Logam Tanah Jarang atau Rare Earth Element saat ini digadang-gadang sebagai sumber energi masa depan dunia. Indonesia ditengarai menjadi salah satu negara yang menyimpan potensi besar tersebut. Sayangnya, eksplorasinya belum dilakukan secara sistematis.
Logam Tanah Jarang (LTJ) adalah salah satu endapan mineral tanah yang terdiri dari 17 unsur kimia. Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (16/10/2019), mengatakan, masing-masing unsur LTJ memiliki kegunaan beragam yang bisa dimanfaatkan untuk industri pertahanan, elektronik hingga otomotif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA –Ekspedisi NKRI yang diadakan TNI berhasil menemukan berbagai batu yang mengandung “logam tanah jarang” yang langka dan berharga. Wakil KSAD Letjen Munir (kanan) saat menutup ekspedisi, Sabtu (6/6/2015) mengharapkan hasil ekspedisi ini bisa dimanfaatkan pemerintah.
Dalam kehidupan sehari-hari, LTJ bisa menjadi bahan baku dalam pembuatan keramik, komponen pada barang-barang elektronik, dan magnet permanen. Selain itu, LTJ juga dapat menjadi konverter katalis pada mobil dan memurnikan minyak.
Meski potensinya cukup besar, sayangnya pemanfaatannya di Indonesia belum dikelola secara optimal. Saat ini, sumber daya LTJ memang masih terkonsentrasi di sedikit negara, seperti Cina dan Amerika Serikat (AS). Sebab, lokasi cadangannya memang spesifik berada di wilayah geologi tertentu.
“Kebutuhan untuk industri terus meningkat sehingga harganya membumbung tinggi. Banyak negara berebut untuk memonopoli dan mengontrolnya,” kata Sukmandaru.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi LTJ di berbagai wilayah, antara lain, di wilayah granit tua Bangka, Belitung, sebagian Kalimantan Barat, sebagian kepala burung Pulau Papua, dan batuan peralkaline Sulawesi Tengah.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Pemanfaatan Limbah Tambang Timah – Peneliti melakukan pemisahan logam tanah jarang dari mineral monasit yang merupakan limbah dari tambang timah di laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional, kawasan Babarsari, Kecamatan Depok, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (4/1/2017). Unsur kimia hasil pemisahan tersebut antara lain Thorium (Th) yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu komponen bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
Sukmandaru juga menilai eksplorasi LTJ selama ini masih cenderung dilakukan secara sporadis, baik oleh Badan Geologi atau PT Timah. Pemerintah didorong untuk melakukan eksplorasi yang lebih sistematik guna mengetahui sumber daya dan cadangan LTJ nasional.
Meski belum ada kajian ekonomis secara nasional yang dilakukan di Indonesia, melihat kegunaannya, Sukmandaru meyakini bahwa LTJ akan menjadi sumber energi strategis pada masa mendatang. “Penting untuk membangun ketahanan dan kedaulatan energi masa depan,” tambahnya.
LTJ tersebut juga menjadi mineral ikutan saat proses eksplorasi mineral radioaktif dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). LTJ tersebut bercampur dengan uranium dan thorium yang digunakan Batan sebagai bahan bakar reaktor riset mereka. Melihat potensi yang dimiliki, Batan turut membantu hilirisasi dari LTJ tersebut.
Cat antiradar
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan mengatakan, Batan tengah mengembangkan salah satu unsur LTJ yakni lanthanum untuk dijadikan bahan campuran cat. Unsur lanthanum tersebut berfungsi menjadikan cat menjadi tidak terdeteksi oleh radar.
“Memang belum sampai tahap produksi. Ke depan, cat ini juga bisa digunakan untuk jet tempur dan sebagainya,” katanya.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan.
Saat ini, uji coba telah dilakukan Batan bekerja sama dengan salah satu perusahaan cat di Indonesia. Cat hasil campuran lanthanum yang diujicobakan pada kapal tersebut berhasil menghilangkan kapal dari pantauan radar.
Menurut Anhar, saat ini Batan mampu menyediakan teknologi untuk mencampurkan lanthanum ke dalam cat sesuai dengan komposisi yang ideal. Adapun untuk tahapan produksinya tergantung pada perusahaan cat tersebut.
Kendati demikian, LTJ akan terus dihilirisasi. Batan juga menjalin kerja sama dengan PT Timah untuk mendukung hal tersebut. PT Timah memiliki banyak monasit dari hasil penambangan timah mereka yang di dalamnya mengandung LTJ. Dalam hal ini, Batan membantu mereka untuk memisahkan unsur uranium dan thorium dalam monasit tersebut sebelum mencari kandungan LTJ.
“Uranium dan thorium dipisahkan oleh Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN), sedangkan pencarian LTJ dilakukan oleh tim di Yogyakarta. Saat ini pilot plan sedang dikembangkan,” kata Anhar.
Kepala PTBGN Batan Yarianto Sugeng Budi Susilo mengungkapkan, LTJ yang terkandung dalam monasit cukup potensial berada di sepanjang jalur timah. Mulai dari Thailand, Malaysia, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, hingga Kalimantan Barat.
Jika merujuk pada data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Yarianto mengungkapkan, jumlah bijih LTJ yang terkandung di Indonesia mencapai miliaran ton. “Namun angka tersebut masih perlu diukur secara pasti,” ujarnya.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) Batan Yarianto Sugeng Budi Susilo.
Adapun, berdasarkan kajian lingkungan yang pernah dilakukan oleh Batan, terdapat anomali radioaktif yang besar di Mamuju, Sulawesi Barat. Setelah didalami, ternyata terdapat potensi LTJ yang tidak terikat dengan monasit. PTBGN Batan saat ini fokus melakukan eksplorasi di kawasan tersebut.
“Kandungan uranium dan thoriumnya juga potensial. Jumlahnya belum bisa disebutkan secara pasti, karena perlu waktu untuk pendataan tersebut,” katanya.
Baterai mobil listrik
Yarianto menambahkan, selain lanthanum, ada beberapa unsur kimia lain di dalam LTJ yang juga memiliki potensi menjanjikan. Salah satunya adalah neodymium yang marak digunakan sebagai baterai pada mobil listrik.
Menurut Direktur Pengembangan Usaha dan Niaga PT Timah Trenggono Sutioso, sudah ada banyak industri yang mengincar LTJ, baik untuk keperluan bahan baterai mobil listrik atau alat pertahanan. Potensi pasar yang besar membuat PT Timah memberanikan diri untuk melakukan hilirisasi LTJ tersebut.
“Sejak masa lalu, baik dari tambang laut dan tambang darat belum kita eksplorasi. Kita yakin bahwa sumber daya ini layak untuk dikembangkan,” katanya.
Trenggono mengatakan, saat ini PT Timah tengah mengembangkan pabrik pengolahan monasit untuk menghasilkan RE Carbonate. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pabrik tersebut nantinya juga akan mengekspor hasil olahan monasit tersebut.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Direktur Pengembangan Usaha dan Niaga PT Timah Trenggono Sutioso.
Hingga kini, PT Timah masih menunggu revisi Peraturan Menteri ESDM yang mengatur mengenai kadar minimum yang boleh diekspor. Konstruksi pabrik akan dibangun begitu izin berhasil didapatkan. Selama ini, pilot plan juga sudah dibentuk.
“Pilot plan tersebut bisa menghasilkan 50 kilogram per batch, namun belum sampai pada skala ekonomis. Kita masih meyakinkan bahwa monasit yang ada sesuai dengan yang diharapkan,” kata Trenggono.–FAJAR RAMADHAN
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 16 Oktober 2019