Pemerintah kini mengkaji penindakan hukum terhadap impor bahan baku daur ulang yang menyertakan sampah dan limbah bahan beracun berbahaya. Perundangan di Indonesia melarang sampah dari luar negeri dibawa masuk ke wilayah Indonesia.
Di sisi lain, penanganan terhadap berbagai sampah rumah tangga yang telanjur masuk dan menyebar di berbagai tempat mendesak untuk ditangani. Sampah-sampah dari luar negeri yang menyebar di sejumlah wilayah di Jawa Timur tersebut menambah beban lingkungan yang juga kewalahan menangani sampah domestiknya.
BEA DAN CUKAI TANJUNG PERAK–Kontainer berisi sampah dari Amerika Serikat di Terninal Teluk Lamong, Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“ Tim kami mendalami terkait adanya transboundary limbah, kami melihat apa ada indikasi pidana pelanggaran hukumnya. Kami sedang dalami,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (17/6/2019) di Jakarta.
Ia mengatakan reekspor yang telah dilakukan tak membuat langkah penegakan hukum bisa dihentikan. Pihaknya mendalami kasus impor kertas daur ulang tercampur sampah maupun limbah oleh industri daur ulang di Kota Surabaya dan sekitarnya tersebut dari periode waktu, indikasi modus, hingga berbagai telaah lain.
“Kami bekerja sama dan menunggu informasi juga dari focal point kasus ini dan Konvensi Basel yaitu Ditjen (Direktorat Jenderal) Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (KLHK),” kata dia. Pendalaman kasus ini ditargetkan selesai pekan depan untuk ditentukan kasus berlanjut ke projusticia atau diselesaikan dengan jalur lain.
Ditanya terkait bukti sampah-sampah yang mengotori sejumlah kelurahan di Gresik dan Mojokerto, ia mengatakan fakta-fakta tersebut akan diverifikasi di lapangan. Indikasi awal, sampah-sampah yang menurut laporan Yayasan Ecoton berupa kemasan makanan, kosmetik, cairan pembersih, dan popok bekas tersebut sebagian besar dari Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris.
“Sumber-sumber sampah yang diidentifikasi ilegal. Ada Undang Undang Pengelolaan Sampah dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan yang dilanggar,” kata dia.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani didampingi Direktur Pidana KLHK Yazid Nurhuda (kiri),, Senin (29/4/2019) di Jakarta, berbicara kepada sejumlah media terkait penanganan kasus-kasus kejahatan lingkungan yang ditanganinya.
Dipulangkan
Di Batam, Kepulauan Riau, 65 kontainer sampah plastik yang diduga terkontaminasi limbah B3 belum dipulangkan ke negara asal. Kini baru 28 kontainer dibuka. Ada 10 kontainer dinyatakan bersih dan 18 kontainer lain diambil sampel untuk uji laboratorium.
”Pengambilan sampel uji laboratorium ditargetkan rampung dalam sepekan. Jika terkontaminasi limbah B3, dalam 90 hari setelah kedatangan, kontainer harus sudah dipulangkan ke negara asal. Itu sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam Herman Rozie.
Sebanyak 65 kontainer diduga tercemar limbah B3 itu diimpor dari AS dan sejumlah negara di Eropa oleh PT Royal Citra Bersama, PT Wiraraja Plastikindo, PT Tan Indo Sukses, dan PT Hong Tay. Sampah plastik diolah menjadi bijih plastik dan material setengah jadi lain untuk diekspor lagi ke China dan India.
”Sepanjang 2018, ada 30 perusahaan daur ulang berbahan sampah plastik impor yang izinnya ditolak. Harapannya, muncul industri daur ulang yang bahannya memakai sampah dari Batam dan bukan impor dari negeri orang,” kata Herman.
Sementara itu, Bea dan Cukai Tanjung Perak, Surabaya, memperketat pengawasan isi peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak. Itu dilakukan setelah ditemukan sampah di lima kontainer mengandung sampah non-B3 asal AS. ”Jangan sampai barang yang tak sesuai ketentuan lolos,” kata Kepala Kantor Bea dan Cukai Tanjung Perak Basuki Suryanto.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo mendalami dugaan pemakaian sampah plastik impor sebagai bahan bakar pada produksi industri kecil, seperti produsen tahu. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo Sigit Setiawan, sampah plastik menjadi bahan bakar sejak 2012.
Penanganan pada desa
Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Dwi Sawung mendesak penegakan hukum bagi importir yang sengaja maupun tidak melaporkan produk impornya yang terkontaminasi sampah dan limbah. Sampah-sampah tersebut, sebagian dimanfaatkan pemulung serta sebagian besar tertimbun di pekarangan maupun dibakar.
“Kami juga mendesak penanganan pada desa-desa yang dipenuhi sampah impor itu. Idealnya, sampah-sampah ini dikembalikan lagi ke negara asalnya,” katanya.
Ia tak rela tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia menampung sampah-sampah impor tersebut. Ia pun tak rela bila pemerintah mengambil solusi cepat dengan menghabisi sampah-sampah pengotor tersebut dalam incinerator maupun menjadi bahan bakar bagi industri tahu dan kapur seperti terjadi saat ini.
Selain penegakan hukum bagi pelaku yang membawa sampah luar negeri ke dalam negeri, Dwi Sawung pun mendesak agar Indonesia memperbaiki sistem perdagangan bahan baku daur ulang tersebut. Ia meminta agar celah HS Code berupa lain-lain maupun mix/campuran dihapuskan.
Jadi meski terpaksa industri harus mengimpor bahan baku daur ulang dari luar negeri, materialnya bersih dan mudah diawasi. Praktik saat ini, industri mengimpor misalnya mix paper atau kertas campuran, pada praktiknya tercampur dengan pengotor sampah-sampah rumah tangga.
Dalam HS Code ada spesifik untuk kertas putih, karton/kardus, dan kertas koran/majalah. “Saya setujunya nol persen (pengotor) dalam impor tersebut,” kata dia.
Lebih lanjut, ia pun mendesak agar perbaikan pengelolaan sampah di Indonesia. Ia mengatakan jumlah sampah yang sangat besar di Indonesia serta sebagian masih tak terkelola, merupakan bahan baku bagi industri daur ulang. Menurut data KLHK, dari sekitar 65 juta ton timbulan sampah di Indonesia per tahun, sejumlah 28 persennya belum terkelola. (NDU/NIK/SYA)
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 18 Juni 2019