Pohon Langkap Ancam, Stok Pakan Badak Jawa

- Editor

Senin, 12 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pohon langkap (Arenga obtusifolia) di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, mengancam ketersediaan pakan satwa endemik Ujung Kulon, badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Keberadaan pohon itu sangat invasif sehingga pertumbuhan tanaman lain terhambat.

impinan Proyek Ujung Kulon WWF Indonesia Elisabeth Purastuti, di Pandeglang, Banten, Jumat (9/5), mengatakan, persebaran langkap setidaknya 60 persen dari luas daratan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Taman nasional itu terdiri dari daratan seluas 78.619 hektar dan perairan seluas 44.337 hektar.

Di daerah Cidaon, misalnya, langkap mudah ditemui. Banyak langkap setinggi lebih dari 20 meter. Sementara di sekitar pohon sejenis palem-paleman itu tidak terlihat tanaman lain tumbuh. Langkap juga kian banyak karena persebaran musang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Elisabeth, pihaknya belum mengetahui peningkatan persentase luas wilayah TNUK yang ditumbuhi langkap. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat persebarannya. Hasil pemetaan diharapkan diketahui akhir Juni 2014.

”Dari pengamatan, tampak persebaran langkap memang kian luas. Di beberapa daerah di TNUK yang dulu tak ditemukan langkap sekarang ada,” ujarnya.

Staf Monitoring Badak pada Proyek Ujung Kulon WWF Indonesia Ridwan Setiawan mengatakan, langkap menghambat pertumbuhan tanaman lain karena punya daya alelopati. ”Kemampuan itu membuat tanaman lain tak dapat hidup di sekitar langkap. Diduga ada zat yang dikeluarkan langkap,” katanya.

Akan tetapi, zat itu tidak berpengaruh pada langkap lain. Akibatnya, persebaran tanaman lain yang daunnya dikonsumsi badak jawa, seperti kawao, kililin, dan bangban, terkendala. Antisipasi dilakukan dengan eradikasi.

”Langkap dipotong secara terkendali. Penanganan dilakukan terhadap langkap yang buahnya belum matang. Kami juga melakukan pembersihan lahan dan pengawasan,” ujarnya.

Penanggung Jawab Unit Pemantau Badak dan Unit Kesehatan Badak pada Balai TNUK Muhiban mengatakan, jumlah badak jawa tahun 2013 ada 58 ekor. Jumlah itu tak banyak berubah. Tahun 2003, jumlahnya 44 ekor dan pada 2008 ada 58 ekor.

Muhiban mengatakan, ancaman kurang pakan karena invasi langkap sangat besar. Badak merupakan pemakan daun. ”Mereka makan pucuk atau daun muda. Selain itu, badak mengonsumsi buah-buahan dan liana (tumbuhan merambat),” ucapnya.

Terdapat 253 jenis tanaman yang menjadi pakan badak. Jumlah itu terdiri atas 73 famili. Selain langkap, ancaman ketersediaan pakan meningkat karena badak dan banteng menghuni ruang yang sama. (BAY)

Sumber: Kompas, 12 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 110 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB