Pemberian sejumlah mikronutrien, yakni vitamin A, D3, dan seng telah teruji dapat menurunkan risiko penyakit pada bayi prematur. Angka efektivitasnya bisa mencapai 56 persen bila disertai dengan terapi deksametason sebelum kelahiran.
Selama ini, angka kelahiran bayi prematur di Indonesia masih tinggi. Persentase kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu mencapai 15,5 persen. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kelahiran bayi prematur menjadi salah satu masalah kesehatan dunia. Sebab, angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) bayi prematur masih tinggi.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Orangtua mengantarkan anak mereka yang masih bayi dan usia balita untuk mengikuti program pos pelayanan terpadu (posyandu) di Desa Kemiri, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Senin (17/9/2018). Dari kegiatan posyandu tersebut, petugas memantau perkembangan pertumbuhan, kesehatan, gizi anak-anak, dan memberikan imunisasi kepada anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-Anak (Unicef), angka prematuritas di Indonesia tahun 2015 mencapai 35,5 persen, yang juga menjadi penyebab utama kematian bayi. Penyakit yang sering dialami bayi prematur ialah penyakit membran hialin (PMH) dan gangguan toleransi minum (GTM).
“Pemberian deksametason sudah menjadi standar yang diakui (dalam pencegahan penyakit tersebut) selama ini. Tapi, angkanya belum optimal untuk menurunkan morbiditas,” kata Yuyun Lisnawati, kandidat doktor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Dia berhasil mempertahankan desertasinya berjudul “Pengaruh Pemberian Beta-Karoten, Vitamin D3, dan Seng Menyertai Terapi Steroid Antenatal terhadap Kejadian Penyakit Membran Hialin dan Gangguan Toleransi Minum pada Bayi Prematur” dalam sidang ujian doktor tersebut.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGO–Yuyun Lisnawati, dokter dan mahasiswa program doktoral Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
PMH menyebabkan bayi mengalami gangguan pernapasan. Data Asosiasi Paru-Paru Amerika (American Lung Association) menyatakan, sekitar 60 persen PMH diderita oleh bayi prematur yang lahir di usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Adapun 30 persen PMH terjadi pada bayi prematur di usia kehamilan 28-34 minggu dan kurang dari 5 persen setelah 34 minggu.
Sementara itu, angka kematian bayi prematur penderita PMH tergolong tinggi. Pada penelitian di India terhadap 103 bayi prematur, angka kematian mencapai 42,7 persen pada bayi satu minggu sesudah dilahirkan.
“Menurut kepustakaan, disebutkan bahwa vitamin A, D3, dan seng punya peran terhadap kematangan paru-paru dan usus janin (yang akan lahir prematur). Jadi, kami coba gabungkan terapi standar deksametason dengan pemberian tiga mikronutrien ini,” kata Yuyun.
Angka protektif naik
Menurut hasil penelitian, angka protektif terhadap potensi PMH dan GTM naik dengan konsumsi mikronutrien. Dengan terapi standar deksametason, angka protektifnya adalah 46 persen. Namun, dengan pemberian vitamin A, D3, dan seng, angka protektifnya menjadi 56 persen.
“Memang belum optimal hingga 100 persen. Tapi, dengan naiknya angka ini, kami berharap bisa menurunkan angka kejadian penyakit pada bayi prematur,” kata Yuyun.
Penelitian ini dilakukan terhadap 116 ibu dengan usia kehamilan 28-34 minggu dan bayinya. Penelitian dilakukan sejak Januari 2017 hingga September 2018. Para subjek dibagi dalam dua sampel, yakni kelompok intervensi dan kontrol.
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN–Seorang bayi ditimbang di posyandu Rahardjo, Desa Savanajaya, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku, Jumat (11/5/2018). Posyandu memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Kelompok kontrol akan mendapat terapi deksametason. Terapi yang sama diberikan pada kelompok intervensi ditambah konsumsi mikronutrien. Vitamin A (beta-karoten) diberi dengan dosis tunggal 25.000 IU (international unit). Vitamin D3 diberi pula dengan dosis tunggal 50.000 IU. Sementara itu, seng diberi dengan dosis 50 miligram per hari selama tiga hari.
Menurut hasil penelitian, angka kejadian PMH dan GTM pada bayi prematur lebih rendah pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi, persentase PMH dan GTM masing-masing ialah 12,1 persen dan 16,1 persen. Sementara itu, pada kelompok kontrol, persentasenya ialah 27,5 persen dan 34,5 persen.
“Kita masih perlu melakukan penelitian skala besar. Perlu diteliti pola makan, genetika, dan lingkungan dari subjek. Ini penting, sebab, masing-masing daerah punya karakteristik bebeda,” kata Noryono Wibowo, Lektor Kepala Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI yang juga promotor sidang doktor tersebut.–SEKAR GANDHAWANGI
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 2 Juli 2019