Bencana tsunami akibat letusan Gunung Anak Krakatau di wilayah pesisir Banten dan Lampung mengingatkan akan perlu segeranya pencarian habitat kedua bagi badak jawa. Spesies yang hanya tersisa 67 ekor dan habitatnya kini hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon ini bisa punah bila kekuatan bencana ini seperti terjadi pada letusan Gunung Krakatau 1883.
Hingga saat ini, pencarian habitat kedua telah mengerucut pada Cagar Alam Cikepuh di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Namun kondisinya telah terancam perambahan serta dekat dengan lokasi pelatihan militer.
“Sangat perlu disegerakan itu habitat kedua untuk badak jawa,” kata Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (24/12/2018) saat dihubungi sedang menengok kondisi TN Ujung Kulon dan staf-stafnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara terpisah, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Eksploitasia mengatakan inisiasi pencarian habitat kedua bagi badak jawa yang dimulai lebih dari 10 tahun lalu, pertimbangan utama adalah ancaman bencana Krakatau. Semula terdapat beberapa lokasi kandidat habitat kedua, lalu mengerucut pada Cagar Alam Cikepuh. Pada awal tahun 2019, tim penilai kelayakan habitat kedua akan diturunkan kembali ke Cagar Alam Cikepuh untuk melakukan penilaian.
ARSIP BALAI TAMAN NASIONAL UJUNG–Anak Badak Jawa Di TN Ujung Kulon–Balai Taman Nasional Ujung Kulon mempublikasikan foto induk dan anak badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Dalam kurun waktu Maret-Agustus 2015 terpantau dan terekam tiga kelahiran badak jawa di Ujung Kulon.
Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (Yabi) Widodo Ramono mengatakan kondisi habitat kedua di CA Cikepuh kurang memenuhi. Alasannya, di tempat itu dijumpai banyak perambahan dan penggembalaan di dalam hutan. “Ada juga latihan militer di situ, kan repot,” ujarnya.
Penilaiannya, Jawa sudah tak lagi memiliki hutan terlindungi yang mirip Ujung Kulon. Pernah, kata dia, ada usulan untuk memindahkan badak ke TN Baluran dan TN Alas Purwo di Jawa Timur. Namun kondisinya terlalu kering dan mengalami “musim gugur” saat kemarau.
Hal itu tidak cocok dengan badak yang membutuhkan habitat hutan “selalu hijau” sepanjang tahun. Widodo menyebutkan bila memungkinkan habitat kedua tersebut yaitu di Sumatera. “Rencana ke depan, kita lagi membuat Emergency Action Plan untuk badak. Semoga Sumatera bisa mulai ditengok (jadi habitat kedua). Dulu orang bilang Jawa saja sebagai habitat kedua, tapi Jawa di mananya,” kata dia.
Ia yakin hutan Sumatera memiliki habitat yang cocok bagi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) karena juga jadi habitat badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Selain itu, terdapat catatan badak jawa pernah ditemukan di belantara Sumatera. Catatan ini ada pada www.rhinoresourcecenter.com yang menunjukkan foto JC Hazewinkel, pemburu badak berpose duduk di atas buruannya (badak jawa) di Sumatera bagian Selatan pada tahun 1928.
WWW.RHINORESOURCECENTER.COM–Pemburu badak, JC Hazewinkel pada tahun 1928 berpose di atas buruannya, badak jawa di Sumatera bagian Selatan. Foto ini membuktikan badak jawa yang kini habitatnya terpojok di Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, pernah hidup di wilayah Sumatera.
Sisir pantai
Pascatsunami kemarin, Dirjen KSDAE KLHK Wiratno mengatakan telah memerintahkan jajarannya di TN Ujung Kulon untuk mengecek di wilayah pesisir untuk mengetahui dampaknya bagi badak. Sebab, badak memiliki perilaku mengasin atau mencari mineral garam di pinggir pantai.
Kematian badak jawa yang teridentifikasi bernama Samson, 23 April 2018, di pinggir Pantai Karang Panjang di TN Ujung Kulon, menguatkan bukti badak gemar ke pantai. Hasil nekropsi ketika itu menunjukkan individu yang diperkirakan berusia 30 tahun ini mati karena kholik atau torsio usus dengan kondisi cula masih utuh melekat.
Sejak tahun 1987 fauna dilindungi ini relatif aman dari perburuan. Kata dia, perburuan yang masih terjadi menyasar rusa atau burung, bukan badak. Seperti beberapa waktu lalu terjadi di wilayah Panaitan yang melibatkan oknum polisi berinisal BM dengan pangkat komisaris besar serta tujuh pelaku lain tertangkap sedang berburu rusa timor. (Kompas.id, 4 Desember 2018).
Direktur Eksekutif Yabi Widodo Ramono menduga kondisi badak akibat bencana kemarin relatif aman karena tsunami setinggi 2 meter. Namun bila tsunami lebih dari 10 meter seperti pernah terjadi pada 1883 akibat letusan Gunung Krakatau, populasi badak jawa bisa hilang. Sebab, badak memiliki habitat baik pada daerah dengan ketinggian sekitar 10 meter di atas permukaan laut.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 26 Desember 2018