Sistem “Crowdsourcing” untuk Pecahkan Disparitas Harga

- Editor

Senin, 24 Agustus 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aplikasi sistem mobile dengan situs pengolahan data diharapkan bisa memecahkan persoalan harga komoditas di pasar. Dengan aplikasi itu pemerintah dapat memantau arus jual-beli sehingga jika ada kejanggalan, bisa segera diantisipasi.

Sejumlah aplikasi inovatif untuk tujuan itu muncul dalam kompetisi Hackathon Merdeka, 22-23 Agustus 2015 di Jakarta.

Project Manager Hackathon Merdeka Agung Nugraha, Minggu (23/8) di Jakarta, mengatakan, selama ini pemerintah kesulitan memecahkan masalah tingginya disparitas harga. Sebab, pengumpulan data masih menggunakan metodologi sampling sehingga data kurang valid.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam kompetisi yang digelar Code 4 Nation bersama Kantor Staf Presiden ini, komunitas IT menawarkan sistem crowdsourcing. “Kami mencoba menemukan aplikasi yang mampu mengumpulkan informasi harga komoditas secara akurat, terkini, dan menyeluruh,” ujar Agung.

879b05fa7e364f9e916d6205a885f6abKOMPAS/WISNU WIDIANTORO–Peserta Hackathon Merdeka (lomba pembuatan aplikasi pemantauan harga beras, gula, daging) menyelesaikan aplikasi mereka di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, Minggu (23/8). Selain untuk membantu memecahkan persoalan seputar harga bahan kebutuhan pokok, acara ini juga untuk memfasilitasi komunitas TI agar bisa berkontribusi lebih banyak untuk negeri.

Dengan crowdsourcing ini, petani, pedagang, dan pembeli dapat menginformasikan harga di sentra produksi sampai di pasar hanya dengan menggunakan perangkat komunikasi yang ada, baik layanan pesan singkat, situs, maupun sistem android. “Harga yang disampaikan tak lagi dilakukan secara periodik, tetapi real time (sewaktu),” ucap Agung.

Valid dan transparan
Peserta kompetisi, 60 komunitas informasi dan teknologi (IT) dari dalam dan luar negeri, memaparkan masalah tingginya selisih harga antara harga di petani dan harga di pasar. Komunitas 5 Kilogram, pemenang kompetisi, membuat aplikasi 5 kilogram, cara kerjanya seperti toko jual-beli daring. Transaksi langsung menghubungkan koperasi gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai penyedia komoditas dengan pembeli.

Wilayah sampel adalah gapoktan bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Anggota komunitas 5 Kilogram, Lisa Ayu Wulandari (26), mengatakan, selama ini petani bawang merah di Brebes menjual ke pengumpul Rp 3.000 per kg, jauh lebih rendah dari harga jual di pasar yang sampai Rp 17.000 per kg. Itu terjadi karena rantai pemasaran terlalu panjang.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan mengatakan, setiap inovasi yang dihasilkan diharapkan mampu mengurangi kemungkinan penyimpangan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan. Ia berharap aplikasi terus dikembangkan sehingga ke depan negara ini bisa lebih efisien. (B12)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Sistem “Crowdsourcing” untuk Pecahkan Disparitas Harga”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB