Pelengkap Super Deduction Tax BRIN

- Editor

Senin, 16 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Institusi riset dan inovasi diharapkan dapat melakukan pembenahan terutama sisi supply yang harus diarahkan pada upaya bagaimana supply creates its own demand terhadap pihak industri baik di dalam maupun luar negeri.

Menteri Riset dan Teknologi, Bambang PS Brodjonegoro, dalam wawancaranya dengan harian ini beberapa waktu lalu mengatakan besaran anggaran penelitian dan pengembangan (litbang) ditarget 2,5 persen PDB atau 7 triliun dollar AS. Kenaikan dana tersebut ditetapkan saat menyusun visi Indonesia 2045 pada waktu yang bersangkutan sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas.

Indonesia ditarget menjadi negara maju pada 2040 dengan pendapatan per kapita lebih dari 13.000 dolar AS atau sekitar Rp. 182 juta per orang per tahun. Dana itu sebagian besar diharapkan disumbang swasta. Selama ini, kondisinya terbalik karena mayoritas dana riset dari pemerintah. Dengan fasilitas pajak, diharapkan menarik swasta melakukan litbang (Kompas, 29 November 2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Terlepas bagaimana metode kalkulasi yang digunakan dan mengapa besaran target anggaran litbang hanya sebesar 2,5 persen PDB tidak seperti Korea Selatan yang saat ini saja sudah mencapai 4.3 persen PDB, solusi untuk membalikkan sumber dana litbang dari APBN kepada swasta/industri tentu lebih penting untuk didiskusikan di sini. Apalagi Presiden Jokowi telah menetapkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga yang harus merealisasikan hal tersebut. Ditambah lagi rencana Pemerintah akan membangun kompleks riset dan inovasi di areal ibu kota Negara baru di Kalimatan Timur (Kompas, 3/12/2019). Lantas, bagaimana pendekatannya?

Dua Pendekatan
Menristek sekaligus Kepala BRIN dengan lantang mengatakan ada dua pendekatan yang akan dilakukan untuk menjangkau industri (Kompas 29 November 2019). Pertama, dengan mendorong memanfaatkan Super Deduction Tax sampai 300 persen melalui PP No. 45/2019 tentang Perubahan atas PP No.94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Perlunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun berjalan.

Tegasnya dinyatakan dalam PP No. 45/2019 pasal 29 C ayat 1: “Kepada wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen (tiga ratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Kemudian di ayat (2) pasal yang sama dinyatakan : “Kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, penguasaan teknologi baru, dan atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional”.

Pendekatan kedua yakni pemerintah akan mendorong swasta yang tertarik meneliti bekerjasama dengan lembaga penelitian non-kementerian (LPNK) di bawah Kemristek atau lembaga litbang kementerian dan lembaga lain meski tanpa insentif khusus. Namun, penelitian harus sesuai prioritas riset nasional.

Substansi kedua pendekatan ini bukan barang baru. Insentif fiskal dan non-fiskal seperti ini pernah dilakukan pada jaman Menristek Kusmayanto Kadiman (KK) melalui penerbitan PP nomor 35 tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayaasaan, Inovasi dan Difusi Teknologi.

Dalam PP tersebut ditegaskan, badan usaha yang mengalokasikan sebagian pendapatan untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi dapat diberikan insentif dalam bentuk insentif perpajakan, kepabeanan, dan/atau bantuan teknis penelitian dan pengembangan.

Namun sayang dalam pelaksanaannya, otoritas pajak berkeberatan untuk menerapkannya karena kekuatiran akan menyebabkan tidak tercapainya target pendapatan negara melalui pajak pada tahun yang bersangkutan atau yang disebut revenue forgone (Amin Soebandrio, Kompas 27 Januari 2009). Untuk meminimalisir ketidak berhasilan kedua pendekatan ini dengan hadirnya BRIN, perlu pendekatan pelengkap berikut ini.

Pendekatan Pelengkap
Pendekatan pelengkap yang dimaksud yakni pendekatan yang lebih menekankan bagaimana upaya insitusi riset dan inovasi untuk lebih ‘menjual dirinya’ kepada pihak swasta/industri. Upaya menjual diri tersebut paling tidak harus dilakukan dalam satu tahun. Dalam satu tahun Kemenristek/BRIN harus berhasil membenahi sisi supply atau produksi seluruh institusi yang terlibat dengan riset dan inovasi.

Pembenahan sisi supply tersebut harus diarahkan pada upaya bagaimana supply creates its own demand. Hal ini dapat dilakukan tidak hanya sebatas pembenahan faktor produksi lembaga riset dan inovasi seperti SDM unggul, kelengkapan infrastruktur penelitian, dan pembenahan tema/topic/ide penelitian, melainkan juga yang menyangkut manajemen, koordinasi dan sinergi terarah terhadap lembaga riset dan inovasi dibawah naungan BRIN itu sendiri.

Khusus untuk faktor yang disebut terakhir ini gaungnya harus lebih kuat dan nyaring. Pasalnya, perhatian terhadap faktor tersebut selama ini nyaris kurang serius dan dalam dibandingkan pembenahan faktor produksi lainnya di atas.

Namun cara pembenahan manajemen, koordinasi dan sinergi seluruh lembaga riset dan inovasi harus menghindari cara seperti yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bawah kepemimpinan Laksana Tri Handoko (LTH).

Pasalnya, melalui Peraturan LIPI No.1/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI, beberapa fungsi penelitian pada beberapa satuan kerja di LIPI seperti pada Kebun Raya Bogor (KRB) dan Unit Penelitian di Indonesia Timur dikebiri. Birokrasipun diubah dari format desentralisasi menjadi sentralisasi.

Belum lagi penciutan pegawai pendukung administrasi penelitian maupun langkah komersialisasi aset dan gedung fasilitas penelitian dst yang tidak berpihak pada roh penelitian (baca Mosi Tidak Percaya Profesor Riset LIPI, 2019). Akibatnya, hambatan budaya dan birokrasi sebagai twin evils kemajuan riset dan inovasi sejak Indonesia Merdeka justru malah berkembang dan tidak terkikis di LIPI sendiri.

Selain pembenahan sisi supply di atas, pembenahan dari sisi demand juga harus dilakukan secara harmonis dengan sisi supply dalam jangka satu tahun. Konsep “jemput bola” terhadap kebutuhan dan keinginan (needs and wants) pihak industri/swasta dalam arti sempit dan pasar dalam arti luas dengan segala turunannya harus dilakukan oleh institusi riset dan inovasi.

Promosi dan diseminasi kompetensi, kemampuan dan hasil riset dan inovasi oleh seluruh institusi riset dan inovasi tidak saja wajib sent tetapi juga harus delivered kepada pihak industri baik di dalam maupun di luar negeri untuk selanjutnya dikomersialisasikan.

Dengan cara ini diharapkan kebekuan pikiran dan perilaku industri nasional yang relatif masih ‘menuhankan’ jargon lebih baik membeli daripada membuat dapat menjadi cair. Melalui pendekatan pelengkap ini diyakini super deduction tax bukan merupakan hal yang mustahil. BRIN pasti Bisa. Semoga.

(Carunia Mulya Firdausy, Deputy Menristek Dinamika Sosial 2005-2010 dan Profesor Riset Puslit Ekonomi LIPI dan Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB Universitas Tarumanagara)

Sumber: Kompas, 14 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Peneliti Keperawatan Unair Masuk Jajaran Top 100 Ilmuwan Indonesia, Berikan Tips Melakukan Penelitian
Menghapus Joki Scopus
Megawati Lantik Jenderal Bintang Tiga Jadi Wakil Kepala BRIN
Lulus Doktor Fakultas Teknik UI IPK 4, Arie Lakukan Penelitian Ini
Mahasiswa FTUI Rancang Jembatan dengan Aspal dari Limbah Plastik, Raih Juara di Kompetisi Internasional
Kecewa, Peneliti Nyatakan Tolak Ajukan Riset Lagi di BRIN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:37 WIB

Peneliti Keperawatan Unair Masuk Jajaran Top 100 Ilmuwan Indonesia, Berikan Tips Melakukan Penelitian

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Kamis, 10 Agustus 2023 - 07:49 WIB

Megawati Lantik Jenderal Bintang Tiga Jadi Wakil Kepala BRIN

Senin, 26 Juni 2023 - 09:12 WIB

Lulus Doktor Fakultas Teknik UI IPK 4, Arie Lakukan Penelitian Ini

Senin, 26 Juni 2023 - 08:39 WIB

Mahasiswa FTUI Rancang Jembatan dengan Aspal dari Limbah Plastik, Raih Juara di Kompetisi Internasional

Senin, 29 Mei 2023 - 09:45 WIB

Kecewa, Peneliti Nyatakan Tolak Ajukan Riset Lagi di BRIN

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB