Sebelum Linnaeus, banyak sudah sistem penamaan makhluk hidup, tapi sistem binomial Linnaeus yang akhirnya berjaya.
KATA Shakespeare, “What is in a name,” kalau apa yang kita namakan mawar, masih saja tetap sama harumnya, ketika bunga itu kita sebut dengan nama lain. Hal ini mungkin saja benar, kalau sekiranya, di bumi kita ini hanya ada satu macam bunga. Celakanya, dengan banyaknya jenis bunga, tetumbuhan, hewan, dan mineral yang ada di bumi kita ini, tanpa nama yang baku, kita akan berhadapan dengan kekacauan. Paling sedikit, demikianlah keadaannya, ketika manusia mulai menata nama berbagai makhluk di bumi kita ini beberapa abad yang lampau.
Sebagai tanda pengenal, manusia memberi nama kepada berbagai benda di bumi dan di langit. Bersama itu, muncul berbagai nama hewan, berbagai nama tetumbuhan, berbagai nama mineral, berbagai nama benda langit, dan berbagai nama bermacam-macam benda yang tampak di mata manusia. Namun, setelah nama itu diberikan, manusia kemudian melihat bahwa ada hubungan di antara satu benda ilengan benda lain. Hubungan itu juga berbeda-beda. Hubungan di antara anjing dan serigala, misalnya, berbeda dengan hubungan di antara anjing dan cumi-cumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah melihat kepada hubungan demikian, manusia pun berpikir bahwa benda di bumi dan di langit memiliki sistematika atau klasifikasi. Ada kumpulan benda yang dikenal sebagai planet, ada kumpulan benda yang dikenal sebagai meteor, ada kumpulan benda yang dikenal sebagai hewan melata, ada kumpulan benda yang dikenal sebagai tumbuhan menj alar, dan sebagainya. Kalau benda memiliki sistematika atau klasifikasi, maka mengapa pula nama mereka tidak disusun di dalam sistematika yang serupa? Pikiran semacam inilah yang kemudian menghasilkan taksonomi.
Coba saja kita lihat apa yang terjadi ketika taksonomi demikian itu tidak ada. Pada abad ke-18, misalnya, orang Eropa telah mengenal bunga mawar yang mereka namakan rosa yakni nama dalam bahasa Latin. Mereka mengenal berbagai macam rosa, tetapi mereka belum mengenal klasifikasi yang baku. Akibatnya, “dog rose” misalnya, harus mereka namakan melalui suatu pemaparan. Dan pemaparan itu melahirkan nama yang panjang, berupa rosa sylvestris vulgaris flore odorato incamato. Ini baru satu nama. Bagaimana dengan demikian banyaknya tetumbuhan dan hewan di bumi ini.
Pada tahun 1660, John Ray dari Inggeris sudah mengklasifikasikan 18.600 jenis tetumbuhan. Pada abad berikutnya, bangsawan Buffon dari Perancis telah memaparkan hewan dalam 36 jilid buku. Selain pemaparan tentang wujud, tetumbuhan dan hewan ini memerlukan nama. Tentunya, nama yang baik adalah nama yang mampu menunjukkan kedudukan mereka di dalam pemaparan itu.
Pada zaman kuno, Aristoteles membagi tetumbuhan ke dalam tiga kelompok yakni pohon, semak, dan obat. Baru pada abad ke-17, John Ray mengklasifikasikan tetumbuhan ke dalam dua golongan besar yakni golongan tumbuhan tidak berbunga dan golongan tumbuhan berbunga. Selanjutnya, tumbuhan berbunga dibagi lagi ke dalam kelompok monokotil (berbiji tunggal) dan dikotil (berbiji dua).
Dengan jalan serupa, pada tahun 1693, Ray membagi hewan ke dalam dua golongan yakni hewan berkuku dan hewan bercakar. Hewan berkuku dibagi lagi ke dalam kelompok berkuku dua dan bukan dua, sementara hewan berkuku dua dibagi lagi menjadi hewan memamah biak dan tidak memamah biak. Hewan memamah biak dibagi lagi menjadi mereka yang bertanduk tetap dan bertanduk tahunan. Di lain pihak, hewan bercakar lima dibagi lagi ke dalam kelompok bercakar sempit dan bercakar lebar. Menurut klasifikasi ini, manusia termasuk ke dalam kelompok bercakar lima yang lebar itu.
Pada zaman itu, selain klasifikasi Ray, setiap ahli memiliki cara tersendiri dalam pemberian nama kepada tetumbuhan dan hewan. Tanpa dasar yang kuat, nama itu lebih banyak mengacaukan klasifikasi daripada memperkuat klasifikasi tetumbuhan dan hewan. Masing-masing ahli mempertahankan cara penamaan mereka sendiri sehingga pada abad ke-18, para cendekiawan belum memiliki sistem nama yang menunjang klasifikasi tetumbuhan dan hewan.
Kemudian, pada abad ke-18, salah seorang cendekiawan berhasil menyusun taksonomi tetumbuhan, hewan, dan mineral, menurut suatu klasifikasi tertentu. Dengan dasar klasifikasi yang kuat, sistem nama itu mencerminkan klasifikasi yang jelas pada tetumbuhan, hewasi, dan mineral. Cendekiawan itu bernama Carolus Linnaeus. Ia berhasil membabat kekacauan nama yang ada sebelum itu. Berangsur-angsur, sistem nama itu dapat diterima oleh para cendekiawan, sehingga muncullah sistem nama baku yang kita kenal sampai sekarang sebagai taksonomi Linnaeus.
Ilmuwan Alam Swedia
CARL (atau Karl) von Linne, anak seorang pastor, lahir di Rashut, Smaland, Swedia selatan, pada tahun 1707. Sesuai dengan kebiasaan pada zaman itu, Carl von Linne kemudian menggunakan nama Latin berupa Carolus Linnaeus. Kemudian nama Latin inilah yang banyak dikenal orang di mana-mana. Itu sebabnya, di sini, kita turut pula menggunakan nama Latin itu untuk memperkenalkan cendekiawan Swedia yang berhasil menyusun taksonomi itu.
Pada waktu kecil, Linnaeus bukanlah anak yang cerdas. Bahkan, ada orang yang meng-anggapnya agak bodoh. Sejak kecil, ia sudah tertarik kepada tetumbuhan. Konon kabarnya, ketika masih berumur empat tahun, ia sudah tertarik untuk memperhatikan percakapan orang dewasa tentang nama dan sifat tetumbuhan. Dan pada usia delapan tahun, ia telah dijuluki sebagai “si ahli botani kecil.”
Pada waktu itu, ayahnya merasa bahwa ia tidak dapat mendidik anaknya menjadi pastor. Karena itu, ayahnya ingin agar Linnaeus kecil memiliki keterampilan untuk bekal hidup kelak. Ia pun dimagangkan kepada tukang sepatu. Pada waktu itu, seorang pastor melihat sesuatu yang baik pada Linnaeus dan mengirimnya ke fakultas medik. Mula-mula, Linnaeus belajar di Lund, dan kemudian di Uppsala.
Di situ, Linnaeus hidup melarat. Konon kabarnya, ia sampai menambal sepatunya dengan kulit kayu. Sekalipun demikian, sambil belajar medik, kesukaannya kepada tetumbuhan terus dipeliharanya. Terus saja ia menekuni tetumbuhan. Untunglah, ia berkesempatan membaca buku di perpustakaan yang baik sehingga ia dapat menggabungkan kegiatan membaca dengan pengamatan langsung.
Linnaeus pernah menulis makalah tentang tetumbuhan. Makalah itu berkenaan dengan stamen dan pistil serta dari tulisan itu, ia merasa bahwa ia mampu memperkenalkan klasifikasi baru tentang tetumbuhan yang menurut pendapatnya Iebih baik dari sistem nama yang telah ada. Klasifikasi itu didasarkan kepada kelamin tetumbuhan. Sekedar catatan, Linnaeus memperkenalkan kepada kita lambang kelamin berbentuk (jantan) dan (betina) yang masih kita gunakan sampai sekarang.
Kemudian, Linnaeus diangkat menjadi guru besar fisika dan anatomi di Universitas Uppsala. Pada tahun 1732, sebagai pengajar di Uppsala, Linnaeus diminta oleh Akademi Ilmu Swedia untuk meneliti flora di Lapland. Dengan tugas itu, ia mengembara sejauh hampir 7000 kilometer ke wilayah utara Skandinavia yang pada saat itu masih jarang dijelajahi orang. Di situ, ia menemukan ratusan jenis baru tetumbuhan. Ia juga memperhatikan kehidupan hewan di wilayah itu. Dengan demikian, Linnaeus sekaligus menjadi ahli medik dan ilmuwan alam (naturalist).
Kemudian, Linnaeus mengembara ke Inggeris dan Eropa Barat. Pada tahun 1735, Linnaeus pergi ke Universitas Harderwijk di Belanda. Pada waktu itu, universitas ini terkenal dengan studi tetumbuhannya. Di universitas itu pula, Linnaeus memperoleh gelar doktor mediknya pada tahun 1735. Bersama itu, ia pun terus mengembangkan gagasannya tentang sistematika nama tetumbuhan. Dengan menggunakan dua kata, sistematika nama tetumbuhan ini dikenal juga sebagai nomenklatur binomial.
Melalui hubungannya dengan para cendekiawan di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1735 itu, Linnaeus berhasil mempublikasikan karyanya yang berjudul Systema naturae. Di situ, tercantum klasifikasi ringkas semua tetumbuhan, hewan, dan mineral. Dan klasifikasi itu disusun melalui metodologi yang berdasarkan pernyataan teoretik yang ringkas, tegas, dan efektif. Buku inilah yang menjadi sumber taksonomi yang kita kenal sampai sekarang ini.
Bertemu Cliffort
GEORGE Cliffort adalah bankir yang kaya raya di Amsterdam, Belanda. Selain bank, Cliffort juga mempunyai perkebunan yang luas di dekat Haarlem. Perkebunan itu bernama Hartecamp. Di dalam perkebunan Hartecamp terdapat banyak tetumbuhan. Tetumbuhan itu menjadi obyek yang baik bagi ahli tetumbuhan yang meneliti langsung tetumbuhan melalui pengamatan.
Entah bagaimana, Linnaeus bertemu Cliffort dan mejadi dokter pribadinya. Sambil bekerja sebagai dokter pribadi, Linnaeus memanfaatkan kesempatan itu untuk meneliti tetumbuhan di Hartecamp. Selama sekitar dua tahun, yakni pada tahun 1636 dan 1637, Linnaeus meneliti dan menulis. Pada tahun itu, ia sempat menerbitkan sejumlah buku di bidang tetumbuhan. Pada tahun 1736, ia menerbitkan buku Fundamenta botanica.
Pada tahun 1737, ia menerbitkan Hortus cliffortianus yang memaparkan semua jenis tetumbuhan yang ada di kebun Cliffort. Dengan menamakan tempat itu sebagai museum Cliffort, pada tahun 1737, ia menerbitkan Bibliotheca botanica. Pada tahun yang sama, ia menerbitkan juga Generaplantarum. Di samping itu, ia masih menerbitkan buka buku lainnya lagi. Dengan berbagai penerbitannya itu, ia memantapkan dirinya sebagai ilmuwan alarri , yang ahli tetumbuhan.
Kemudian, Linnaeus pergi ke Paris. Pada tahun 1738, ia kembali ke Stockholm, Swedia, dan bekerja sebagai dokter praktek. Pada tahun 1741 atau 1742, ia diangkat menjadi guru besar medik dan botani di Universitas Uppsala. Selanjutnya, ia menghabiskan sisa hidupnya sebagai pengajar di Uppsala itu.
Pada tahun 1753, Linnaeus menerbitkan Species plantarum. Pada tahun 1758, di dalam edisi ke-10 Systema naturae, ia mencantumkan taksonomi hewan. Sekedar catatan, Linnaeus menciptakan istilah “Homo sapiens” untuk menamakan spesies manusia. Istilah itu masih terus kita gunakan sampai sekarang. Selain itu, Linnaeus juga menulis sejumlah buku tentang bahan farmasi. Sebagai hasil keliling di bagian yang belum berkembang dari Lapland, iajuga menulis tentang etnologi dan geografi dari wilayah itu.
Pada tahun 1761 (berlaku surut sejak 1757), raja Gustav III mengangkat Linnaeus menjadi bangwasan. Dari pengangkatan itulah, ia memperoleh kata “von” pada namanya Carl von Linne itu. Linnaeus meninggal pada tahun 1778 di Uppsala. Pada waktu itu, bukunya telah diterima secara resmi dan secara internasional sebagai titik awal dari semua nomenklatur atau taksonomi yang kita gunakan sekarang ini.
Setelah Linnaeus meninggal, Sir J.E. Smith dari Inggris berhasil mengumpul dana sebanyak 1000 poundsterling untuk membeli semua buku dan kolcksi Linnaeus. Koleksi itu terdiri atas 2000 buku, 14000 tetumbuhan, 7000 kerang, serangga, burung, dan contoh mineral. Konon kabarnya, ketika koleksi itu akan dibawa ke Inggeris, kapalnya dicoba untuk dicegat oleh raja Swedia. Namun, koleksi itu tiba juga di London. Dan dengan bahan itu, pada tahun 1788, di Inggris, didirikan Linnaean Society.
Taksonomi Linnaeus
LINNAEUS merasa bahwa pada zaman hidupnya itu, nama tetumbuhan telah menjadi kacau balau. Seperti ditulisnya di bukunya Critica botanica, para ahli tetumbuhan saling tidak sepakat akan nama tetumbuhan. “Perubahan nama tidak dapat dihindarkan lagi di antara ahli tetumbuhan, selama tiada hukum yang diterima untuk digunakan sebagai penentu nama. Para ahli tetumbuhan hidup dalam keadaan bebas, dan bagi mereka, tidak ada hukum abadi yang dapat diterapkan kecuali kalau hal itu diterima oleh penduduk, baik kini maupun nanti, dan sesungguhnya tiada lain kecuali hukum yang dapat ditun-jukkan melalui argumentasi dan melalui contoh yang demikian tiada kelirunya dan tidak dapat tidak menunjukkan bahwa tiada lagi hukum lain yang lebih baik dari itu.”
Dengan tulisan seperti itu, Linnaeus mempersembahkan bukunya kepada ahli tetumbuhan tenar pada zaman itu yakni Jo. Jac. Dillenius, dari Universitas Oxford. Hal ini dilakukan Linnaeus, karena seperti ditulisnya di dalam bukunya itu, “Dalam publikasi hasil amatan saya tentang nama, saya mencantumkan nama besar anda di tajuk buku kecil saya ini, agar saya tidak diserang oleh para kritikus jahat yang lebih bernafsu mencari jalan untuk memperolok pikiran orang lain daripada berusaha untuk memberi sumbangan orisinal kepada ilmu; karena dunia masa kini tidak mengenal orang lain yang lebih besar dari anda.”
Melalui tulisannya seperti itu, kita mengetahui bahwa Linnaeus merasa memperoleh tantangan dalam usahanya untuk mempublikasikan pikiranya tentang taksonomi tetumbuhan itu. Banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya serta banyak ahli lain yang menentang pendapat itu. Karena itu, ketika mengemukakan pikirannya, Linnaeus menggunakan nama besar Dillenius sebagai perisai. Paling sedikit, itulah yang dilakukan oleh Linnaeus, pada tahun 1737, ketika ia masih berada di museum Cliffort.
Selanjutnya, Linnaeus menulis bahwa menjelang akhir abad ke- 17, nama tetumbuhan menjadi kacau. Terdapat beberapa ahli tetumbuhan yang memaksakan sistem nama mereka. “Betapa kacaunya kejadian menjelang akhir abad lalu,” katanya, “sementara penduduk dalam persemakmuran botani terkecoh oleh pertentangan internal di bawah tiga orang, Ray, Tournefort, dan Rivinus; Tournefort dan Rivinus memberikan nama berbeda kepada setiap genus, serta genera terbagi begini oleh yang satu, dan begitu oleh yang lainnya.”
Sekalipun pada akhirnya, Tournefort yang menang, namun penduduk persemakmuran setiap hari menyampaikan pemasokan baru dari negeri asing. Karena lambatnya tanggapan para ahli, sejak zaman Tournefort, maka masuk lagi nama baru di luar ketentuan itu. Nama itu pun perlu dikoreksi lagi. Padahal pada waktu itu, para ahli setiap hari sibuk dengan kegiatan penemuan tetumbuhan sehingga mereka sibuk pula untuk memaparkannya, menggambarnya, serta memasukkannya ke dalam genera dan kelas.
“Di antara mereka,” kata Linnaeus, “saya menemukan sedikit ahli filsafat, serta hampir tiada yang mencoba untuk mengembangkan nomenklatur Mereka tidak menemukan kaidah yang diberikan oleh orang kuno untuk pemberian nama, mereka tidak mempunyai asas yang mantap, merupakan keluhan dari para pemula di bidang tetumbuhan …”
Dengan alasan itu, Linnaeus mengemukakan gagasannya tentang nomenklatur demikian. Dengan nada merendah, Linnaeus menulis di dalam bukunya itu, “Setengah tahun lalu, ketika Genera saya terbit, tidak sedikit orang yang menasihati saya untuk mempublikasikan pengamatan saya tentang nomenklatur, karena asas yang mendasari Fundamenta Botanica saya telah dianggap sebagai bukti tentang itu oleh sedikit orang, sesungguhnya oleh sedikit orang. Saya tertunda untuk menuruti nasihat itu oleh karena kerja keras saya pada penulisan Hortus Cliffortianus yang saya emban di pundak saya …”
Begitu tugasnya selesai, Linnaeus segera mengoreksi pengamatannya serta menyerahkan naskahnya untuk dipublikasi. Mengikuti tulisan Linnaeus, kita menemukan, “Menuruti nasihat para kawan, terhadap mereka saya merasa terikat secara moral untuk tidak menolaknya, saya mengoreksi pengamatan saya serta menyerahkannya kepada penerbit. Terutama, hanya kekurangan waktulah yang mencegah saya dari memberikan sentuhan akhir pada karya itu ….”
Linnaeus mengklasifikasi tetumbuhan menurut kelamin, yakni menurut stamen (pembawa pollen atau serbuk sari) dan pistil (pembawa biji). Dengan mengelompokkan tetumbuhan yang serupa, Systema naturae Linnaeus membentuk spesies dan genus (jamak: genera). Bersama itu, ia memberi nama yang terdiri atas dua kata, dengan kata pertama menunjukkan genus dan kata kedua menunjukkan spesies. Ternyata cara penamaan ini sangat membantu para ahli dalam penentuan tetumbuhan.
Selanjutnya, sekelompok genera yang bersamaan disatukan ke dalam ordo (order). Sekelompok ordo yang bersamaan disatukan ke dalam kelas. Dan setelah zaman Linnaeus, pengikutnya mengelompokkan sejumlah kelas sejenis dan menyatukannya ke dalam filum (phylum) atau divisi. Kelompok fila (jamak dari filum) serupa disatukan ke dalam subkingkom. Dan akhirnya, tetumbuhan dan hewan dikelompokkan ke dalam dua kingdom yakni kingdom tetumbuhan dan kingdom hewan.
Bersama itu, di dunia tetumbuhan, kita mengenal sub-kingdom thallophyta, bryophyta, pteridophyta, dan spermatophyta. Spermatophyta dibagi lagi ke dalam fila gymnosperma dan angiosperma. Angiosperma dibagi lagi ke dalam kelas dikotil dan monokotil. Dikotil dibagi ke dalam ordo atau subkelas, dan demikian seterusnya. Di bidang hewan, kita menemukan enam kelas hewan yakni mamalia, burung, reptilia, ikan, serangga, dan cacing.
Dengan taksonomi Linnaeus, misalnya, kita mengenal bermacam-macam genus kucing. Kita menemukan Felis domesticus untuk kucing rumah, Felis leo untuk singa, Felis tigris untuk macan, dan Felis pardus untuk leopard. Dengan jalan sama, kita menemukan nama serupa itu untuk semua makhluk hidup yang dikenal para cendekiawan di bumi ini.
Pohon makhluk
NOMENKLATUR atau taksonomi Linnaeus masih kurang sempurna. Namun, taksonomi itu telah menunjukkan jalan ke arah bagaimana nama makhluk, baik tetumbuhan dan hewan itu, seharusnya disusun. Sesudah zaman Linnaeus, metoda yang dicetuskan Linnaeus diteruskan oleh para cendekiawan kemudian, dalam usaha mereka untuk memberi nama kepada demikian banyaknya jenis makhluk di bumi ini.
Pada tahun 1700, para cendekiawan baru menemukan lebih dari sepuluh ribu spesies makhluk. Pada tahun 1800, jumlah itu telah meningkat menjadi lebih dari 70.000. Dan kini, para cendekiawan telah mengenal lebih dari satu seperempat juta spesies makhluk di bumi ini. Mereka semua memerlukan nama bersistem yang teratur. Dan dalam penamaan ini, para cendekiawan berpedoman kepada taksonomi Linnaeus yang pertama muncul pada tahun 1737.
Kalau taksonomi atau klasifikasi Linnaeus itu kita telaah lebih lanjut, maka kita menemukan suatu bentuk pohon kehidupan yang terdiri atas dua batang besar yakni batang tetumbuhan dan batang hewan. Batang itu kemudian bercabang, berdahan, dan beranting sehingga membentuk pohon kehidupan yang teratur. Ada cabang, dahan, dan ranting yang rimbun, serta ada pula yang tidak rimbun. Mereka mencerminkan perkembangan makhluk yang ada di bumi ini.
Linnaeus hidup pada zaman sebelum evolusi Darwin. Linnaeus percaya bahwa semua makhluk telah ada sejak zaman dahulu. Semua kelas, ordo, genus, dan spesies diciptakan Tuhan. Dari dahulu, jumlah mereka tidak pernah bertambah dan tidak pernah berkurang. Kalau dibandingkan dengan teori evolusi Darwin, maka dengan pikiran semacam itu, Linnaeus bukanlah penganut evolusi. Namun anehnya, pohon makhluk yang disusun melalui taksonomi Linnaeus yang nonevolusi itu, kemudian menjadi alat yang baik untuk pembahasan teori evolusi Darwin di bidang tetumbuhan dan hewan.
Oleh. Dali S Naga
Sumber: Majalah AKU TAHU/ MEI 1989