Home / Berita / Selain Penghargaan Adipura, Jalankan Juga Sanksi

Selain Penghargaan Adipura, Jalankan Juga Sanksi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diminta tidak hanya mengapresiasi daerah yang mengelola sampah dengan baik, penegakan hukum juga mesti dijalankan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik daerah-daerah yang umumnya memiliki peraturan daerah tentang pengelolaan sampah, tetapi tidak menjalankannya. Sanksi hukum yang diterapkan secara konsisten dan tegas bisa membentuk budaya masyarakat dalam menjaga lingkungan.

Pemberian sanksi itu untuk menyempurnakan instrumen penghargaan dalam pengelolaan sampah Adipura yang berjalan sejak tahun 1986. Jika dua hal itu dijalankan, pencapaian Indonesia Bebas Sampah 2025 bisa tercapai.

”Upaya memperbaiki lingkungan hidup terlaksana jika ada kerja sama pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lain, seperti swasta,” kata Kalla dalam pidato penganugerahan Adipura 2017-2018 di Jakarta, Senin (14/1/2019).

Dalam acara tahunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu, pemerintah memberikan 120 penghargaan Adipura, 10 sertifikat Adipura, 5 plakat Adipura, 11 penghargaan Kinerja Pengurangan Sampah, 15 penghargaan Nirwasita Tantra, dan 13 penghargaan Green Leadership. Menurut Jusuf Kalla, Adipura tidak hanya sebagai penghargaan bagi daerah yang memperhatikan isu lingkungan, tetapi juga menjadi ajang kompetisi sehat agar pemerintah daerah dan DPRD memperbaiki lingkungan hidup.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyerahkan penghargaan Adipura Kencana 2018 kepada Walikota Surabaya Tri Rismaharini saat berlangsung acara Penganugerahan Adipura dan Green Leadership kepada kepala daerah dan anggota DPRD di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Senin (14/01/2019). Kota Surabaya menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang meraih penghargaan Adipura Kencana. Selain penghargaan Adipura Kencana, dalam kesempatan itu juga diserahkan 120 penghargaan Adipura, 10 sertifikat Adipura, 5 plakat Adipura, serta sejumlah penghargaan kepada kepala daerah dan anggota DPRD yang secara aktif terlibat dalam komitmen menjaga lingkungan hidup di daerah mereka.

Regulasi berikut penegakan hukum yang konsisten dan tegas terbukti efektif, misalnya di Singapura. Karena itu, ia mendorong langkah serupa dilakukan seluruh pemerintah daerah di Indonesia dalam membentuk budaya masyarakat menjaga lingkungan.

Menurut Kalla, menjaga lingkungan hidup terutama menyangkut budaya masyarakat secara luas. Jadi, perlu peraturan daerah sebagai payung hukum diikuti penegakan hukum secara konsisten dan tegas oleh pemerintah. Adapun masyarakat dan pemangku kepentingan terkait, seperti swasta, harus dilibatkan dalam implementasinya secara proaktif.

Untuk itu, KLHK diminta tidak sebatas mengumumkan daerah-daerah berprestasi, tetapi juga daerah dengan kinerja buruk bidang lingkungan hidup untuk memacu kepala daerah memperbaiki lingkungan. Pemerintah pusat mengumumkan kota terkotor pada 2008 dan 2009. ”Indonesia kadang bekerja keras kalau ada rasa malu. Kalau tak ada malu, cenderung membiarkan dan menyalahkan orang lain,” kata Kalla.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati menyebut nama kota-kota terkotor tahun ini kepada wartawan. Beberapa kota terkotor, antara lain, Medan, Bandar Lampung, Manado, Sorong, dan Palu.

Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution, kemarin, mengaku tak terkejut Kota Medan mendapat predikat kota terkotor dari KLHK. Sebab, Medan belum memiliki tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah yang memadai. Apalagi, proporsi terbesar kriteria penilaian Adipura terkait TPA. ”Kami berbicara dengan Bupati Deli Serdang untuk mengaktifkan kembali TPA Namo Bintang. Kami harap tahun ini berfungsi,” katanya.

Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung Badri Tamam mengatakan tidak tahu Bandar Lampung termasuk kota terkotor. Pihaknya memiliki TPA Sampah Bakung, menerjunkan petugas kebersihan ke semua kelurahan, serta mengkaji rencana pemanfaatan sampah sebagai energi listrik dan kompos.

Adapun Wali Kota Manado Vicky Lumentut di Manado, kemarin, mengatakan, sistem penilaian yang menitikberatkan pengelolaan TPA membuat
Manado sulit meraih Adipura sebagai lambang kota bersih. Sebab, TPA Sumompo di kota itu dalam empat tahun terakhir kelebihan muatan sehingga sulit menerapkan sistem sanitary landfill.

Pengelolaan sampah
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar melaporkan, pelaksanaan program Adipura 2017-2018 menilai 369 kabupaten/kota se-Indonesia atau 72 persen dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Mutu penilaian ditingkatkan dengan memastikan penerima Adipura tak menerapkan open dumping atau pembuangan terbuka pada TPA.

Pihak KLHK mendorong TPA minimal memiliki pengelolaan controlled landfill, bahkan sanitary landfill, sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. ”Beberapa kota penerima Adipura tahun sebelumnya ternyata mengelola TPA-nya dengan open dumping sehingga pada 2018 tak mencapai kriteria yang dipersyaratkan,” katanya.

Selain itu, penerima Adipura wajib menyusun dokumen kebijakan dan strategi daerah (jakstrada) dalam pengelolaan sampah sesuai Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017. Perpres itu memuat target 2025 berupa penurunan sampah 30 persen dan 70 persen penanganan sampah sehingga 100 persen sampah terkelola.

Tahun ini, ada kategori baru berupa Penghargaan Kinerja Pengurangan Sampah. Penghargaan itu diberikan pada kota-kota yang berinovasi mengurangi sampah lewat pembatasan kantong plastik dan mendaur ulang plastik.

Pengampanye Urban dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Dwi Sawung, mengatakan, penilaian Adipura belum menggambarkan kondisi sehari-hari. Penilaian belum menyentuh sungai yang kerap menjadi tempat pembuangan sampah akibat buruknya layanan pengangkutan sampah. (AUFRIDA WISMI/VINA OKTAVIA/JEAN RIZAL LAYUK)

Editor EVY RACHMAWATI

ICHWAN SUSANTO/LAKSANA AGUNG SAPUTRA

Sumber: Kompas, 15 Januari 2019

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d blogger menyukai ini: