Riset; Antara Akademis dan Kebutuhan Masyarakat

- Editor

Senin, 23 September 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para pelaku usaha atau industri kerap menilai hasil penelitian di perguruan tinggi tidak menarik dan tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Akibatnya, industri atau investor enggan memanfaatkan dan mengembangkan sekaligus memproduksi hasil penelitian itu.

Bertahun-tahun lewat, relasi riset kampus dan kebutuhan masyarakat seperti tak beranjak. Rabu pekan lalu, Pembantu Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Universitas Gadjah Mada Dwikorita Karnawati mengangkat kembali kondisi itu ke permukaan. Ia berbicara di sela-sela seminar internasional ”Successes and Challenges in University-Industry Collaboration for Accelerating Indonesian Economic Growth” di Jakarta.

”Ada sikap atau kebiasaan peneliti yang tidak open-mind dan merasa paling benar. Kalau begini, susah kerja sama dengan industri karena industri itu melayani pasar,” kata Dwikorita.

Sikap seperti itu, ditambah keengganan mendengar atau mengakui kekurangan serta menerima masukan atas hasil penelitiannya, kata Dwikorita, justru menghambat perkembangan penelitian di perguruan tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk itu, sikap dan budaya para peneliti perlu diubah. Apalagi dengan semakin tingginya tuntutan kerja sama perguruan tinggi-industri untuk menghasilkan produk riil yang dibutuhkan masyarakat.

Namun, menurut Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Agus Subekti, sifat dan tujuan penelitian di perguruan tinggi adalah akademik. Beda dengan penelitian dan pengembangan suatu perusahaan. Meski akademik, hasil penelitian itu tetap harus diupayakan bisa diterapkan.

”Perguruan tinggi juga harus menyadari penelitian-penelitian mereka cocok dengan kebutuhan pasar dan industri,” katanya.

Untuk mengembangkan kerja sama perguruan tinggi dan industri, lanjut Agus, perguruan tinggi memiliki otonomi mengembangkan agenda penelitiannya. Supaya tidak tumpang tindih, setiap perguruan tinggi diharapkan memiliki rencana induk penelitian.

Dengan kata lain, setiap perguruan tinggi semestinya punya bidang unggulan spesifik masing-masing sesuai sumber daya yang dimiliki. Hal itu supaya lebih fokus dan tidak ramai-ramai meneliti satu hal yang sama.

Kurang menonjol
Dari sisi ketertarikan, sebenarnya tak sedikit perusahaan dari Jepang yang berminat menjalin kerja sama penelitian dengan perguruan tinggi di Indonesia. Namun, menurut Presiden Toray Group Indonesia Hideyasu Okawara, selama ini perguruan tinggi Indonesia belum menonjol.

”Kalau bisa, sebaiknya perguruan tinggi Indonesia lebih eksis menunjukkan karya-karyanya agar bisa menarik lebih banyak investor,” kata Okawara.

Penasihat Kebijakan Pendidikan Tinggi dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) di Kemdikbud Taiji Wake menambahkan, perguruan tinggi di Indonesia punya kelebihan dibandingkan dengan perguruan tinggi di Jepang, yakni ada keharusan pengabdian kepada masyarakat.

Di Jepang, perguruan tinggi hanya fokus ke pendidikan dan riset, belum ada pengabdian masyarakat. ”Ini seharusnya bisa jadi titik kekuatan dalam pengembangan riset,” kata Wake.

Perguruan tinggi boleh saja memiliki beragam alasan di balik pilihan risetnya, tetapi hendaknya melihat perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

”Kita harus mau menerima kritik dan masukan dari industri, apalagi untuk hasil riset inovatif. Sayang, belum semua peneliti punya visi bahwa hasil risetnya bisa diproduksi massal,” kata Dwikorita. (LUK/ELN)

Sumber: Kompas, 23 September 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB