Perkuat Riset ke Hilir

- Editor

Rabu, 17 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah Hasil Penelitian Teronggok, Berulang, dan Minim Publikasi
Perguruan tinggi didorong untuk menguatkan riset yang tak sekadar menghasilkan publikasi ilmiah, tetapi juga inovasi yang dapat diproduksi massal dan dikomersialkan. Ada wacana agar perguruan tinggi negeri diwajibkan untuk menghasilkan minimal satu inovasi per tahun.

Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Dimyati, Selasa (16/2), di Jakarta, mengatakan, terintegrasinya pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi harus membuahkan hasil hingga terjadinya hilirisasi penelitian. Untuk itu, penguatan riset di perguruan tinggi dilakukan, termasuk menguatkan kolaborasi riset di perguruan tinggi dengan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) pemerintah hingga litbang industri.

“Riset-riset yang ada selama ini banyak yang tumpang tindih. Bukan saja terjadi antara satu perguruan tinggi dan yang lainnya, melainkan juga dengan litbang yang ada. Karena itu, dengan disiapkan rencana induk riset nasional (RIRN), diharapkan riset bisa saling melengkapi dan fokus pada keunggulan masing-masing. Dengan mengacu pada RIRN, meski sumber daya penelitian terbatas, tetap bisa fokus dan hasilnya optimal,” kata Dimyati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Dimyati, anggaran riset di perguruan tinggi terus meningkat. Dari APBN setidaknya tersedia anggaran penelitian untuk perguruan tinggi Rp 1,5 triliun. Selain itu, dana riset juga bisa didapat dari pemanfaatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) setiap perguruan tinggi.

Dari hasil Rapat Kerja Nasional Kemristek dan Dikti 2016, beberapa waktu lalu, PTN diminta untuk merealokasi dana dari masyarakat/PNBP. Minimum 25 persen untuk PTN badan hukum, 15 persen untuk PTN badan layanan umum, dan 10 persen untuk PTN satuan kerja. Adapun PTN baru dikecualikan dari ketentuan ini.

Selain itu, ada pula dana penelitian dari Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan senilai Rp 300 miliar. Pemerintah juga menggencarkan kerja sama riset dengan negara lain yang juga melibatkan perguruan tinggi.

Penelitian di perguruan tinggi pun harus mengacu pada bidang riset nasional untuk mendukung pembangunan bangsa. Bidang riset meliputi energi, pangan dan pertanian, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, hankam, material maju, sosial humaniora (termasuk di dalamnya riset bidang pendidikan dan seni), kemaritiman, kebencanaan, serta kebijakan publik.

Saat ini, proses bisnis dan output lembaga penelitian ditetapkan berbeda. Lembaga penelitian akademik harus menghasilkan publikasi internasional, paten, prototipe (tingkat kesiapan teknologi/TRL 6 dan 7). Adapun lembaga penelitian inovatif menghasilkan TRL 9 dengan hasil penelitian secara teknologi siap diproduksi massal dan dikomersialkan. Ada pula pusat unggulan iptek, yakni yang sudah memiliki inovasi yang dikomersialkan, dan science and techno park sebagai inkubasi untuk wadah bagi pengusaha pemula berbasis teknologi.

Secara terpisah, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, penelitian tidak selesai pada dibuatnya laporan. Ada satu tahap lagi yang penting, yakni diseminasi hasil riset tersebut sehingga dimanfaatkan dan diterapkan. Indikator utama keberhasilan riset adalah aplikasi dan pengembangannya.

Teronggok
“Faktanya, hasil riset kita justru banyak teronggok di perpustakaan pribadi, perpustakaan kampus, dan tidak terpublikasi secara meluas,” ujar Edy.

Hal ini, menurut Edy, tak hanya memboroskan anggaran, tetapi juga membuat hasil penelitian tak diterapkan dan terjadi pengulangan obyek penelitian yang sama. Sejumlah penelitian tidak mengandung kebaruan, hanya formalitas, serta hanya dalam rangka pemenuhan angka kredit untuk kenaikan pangkat dosen dan peneliti. (ELN)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Februari 2016, di halaman 12 dengan judul “Perkuat Riset ke Hilir”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB