Penguatan perlindungan Hutan Batang Toru terus didorong untuk menjaga ekosistem dan biodiversitas unik dan endemik setempat yang sangat kaya tetap terjaga.
Sejumlah pihak terus mendorong penguatan perlindungan ekosistem Hutan Batang Toru yang terbentang di tiga kabupaten di Sumatera Utara, yakni Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Sebab, selain menjadi habitat bagi spesies endemik yang terancam punah dan sumber keanekaragaman hayati lain, banyak masyarakat sekitar yang sangat bergantung pada ekosistem hutan ini.
Hal itu mengemuka dalam diskusi daring bertajuk ”Mendorong Penguatan Perlindungan Ekosistem Hutan Batang Toru” yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Rabu (8/7/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara Dana Tarigan mengemukakan, Batang Toru memiliki banyak potensi, tetapi berbanding terbalik dengan proses perlindungannya. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya perusahaan perkebunan ataupun pertambangan yang membangun korporasinya dan mendapatkan konsensi di kawasan Batang Toru.
Selain itu, perlindungan ekosistem penting dilakukan karena masyarakat asli Batang Toru banyak menggantungkan hidupnya di kawasan tersebut. Masyarakat setempat di antaranya memanfaatkan lahan untuk berladang, berkebun, dan menjadi sumber air.
”Di luar investasi dari pihak swasta juga terdapat aktivitas pembukaan lahan untuk pertanian, tetapi dilakukan bukan oleh masyarakat lokal. Semua kegiatan ini dikhawatirkan membuat degradasi terhadap luas tutupan hutan dan sungai Batang Toru serta mengganggu eksistensi masyarakat adat,” ujarnya.
Pakar biodiversitas dari Universitas Sumatera Utara, Onrizal, mengatakan, berdasarkan riset yang telah dilakukan, ekosistem Hutan Batang Toru memiliki keanekaragaman flora yang sangat tinggi. Sebanyak 200 jenis anggrek yang didominasi anggrek epifit dan 12 jenis kantong semar serta tumbuhan unik lainnya ditemukan di Batang Toru.
Dalam petak 0,8 hektar, terdapat j218 jenis pohon langka. Lebih kurang 30 persen jenis pohon yang ditemui hanya terdiri dari satu individu. Keanekaragaman flora ini tertinggi dibandingkan dengan ekosistem hutan di kawasan lainnya di Pulau Sumatera.
Sebagai pembanding, Taman Nasional Tesso Nilo, Pelalawan, Riau, hanya memiliki 215 jenis pohon pada petak seluas 0,8 hektar. Sementara di kawasan Rimbo Panti, Pasaman, Sumatera Barat, ditemukan 154 jenis pohon dengan cakupan petak yang sama. Sementara di kawasan Ketambe, Aceh Tenggara, Aceh, hanya ditemukan 81 jenis pohon dalam petak seluas 0,4 hektar.
Selain flora, keanekaragaman fauna juga sama tingginya di Batang. Tercatat 91 jenis mamalia terdapat di Batang Toru seperti orangutan tapanuli, owa, siamang, kukang, trenggiling, landak, beruang madu, dan tapir serta berbagai jenis burung. Namun, beberapa jenis satwa tersebut semakin sedikit populasinya dan terancam punah.
”Batang Toru menjadi habitat satwa langka seperti orangutan tapanuli karena sebagian besar pohon di sana merupakan sumber pakan orangutan,” kata Onrizal.
Kekhawatirannya, terdapat banyak jenis pohon dalam satu petak tetapi mayoritas ditemukan hanya terdiri dari satu spesies. Ini menunjukkan kerentanan sehingga perlu upaya menjaga kekayaan flora setempat.
Habitat terakhir
Pakar orangutan dari Liverpool John Moores University, Serge Wich, mengatakan, ekosistem Batang Toru adalah habitat terakhir untuk orangutan tapanuli yang merupakan spesies kera besar terlangka di dunia. Orangutan tapanuli baru dideskripsikan sebagai jenis tersendiri pada 2017 berdasarkan perbedaan genetika, morfologi, dan ekologi. Diperkirakan jumlah orangutan tapanuli saat ini tidak lebih dari 800 ekor.
Orangutan tapanuli rentan terhadap kepunahan karena perkembangbiakannya yang sangat lambat. Orangutan ini baru memiliki anak pada usia 15 tahun dan hanya melahirkan setiap tujuh hingga sembilan tahun. Populasi orangutan tapanuli juga kecil dan terfragmentasi.
Saat ini, populasi orangutan tapanuli di Batang Toru terbagi dalam tiga blok hutan. Blok Barat dengan populasi mencapai 581 ekor, Blok Timur 162 ekor, dan Blok Sibual-buali 24 ekor. Adapun total luas daerah jelajah orangutan tapanuli diperkirakan hanya sekitar 1.023 kilometer persegi.
Oleh PRADIPTA PANDU
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 8 Juli 2020