Angka deforestasi hutan di Indonesia menurun dua tahun terakhir, dari 0,48 juta hektar menjadi 0,22 juta hektar. Karena itu, moratorium kehutanan diusulkan diperpanjang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan moratorium izin baru kehutanan di hutan alam primer dan gambut yang diberlakukan sejak 2011 berkontribusi pada penurunan angka deforestasi dalam dua tahun terakhir. Moratorium yang diperpanjang tiap dua tahun ini agar diperpanjang setidaknya hingga 2030 seiring komitmen penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO–Salah satu warga Kinipan duduk di atas kayu-kayu yang baru ditebang di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah(19/1/2019). Sekitar 1.200 hektar hutan yang diklaim wilayah kelola adat sudah dibuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil pemantauan hutan Indonesia, pada kawasan hutan dan area penggunaan lain, pada tahun 2018 menunjukkan luas lahan berhutan 93,5 juta hektar. Dari jumlah ini sebesar 71,1 persen atau 85,6 persen berada dalam kawasan hutan, sisanya berada di luar kawasan hutan/area penggunaan lain (APL).
Deforestasi brutto (tak memperhitungkan reforestasi) pada tahun 2017-2018 mencapai 0,49 juta ha dan deforestasi netto (memperhitungkan reforestasi) mencapai 0,44 juta ha karena dikurangi reforestasi sebesar 0,05 juta ha. Deforestasi netto di kawasan hutan dan APL sama-sama sebesar 0,22 juta ha.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RA Belinda Arunawati Margono, Rabu (8/5/2019), di Jakarta, mengatakan, deforestasi tertinggi di hutan sekunder yaitu 0,3 juta ha. Dari 0,3 juta ha itu, 51,8 persen atau 0,16 juta ha berada dalam kawasan hutan dan sisanya seluas 0,15 juta ha di luar kawasan hutan. Ia mengakui angka ini meliputi deforestasi terencana (planned) dan deforestasi tak terencana (unplanned).
“Deforestasi 440.000 hektar ini boleh mengatakan masih ada yang unplanned dan planned,” kata dia. Deforestasi terencana tersebut semisal untuk pembangunan infrastruktur dan tak terencana yaitu perambahan. Namun, ketika ditanya detail angka deforestasi terencana dan tak terencana tersebut, ia menyatakan belum memilikinya.
Belinda mengatakan, tren pengurangan luas hutan Indonesia saat ini relatif rendah dan cenderung stabil. Pada periode 2016-2017, deforestasi netto mencapai 0,48 juta ha yang terdiri 0,3 juta ha di kawasan hutan dan 0,18 di APL.
DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN–Deforestasi Indonesia dari tahun ke tahun. Sumber: Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 8 Mei 2019
Penurunan deforestasi di Indonesia ini juga terekam dalam pemantauan tingkat global yang dilakukan University of Maryland melalui Global Land Analysis and Discovery (GLAD) yang dirilis Global Forest Watch dan dikutip World Resources Institute (WRI). Meski sistem dan metodologi serta peristilahan GLAD berbeda dengan sistem pemantauan hutan nasional Indonesia (Simontana) KLHK, substansi hasilnya sama. GLAD menggunakan istilah tree cover loss atau kehilangan tutupan pohon sehingga menghitung deforestasi/kehilangan hutan alam dan pemanenan pada hutan tanaman.
Mengutip laporan WRI, Belinda mengatakan, angka primary forest loss (hutan alam dalam versi Indonesia) 40 persen lebih rendah dibandingkan rata-rata tingkat kehilangan hutan tahunan pada periode 2002-2016. Apabila angka ini dibandingkan dengan negara-negara pemilik hutan tropis lain, angka kehilangan hutan Indonesia jauh lebih rendah. Data WRI 2018 menunjukkan deforestasi Brasil mencapai 1,3 juta ha dan Republik Demokratik Kongo 0,481 juta ha.
WORLD RESOURCES INSTITUTE INDONESIA–10 Negara dengan angka kehilangan hutan hujan primer tropis tertinggi 2018. Sumber: World Resources Institute (WRI)
Ia mengatakan penurunan deforestasi ini didukung oleh berbagai kebijakan nasional seperti moratorium izin baru kehutanan di hutan alam primer dan gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, restorasi gambut, pengelolaan hutan lestari, perhutanan sosial, dan rehabilitasi lahan dan hutan serta berbagai program lain.
“Moratorium memberi kontribusi signifikan karena kami menganalisa sebelum dan sesudah (moratorium),” kata dia.
Belinda pun mengatakan, deforestasi 0,44 juta ha masih berada di bawah “target” deforestasi terencana dalam dokumen kontribusi nasional penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (NDC) sebesar 0,45 juta ha per tahun. Diakui, Indonesia belum berada pada situasi untuk memberi angka nol deforestasi.
“Meski kami menginginkan (nol deforestasi), komunikasi nasional dan subnational, kita membutuhkan pembangunan sehingga deforestasi masih terjadi,” kata dia. Deforestasi 0,45 juta ha per tahun itu direncanakan terjadi dari 2020 hingga 2030, sesudahnya Indonesia menurunkan deforestasi terencananya hingga 0,325 juta ha per tahun.
Diperkuat dan diperpanjang
Menanggapi penurunan deforestasi ini, Yuyun Harmono Manajer Kampanye Keadilan Iklim dan Isu Global Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendorong agar kontributor penurunan deforestasi, yaitu moratorium izin baru kehutanan, diperkuat dan diperpanjang hingga 2030. Apalagi, kata dia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pun memiliki rencana skenario agar NDC Indonesia mengarah pada pengendalian perubahan iklim lebih agresif yaitu 1,5 derajat celcius.
“Target 1,5 derajat celcius itu selain harus didukung sektor energi juga sektor berbasis lahan dan hutan. Kebijakan-kebijakan pendukungnya harus seiring dan diperpanjang seperti memberlakukan moratorium izin kehutanan (diperpanjang tiap 2 tahun) dan moratorium sawit sampai 2030 (berlaku tiga tahun sejak 2018) secara longterm sampai 2030,” kata dia.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 9 Mei 2019