Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

- Editor

Senin, 13 November 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tiga orang ilmuwan, yakni Pierre Agostini, Ferenc Krausz dan Anne L’Huillier mendapat Hadiah Nobel bidang fisika berkat keberhasilan mereka mengamati elektron dalam hitungan sepersekian detik.

“Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia telah memutuskan untuk menganugerahkan #NobelPrize dalam bidang Fisika tahun 2023 kepada Pierre Agostini, Ferenc Krausz, dan Anne L’Huillier “untuk metode eksperimental yang menghasilkan denyut cahaya sekejap mata untuk mempelajari dinamika elektron dalam materi,” tulis akun The Nobel Prize di Twitter, Selasa (3/10).

Ketiga peneliti ini meneliti denyut atau kilatan cahaya dengan durasi satu attosecond yang sama dengan sepersemiliar nano detik (satu nano detik sama dengan sepermiliar detik) untuk mengintip cara kerja bagian dalam atom.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tiga ilmuwan, Pierre Agostini, Ferenc Krausz dan Anne L’Huillier mendapat Hadiah Nobel bidang fisika 2023. (Foto: AFP/JONATHAN NACKSTRAND)

Dikutip dari Live Science, attosecond atau attodetik adalah satu detik yang sama dengan usia alam semesta. Durasi waktu yang sangat singkat sehingga dapat digunakan untuk mengintip pergerakan elektron dan molekul.

Penghargaan Nobel ini membuat ketiga ilmuwan tersebut akan berbagi uang hadiah sebesar 11 juta krona Swedia atau sekitar Rp15,9 miliar.

L’Huillier merupakan fisikawan di Universitas Lund di Swedia dan menjadi wanita kelima yang menerima penghargaan ini. Ia mengatakan bahwa dirinya sedang mengajar saat menerima berita tersebut.

“Setengah jam terakhir waktu kuliah saya agak sulit untuk dilakukan,” katanya.

“Seperti yang Anda ketahui, tidak banyak wanita yang mendapatkan penghargaan ini, jadi ini sangat, sangat istimewa,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ketika partikel cahaya atau foton masuk ke dalam mata, persepsi manusia menyatukan gambar-gambar individual yang dibawanya ke dalam sebuah film yang bergerak terus menerus, tetapi ketepatannya dibatasi oleh kecepatan pemrosesan visual otak.

Perangkat buatan seperti panjang denyut cahaya yang digunakan untuk memotong suatu proses juga memiliki keterbatasan. Artinya, para fisikawan hanya dapat melihat proses yang melibatkan atom dan elektron dengan rangkaian cahaya terkecil.

Penelitian ketiga ilmuwan peraih Nobel ini dimulai pada 1987, ketika L’Huillier menemukan bahwa pancaran sinar laser melalui gas nobel (gas di kolom 8A pada tabel periodik) menghasilkan banyak varian cahaya, masing-masing dengan frekuensi yang berbeda.

Jika varian-varian ini ditempatkan di atas satu sama lain sehingga sebagian besar dibatalkan, L’Huillier menemukan bahwa dia mendapatkan sebuah denyut cahaya yang sangat pendek.

Karyanya kemudian diambil oleh Agostini, seorang fisikawan di The Ohio State University, Columbus, dan Krausz, di Ludwig Maximilian University di Munich, Jerman yang menyempurnakan metode ini untuk menghasilkan denyut cahaya sebesar 250 attodetik dan denyut cahaya sebesar 650 attodetik.

Komite Nobel menyebut teknik ini membuka jalan bagi pengamatan dan kontrol elektron, serta pengamatan molekul yang berguna untuk tujuan medis pada skala terkecil.

“Kita sekarang dapat membuka pintu ke dunia elektron. Fisika sekon memberi kita kesempatan untuk memahami mekanisme yang diatur oleh elektron. Langkah selanjutnya adalah memanfaatkannya,” kata Eva Olsson, Ketua komite Nobel fisika dalam sebuah pernyataan.

Damar Iradat |

Sumber: CNN Indonesia, Rabu, 04 Okt 2023

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 49 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB