Misi Pembuktian Sejauh 70.000 km

- Editor

Kamis, 15 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menerima banyak pertanyaan tentang kemampuan mobil listrik menempuh perjalanan jauh, membuat Wiebe Wakker (31) tertantang. Pertanyaan itu tidak ia jawab dengan teori, tetapi dengan pembuktian.

15 Maret 2015, Weibe memulai misinya. Ia berangkat dari tanah airnya di Belanda dengan tujuan akhir Australia yang berjarak sekitar 70.000 km. Tepat di tahun kedua perjalanannya, Wiebe singgah di Kabupaten paling timur Pulau Jawa, Banyuwangi.

Kompas sempat menemui Wiebe, Rabu (14/5). Dia bercerita, perjalanannya di Indonesia dimulai dari Kalimantan sejak 15 Desember 2017. Sebelumnya ia menjelajah Malaysia. Di Indonesia ia telah berkeliling di Pontianak, Semarang, Yogjakarta, Solo, Ngawi, Surabaya, Pasuruan, Jember dan Banyuwangi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Selanjutnya saya akan menuju Bali, Lombok, Timor Leste dan masuk ke Australia. Saya sengaja memilih Australia sebagai tujuan akhir karena Australia merupakan benua paling ujung selatan sebelum Antartika,” tutur dia.

KOMPAS/ANGGER PUTRANTO–Wiebe Wakker (31) warga negara Belanda duduk di mobil listriknya ketika singgah di Banyuwangi, Rabu (14/3). Wiebe sedang dalam misi perjalanan dari Belanda ke Australia sejauh 70.000 km untuk membawa pesan pentingnya energi berkelanjutan dan kendaraan ramah lingkungan.

Bagi Wiebe, waktu dua tahun bukanlah masalah. Pasalnya, ia menganggap perjalan ini bukan sebuah ajang perlombaan melainkan pembuktian kemampuan mobil listrik yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Dalam setiap perjalanannya, Wiebe selalu membangun jaringan dengan masyarakat setempat untuk mencari tahu tantangan ketersediaan energi dan masalah lingkungan yang dihadapi negara-negara.

Setelah menempuh 60.000 km dari titik awal, Wiebe dihadapkan pada kenyataan semakin banyaknya kendaraan yang berlalu lalang. Parahnya kendaraan itu menggunakan bahan bakar fosil yang boros dan tidak ramah lingkungan.

“Australia hanyalah titik akhir, bukan tujuan. Apa yang saya lakukan ini tujuannya ialah menyadarkan anak-anak generasi saya agar sadar pada pentingnya energi yang berkelanjutan. Saya ingin menunjukan pada pemerintah dan siapa saja yang peduli pada lingkungan bahwa mobil listrik merupakan salah satu solusi untuk mengurangi polusi,” tutur dia.

Indonesia merupakan negara ke-32 yang ia kunjungi. Dari 32 negara tersebut, Wiebe menemukan, belum banyak negara yang telah menerapakan penggunaan mobil elektrik secara masal. Menurutnya, butuh waktu yang panjang untuk mengubah kebiasaan warga dari mobil berbahan bakar minyak menjadi mobil berbahan bakar listrik.

Adapun negara dengan pengguna mobil listrik terbanyak yang ia temui ialah di Norwegia. Di sana mobil listrik menguasai pasar hingga jumlahnya mencapai lebih dari 50 persen dari total jumlah mobil yang beredar .

Sementara di negara asal Wiebe di Belanda, jumlah mobil listrik mencapai 100.000 unit. Namun jumlah tersebut hanya sekitar 2 persen dari total penjualan mobil di Belanda.

“Banyak yang meragukan kemampuan mobil elektrik dalam melakukan perjalanan jauh. Perjalanan saya ini merupakan pembuktikan bahwa kendaraan elektrik mampu melakukan perjalanan jauh. Jarak 70.000 km merupakan pembuktian,” ujar pria lulusan Fakultas Seni dan Ekonomi Universitas Utrecht itu.

Di Indonesia, ia banyak mendengar tentang mobil listrik yang beberapa kali dicoba untuk dikembangkan di tanah air. Weibe bahkan sempat bertemu dengan Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang getol mengembangkan teknologi mobil listrik. Ia juga mengunjugi Institut Teknologi Surabaya dan menjajal mobil listrik buatan anak dalam negeri.

“Mobil listrik Indonesia memiliki desain dan kualitas yang baik. Pemerintah seharunya lebih perhatian kepada anak-anak muda yang mengembangkan teknologi tersebut,” tuturnya.

Adapun mobil yang digunakan Wiebe merupakan Volkswagen Golf Variant yang telah diubah mesinnya menjadi bertenaga listrik 150 kW dengan jarak tempuh 200 kilometer. Untuk mengisi penuh tenaga ia biasanya membutuhkan waktu hingga 12 jam.

Namun di Indonesia dengan keluaran listrik yang rendah, Wiebe membutuhkan waktu hingga 4 hari untuk mengisi penuh daya mobilnya. Bila Indonesia serius dalam mengembangan teknologi mobil listrik, ketersediaan infrastruktur pengecasan juga harus dipersiapkan.

Saat ini belum banyak stasiun pengisian bahan bakar listrik di sejumlah tempat umum. Weibe biasanya mengisi daya kendaraannya setibanya di hotel, SPBU, dan pusat perbelanjaan.

“Banjir yang beberapa kali terjadi di Indonesia juga menjadi ancaman. Saya terpaksa tinggal dua bulan di Surabaya karena kerusakan baterai akibat terendam air banjir ketika saya terjebak macet di Surabaya,” tuturnya.

Akibatnya, ia harus menerbangkan seorang teknisi dari Belanda untuk memperbaiki mobilnya. Karena minimnya infrastrukutur penunjang, perencanaan perjalanan menggunakan mobil listrik haruslah matang. Pengendara harus bisa memperkirakan, jarak dan waktu tempuh serta merencanakan dimana ia harus mengisi daya.

Di Banyuwangi, upaya Weibe mendapat apresiasi dari beberapa kalangan. Salah satunya Sahid Osing Kemiren Hotel & Resort Banyuwangi yang memberikan fasilitas menginap gratis selama ia di Banyuwangi.

“Mobil elektrik yang ramah lingkungan itu sejalan dengan semangat Sahid Osing yang juga ramah lingkungan. Arsitektur ruangan kami disesuaikan untuk hemat energi, sementara arsitektur bangunan kami ramah lingkungan karena pembangunannya menyesuaikan kontur tanah yang ada,” ujar Sales Marketing Manager Sahid Osing Kemiren Sarah Salsabila Bhakti.

Pun demikian dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang menyediakan waktu khusus bertemu dengan Wiebe. Anas mengapresasi semangat dan upaya Weibe dalam menggaungkan energi berkelanjutan yang ramah lingkungan.

“Kabupaten Banyuwangi bangga pernah disinggahi salah satu anak muda yang tahu bagaimana cara memperjuangkan lingkungan di sekitarnya. Semangat untuk menjaga lingkungan juga akan terus kami gaungkan di Banyuwangi misalnya lewat festival sedekah oksigen,” ujar Anas.

Anas juga mengucapkan selamat jalan kepada Wiebe dan mendoakan supaya misinya berhasil.–ANGGER PUTRANTO

Sumber: Kompas, 14 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB