Potensi plastik daur ulang Indonesia dari sampah yang dihasilkan sangat tinggi. Namun pengelolaan sampah yang belum tertata dan menjangkau para penghasil sampah menjadikan plastik yang masih memiliki nilai tinggi karena bisa didaur ulang, tak termanfaatkan dan menjadi permasalahan lingkungan bahkan Indonesia mengimpor scrap plastik bekas dari negara lain.
Setiap pihak dari pemerintah, produsen kemasan, dan konsumen memiliki tanggung-jawab masing-masing untuk memastikan sampah dikelola dengan baik. Itu bisa terjadi apabila sistem pengelolaan sampah berjalan dan penegakan hukum dilakukan konsisten.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Contoh scrap plastik PET hasil daur ulang sampah bekas botol kemasan air minum ditunjukkan dalam diskusi #BeraniMengubah yang digelar PT Coca-Cola Indonesia, Kamis (13/6/2019) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Enri Damanhuri, Kamis (13/6/2019), di Jakarta, menunjukkan hanya 20 persen sampah plastik di Indonesia yang didaur ulang. “Sebagian besar kesana kemari dan menjadi permasalahan lingkungan,” kata dia.
Ia menyebutkan hampir semua jenis plastik secara teknis bisa didaur ulang. Namun secara perhitungan ekonomi, hanya beberapa jenis plastik yang potensial didaur ulang. Plastik yang layak secara ekonomis tersebut diantaranya jenis PET, PE, PP, HDPE, dan PVC.
Sedangkan plastik lain seperti kantong keresek, lembaran (LDPE), sachet, styrofoam (PS), dan wadah makan sekali pakai, memiliki nilai ekonomi rendah serta sulit dijual. Karena itu, jenis-jenis ini tak diambil oleh pemulung dan tidak menjadi “komoditas” yang ditransaksikan pada bank sampah.
“Hampir 60 persen plastik tidak laku, tergantung dimana pemilahannya. Ada diskriminasi plastik dalam pengumpulan,” kata dia dalam bincang bersama #BeraniMengubah yang diselenggarakan PT Coca-Cola Indonesia. Persentase ini semakin bertambah ketika pemulung atau industri daur ulang memproses plastik-plastik tersebut.
Dicontohkan, botol plastik kemasan air minum ketika diproses daur-ulang akan dibuang bagian label dan “leher” untuk membuang cincin (bekas segel pengait tutup). Bagian yang dibuang mencapai 25 persennya yang kembali menjadi sampah dan umumnya dibuang atau dibakar yang membahayakan kesehatan lingkungan. Karena itu, lanjut Enri, produsen memiliki tanggung-jawab untuk mengubah kemasan lebih sederhana dan mudah didaur-ulang.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Para pembicara dalam diskusi #BeraniMengubah yang diselenggarakan PT Coca-cola Indonesia, Kamis (13/6/2019), melihat hasil pengolahan botol bekas wadah air minum berjenis plastik PET, Kamis (13/6/2019) di Jakarta. Tampak dari kiri Triyono Prijosoesilo (Public Affairs and Communication Director PT Coca-Cola Indonesia), Enri Damanhuri (Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung), dan Gunawan Mangunsukarjo (Region Technical Director PT Coca-Cola Indonesia).
Triyono Prijosoesilo, Public Affairs and Communication Director PT Coca-cola Indonesia, mengatakan, secara global Coca-cola menargetkan pada tahun 2025 seluruh kemasan produknya bisa didaur ulang. Selain itu, pada tahun 2030 sejumlah 50 persen kemasan produk menggunakan bahan daur ulang (recycle). Seluruh kemasan produk yang terjual bisa dikumpulkan kembali.
Gunawan Mangunsukarjo, Region Technical Director PT Coca-cola Indonesia menambahkan bobot plastik kemasan botol air minum Ades dikurangi dari 17 gram menjadi 10,5 gram. Ini untuk mengurangi pemakaian plastik namun tetap memastikan perlindungan pada produk.
Selain itu, perusahaan juga sedang mengarahkan agar semua kemasan menggunakan PET berwarna bening putih. Termasuk, hal ini akan mengubah kemasan botol Sprite yang selama ini berwarna hijau. Ini dilakukan karena botol PET berwarna bernilai rendah sehingga kurang menarik bagi pemulung.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Triyono Prijosoesilo (Public Affairs and Communication Director PT Coca-Cola Indonesia–Difoto pada 13 Juni 2019 di Jakarta.
Triyono menambahkan, di Jakarta dan sekitarnya sekitar 70 persen botol PET dari berbagai merek masuk ke dalam industri daur ulang. Sisanya, tak terkelola dan acap kali menjadi beban lingkungan.
Pihaknya bergabung bersama sejumlah raksasa membentuk Aliansi untuk Kemasan dan Daur Ulang bagi Indonesia Berkelanjutan (Praise). Anggotanya terdiri dari PT Coca-Cola Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Nestle Indonesia, PT Tetra Pack Indonesia, PT Tirta Investama, dan PT Unilever Indonesia Tbk dengan menyediakan dropbox pengumpulan kemasan.
Hingga kini, kata Triyono, aliansi menempatkan 100 dropbox di Bekasi dan 100 dropbox di Jakarta. Hasil pengumpulan ini kemudian dikirim ke industri daur ulang.–ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 14 Juni 2019