Resistensi Antimikroba; Penanggulangan Belum Terintegrasi

- Editor

Senin, 1 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Resistensi antimikroba menjadi masalah global, tak terkecuali Indonesia. Namun, penanganan dari hulu hingga hilir untuk mengatasi hal itu belum menyeluruh. Padahal, resistensi antimikroba tak selalu karena klinisi, tetapi bisa terjadi sejak awal impor obat hingga pemberian pada pasien.


Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Anis Karuniawati mengatakan hal itu di sela-sela Simposium Nasional Resistensi Antimikroba Indonesia dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Klinik Indonesia 2014 (Annual Scientific Meeting of Indonesia Society for Clinical Microbiology 2014), Sabtu (29/11), di Jakarta.

Anis memaparkan, resistensi antimikroba bisa terjadi bukan semata-mata karena kesalahan dokter. Persoalan bisa muncul sejak proses impor obat, penyimpanan, distribusi, pemberian resep, apotek, hingga masyarakat. Karena itu, perlu upaya terintegrasi melibatkan banyak pihak untuk mengatasi masalah itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Aturan pemakaian antimikroba sebagai obat keras sudah ada, tetapi kepatuhan berbagai pihak masih lemah,” ujarnya. Contohnya, di lapangan ditemui masyarakat membeli bebas antibiotik tanpa resep dokter. Apotek pun melayani dengan bebas.

Resistensi antimikroba bisa disebabkan penggunaan antimikroba tak tepat atau tidak sesuai indikasi medis. Kondisi itu akan menyebabkan kuman penyakit kebal, sehingga pengobatan menjadi lebih lama dan sulit.

Untuk menanggulangi resistensi antimikroba, perlu ada data pola kuman nasional. Namun, Indonesia belum punya data nasional sebagai acuan. Sejumlah rumah sakit memiliki data pola kuman, tetapi belum dikompilasi menjadi satu data. Karena itu, data pola resistensi antimikroba di sejumlah RS perlu disatukan, disertai riset pola resistensi di kalangan masyarakat.

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Akmal Taher mengatakan, Kemkes tak bisa bertindak sendiri dalam menanggulangi resistensi antimikroba. Sebab, masalah itu menyangkut banyak pihak selain Kemkes, yakni perhimpunan profesi dokter, Badan Pengawas Obat dan Makanan, apotek, dan masyarakat.

Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan, 28 persen rumah tangga di Indonesia menyimpan antibiotik di rumahnya. Hal itu sebagai gambaran betapa masyarakat bisa mendapat antibiotik dengan bebas. Selain itu, hal itu menunjukkan resistensi antibiotik amat mungkin terjadi.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) Prof Kuntaman mengatakan, rumah sakit idealnya memiliki tenaga ahli mikrobiologi klinik. Hal itu untuk mendukung diagnosis dokter dan mengawasi penggunaan antimikroba kepada pasien.

Pada awal pasien masuk, biasanya akan dilakukan terapi empirik dengan memberi antimikroba. Ketika fasilitas alat kurang memadai dan tidak ada ahli mikrobiologi klinik, itu akan menyulitkan diagnosis penyakit. Akibatnya, pasien terus diberi antimikroba sampai diagnosis selesai. Pemakaian antimikroba tak bijak itu berpotensi menimbulkan resistensi antimikroba.

Saat ini Kemkes menyiapkan 150-160 RS rujukan regional di seluruh wilayah Indonesia. Selain untuk mendekatkan layanan kesehatan bermutu kepada masyarakat, hal itu untuk memastikan sistem rujukan berjenjang berjalan. Rumah sakit rujukan regional itu akan dilengkapi ahli mikrobiologi klinik. (ADH)

Sumber: Kompas, 1 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB