Universitas dan Kebijakan Publik

- Editor

Kamis, 22 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Universitas sebagai pusat pendidikan dan penelitian memiliki peran yang sangat kritikal dan strategis, tidak hanya dalam produksi pengetahuan untuk publikasi ilmiah, tetapi juga dalam rangka memberikan basis bukti dalam proses pembuatan kebijakan publik.

Saat ini pemerintah memiliki perhatian yang sangat besar untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi bersaing sebagai universitas berkelas dunia. Berbagai dana hibah riset dan publikasi diberikan untuk mendorong para dosen memublikasikan kertas kerja di jurnal internasional terindeks scopus dengan impact factor tinggi. Pro-kontra mengenai publikasi di jurnal terindeks ini pun sudah banyak ditulis dalam opini di Kompas. Tulisan ini tidak difokuskan pada perdebatan itu.

Tri Dharma PT
Perguruan tinggi (PT) memiliki peran dan tanggung jawab pada pengajaran kepada mahasiswa, penelitian untuk pengembangan ilmu, dan pengabdian kepada masyarakat. Tekanan kebijakan pemerintah pada penelitian dan publikasi ini memang telah menaikkan peringkat beberapa universitas di Indonesia. Nilai sitasi dan reputasi akademik beberapa universitas makin baik. Bahkan, saat ini kian banyak konferensi internasional yang diselenggarakan oleh fakultas ataupun program studi bekerja sama dengan jurnal internasional dan penerbit. Tujuannya agar para dosen dapat mempresentasikan hasil penelitiannya dan kertas kerjanya dapat diterbitkaan di jurnal internasional ataupun proceeding terindeks.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hanya saja penulis mengamati bahwa peran PT atau universitas saat ini dalam bidang pengabdian masyarakat, utamanya dalam memberikan kontribusi penyusunan kebijakan publik—termasuk strategi besar pembangunan—sangat minim. Di beberapa sektor pembangunan bahkan mungkin hilang perannya. Hasil produksi pengetahuan dan penelitian PT saat ini hanya dibaca dan dikonsumsi sebagian kecil orang dalam lingkup terbatas, tepatnya pada komunitas bidang keilmuan dalam bentuk publikasi jurnal dan buku. Hasil penelitian tidak jadi pengetahuan, bukti dan informasi untuk pengambilan kebijakan publik. Beberapa program hibah pengabdian masyarakat yang disediakan sering kali juga berakhir dengan buku dan publikasi.

Peran para guru besar dan dosen dalam penyusunan kebijakan publik di pemerintahan saat ini mulai tergantikan oleh para aktivis lembaga swadaya masyarakat dan aktivis media sosial. Kesibukan untuk memproduksi publikasi di jurnal internasional ternyata telah menyebabkan berkurangnya perhatian dan waktu para dosen dalam hal yang bersifat kontributif terhadap kehidupan bangsa dan negara.

Ada semacam kegamangan di kalangan dosen PT untuk berperan secara seimbang antara tuntutan memproduksi kertas kerja dan memberikan nasihat kebijakan kepada pemerintah serta penyelenggara negara. Sebagian dosen sangat sibuk dengan pekerjaan yang bersifat internal, menghabiskan waktu untuk mengajar dan mengurusi hal- hal teknis administratif. Semakin lama hal ini menyebabkan tumpulnya kesadaran dan kemampuan sosial intelektual para dosen untuk memberikan masukan, kritik, dan preskripsi atas berbagai potensi masalah bangsa serta negara pada masa yang akan datang.

Ada kesenjangan yang sangat lebar antara kebutuhan pemerintah dan penyelenggara negara dalam penyusunan kebijakan publik ataupun keputusan politik dengan berbagai agenda penelitian serta pengembangan pengetahuan yang terjadi di PT. Banyak kebijakan yang dibuat pemerintah tak berdasarkan pada bukti (evidence) berupa informasi, data, juga pengetahuan. Sering kali kepentingan politik sangat menonjol dalam pembuatan kebijakan dan mengabaikan peran basis intelektual. Di sisi lain, agenda penelitian di PT direncanakan dan dilaksanakan semata basis pengembangan keilmuwan. Sebagian riset bahkan tak punya peta jalan jangka menengah dan panjang.

Jarang sekali tema-tema penelitian dihubungkan dengan kebutuhan kebijakan publik nasional ataupun daerah dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan di masa yang akan datang. Pemerintah sendiri saya lihat tak memberikan payung bagi tema penelitian yang harus menjadi prioritas di perguruan tinggi dalam rangka memperkuat kebutuhan prioritas pembangunan nasional.

Penelitian untuk nasihat kebijakan
Berbagai hal tersebut sebenarnya menimbulkan potensi inefisiensi anggaran negara yang sangat besar. Pertama, penelitian dosen yang dibiayai melalui dana hibah ataupun penelitian dana mandiri tidak dapat/belum bisa dijadikan bukti untuk memperkuat proses pembuatan kebijakan publik. Banyak penelitian biasanya berakhir sebagai produk publikasi atau sebagai laporan penelitian belaka.

Kedua, penelitian yang dilakukan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) kementerian/lembaga dan pemerintahan daerah kurang dapat dipergunakan sebagai bukti untuk pembuatan kebijakan publik. Hal ini karena sering kali tidak memiliki basis metodologi yang baik dan kultur penelitian yang memadai.

Ketiga, berbagai penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, baik di S-1, S-2, maupun S-3 juga umumnya berakhir di publikasi jurnal, sebagian bahkan hanya jadi syarat tugas akhir kelulusan. Padahal, tidak sedikit waktu dan biaya yang sudah dikeluarkan mahasiswa untuk menghasilkan penelitian tersebut.

Universitas harus dikembalikan pada fungsinya sebagai sumber data, informasi, dan pengetahuan dalam memperkuat kebijakan publik untuk pembangunan nasional. Para dosen dan mahasiswa bimbingannya harus berperan sebagai produsen pengetahuan bagi policy maker.

Hasil penelitian di universitas dapat dikembangkan dalam bentuk ringkasan kebijakan yang berisi rekomendasi kebijakan, selain dalam bentuk kertas kerja untuk publikasi ilmiah. Ringkasan kebijakan ini berisi berbagai masalah kebijakan yang saat ini dihadapi pemerintah/masyarakat atau deskripsi dan preskripsi atas masalah pada masa yang akan datang, opsi-opsi kebijakan yang tersedia, rekomendasi kebijakan serta mitigasi risiko atas pilihan kebijakan pemerintah.

Di Universitas Indonesia, setiap tahun lebih kurang 13.000 mahasiswa diwisuda jadi sarjana, magister, dan doktor. Para wisudawan ini tentu sudah menghasilkan karya akhir baik berupa skripsi, tesis, maupun disertasi. Jika hasil-hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai ringkasan kebijakan, lalu dikelola dalam sebuah sistem simpanan pengetahuan (knowledge repository) yang dapat diakses kementerian/ lembaga dan pemerintahan daerah, maka hal ini akan sangat bermanfaat untuk memperkuat kebijakan berbasis bukti. Tentu saja diperlukan penguatan kapasitas para dosen dan mahasiswa untuk membuat ringkasan kebijakan.

Apa yang dapat dilakukan untuk mempertemukan kebutuhan prioritas pemerintah dan hasil penelitian universitas? Pemerintah harus menetapkan agenda riset nasional yang terkait dengan prioritas pembangunan nasional. Agenda riset ini harus disampaikan kepada para rektor untuk dijadikan tema-tema penelitian dosen dan mahasiswa di semua level pendidikan. Di samping itu, pemerintah menyiapkan skema pendanaan riset untuk mendukung tema-tema penelitian utama yang sejalan dengan agenda pembangunan nasional. Dengan demikian, universitas dapat ditingkatkan kualitasnya bertaraf internasional, pada saat yang bersamaan juga berperan dalam menyukseskan program pembangunan nasional melalui penguatan kebijakan publik berbasis bukti. Semoga!

Eko Prasojo Dekan dan Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi UI

Sumber: Kompas, 22 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Menyusuri Jejak Kampus UGM Tjabang Magelang
67 Gelar Sarjana Berbagai Jurusan Kuliah di Indonesia, Titel Punya Kamu Ada?
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB