diperoleh hasil yang memiliki wawasan yang lebih luas.
Untuk itu, kegiatan penelitian perlu ikut serta menangani permasalahan jangka panjang yang bersifat universal, sesuai dengan arah perkembangan ilmu dan berbagai usaha pemecahan persoalan-persoalan keilmuan yang mendasar. Sejarah perkembangan ilmu menunjukkan kemajuan dalam sains dan teknologi banyak bertumpu pada kegiatan dunia perguruan tinggi di permasalahan terakhir ini, di mana keberhasilannya bermanfaat secara universal, sekaligus mengangkat martabat keilmuan negara.
Susanto Imam Rahayu Kimiawan, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Sumber: Kompas, 27 Agustus 2018