Orang Pintar Plagiat

- Editor

Selasa, 20 April 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Maraknya plagiarisme yang dilakukan orang-orang pintar di negeri ini menimbulkan keprihatinan yang besar di kalangan pendidik. Masalahnya, itu justru dilakukan para pendidik yang harus memberi contoh dan sehari-hari melarang anak-anak didiknya mengopi, mengganti nama, memanipulasi, atau sekadar mengutip tanpa menyebut sumber.

Lebih mengkhawatirkan lagi ternyata plagiarisme yang dilakukan bukan sekadar mengutip tanpa menyebutkan sumber aslinya (yang sering disebut sebagai ”ketidaksengajaan”), melainkan pemalsuan 99 persen dengan hanya mengganti judul dan nama penulis dari karya orang lain.

Karya ilmiah adalah cermin keilmuwanan seseorang. Lebih baik mengawali karier dengan karya original yang buruk daripada plagiat kesempurnaan karena setiap permulaan selalu sulit. Seorang pendidik harus percaya diri dengan kemampuannya dan tidak boleh malas berpikir. Kedua hal itulah titik awal yang menjadikan pendidik bermanfaat bagi dunia.

Menulis, seperti kata Thomas Szaz, butuh lebih dari sekadar pengetahuan, yaitu keterampilan dan mencintai profesi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kejujuran dan kehormatan

Para alumnus dari sekolah-sekolah tinggi di Inggris menyebutkan plagiarisme mengganggu kehormatan. Tanpa kehormatan tidak ada kepercayaan.

Di Amerika Serikat, plagiarisme adalah musuh nomor satu pendidikan. Kalau ada mahasiswa terbunuh di kampus, seluruh warga kampus terentak. Namun, begitu seorang dosen ketahuan melakukan plagiarisme, seluruh isi kota berduka. Pelakunya dihukum sangat keras bukan hanya untuk menindak yang bersangkutan, melainkan untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat luas untuk tidak mengikuti perbuatan tercela itu.

Bagi sebagian orang, plagiarisme adalah masalah kecil, tetapi bagi ilmu pengetahuan ia merupakan masalah yang sangat serius karena bisa memajalkan kemajuan bangsa. Tradisi plagiarisme adalah sama dengan tradisi mencuri, yang mengakibatkan suatu bangsa menjadi malas berpikir, tidak menciptakan pembaruan, tidak menghargai originalitas dan kreativitas, dan akhirnya melumpuhkan daya saing bangsa itu sendiri.

Karena bukan sekadar mengganti judul dan nama pengarang, sesungguhnya plagiat sulit dibuktikan selain orang yang karyanya dijiplak orang lain. Dalam seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lalu, misalnya, salah seorang kandidat dilaporkan telah melakukan plagiat.

Pelapor datang dengan setumpuk barang bukti, tetapi panitia seleksi yang terdiri atas sejumlah akademisi kesulitan menemukannya. Klarifikasi yang diajukan kepada universitas yang bersangkutan telah dijawab oleh rektor dengan surat yang menyatakan ”yang bersangkutan telah memperbaiki tesisnya”. Sementara orang yang karyanya disebut telah dijiplak tidak bereaksi sama sekali. Banyak orang berpikir, dengan menyebut nama sumber, selesailah sudah semua urusan. Tak banyak orang yang tahu plagiat lebih dari sekadar mengutip tanpa menyebutkan sumber atau meminta izin dari yang bersangkutan.

Saya juga pernah didatangi beberapa orang dosen yang meminta izin menggunakan buku saya untuk dijadikan diktat di kampusnya. Ia merasa dengan meminta izin ia sudah bertanggung jawab. Semua ini menunjukkan kampus-kampus perlu mengajarkan kembali para pengajarnya tentang makna plagiat secara komprehensif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan mendorong dosen-dosennya berlatih menulis. Perlu digarisbawahi dengan berpengetahuan (cerdas) saja, seseorang belum cukup mampu melahirkan karya-karya ilmiah. Karya ilmiah adalah gabungan dari pengetahuan, pengalaman, observasi-interaksi, dan tentu saja keterampilan merajut pemikiran dalam bentuk tulisan.

Banyak orang berpikir, para sarjana otomatis bisa menulis. Faktanya banyak dosen yang mengambil program doktor kesulitan merajut pemikirannya menjadi tulisan yang baik. Hanya dengan mengajar saja tidak ada jaminan seorang pendidik bisa menulis. Menulis membutuhkan latihan dan, seperti seorang pemula, ia pasti memulai dengan karya yang biasa-biasa saja, bahkan cenderung buruk. Namun, sepanjang itu original, patut dihargai.

Karya-karya original yang didalami terus-menerus lambat laun akan menemukan ”pintu”-nya, yaitu jalinan pemikiran yang berkembang. Sayangnya, tradisi menulis di kampus sangat rendah. Bahkan, dosen-dosen yang menulis di surat kabar sering dicibir koleganya sebagai ilmuwan koran. Ada pandangan, lebih baik tidak menulis daripada dipermalukan teman sendiri. Padahal, dari situ seorang ilmuwan mendapatkan latihan menulis.

Latihan-latihan itu, menurut para ahli memori, akan mempertebal lapisan-lapisan myelin yang membungkus sel-sel saraf di sekujur tubuh manusia, membentuk muscle memory. Memori itu akan menggerakkan tangan manusia secara otomatis sehingga melancarkan apa yang diproses oleh brain memory.

Temuan-temuan terbaru dalam studi tentang myelin menemukan adanya hubungan yang erat antara latihan dan pembentukan intangibles yang melekat pada manusia dan menjadi akar keberhasilan universitas-universitas terkenal yang melahirkan riset-riset unggulan-original. Plagiat harus dicegah dengan memperbanyak latihan menulis, bukan dengan menangkap dan memberhentikan profesi pelaku semata-mata.

Rhenald Kasali Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia

Sumber: Kompas, Selasa, 20 April 2010 | 03:33 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB