Menelusuri Tanda-Tanda Kehidupan di Luar Bumi

- Editor

Minggu, 23 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hingga saat ini, teknologi manusia untuk mendeteksi kemungkinan adanya kehidupan cerdas di luar Bumi belum membuahkan hasil. Studi terbaru dari proyek Pencarian Kehidupan Cerdas Luar Bumi atau Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI) yang mencari sinyal tanda-tanda kehidupan di 1.327 bintang dekat Bumi sama sekali belum menghasilkan.

“Jelas tidak ada tanda yang mencolok di sana. Tidak ada peradaban maju yang mencoba menghubungi kita dengan menggunakan pemancar sinyal yang sangat kuat,” tegas astrofisikawan dari Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat sekaligus pimpinan studi Danny C Price seperti dikutip Livescience, Rabu (19/6/2019).

NASA/JPL–Kehidupan cerdas di luar Bumi masih menjadi pencarian hingga kini. Berbagai upaya menjalin komunikasi dengan makhluk asing di luar Bumi sudah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk melalui program Pencarian Kehidupan Cerdas Luar Bumi atau Search Extraterrestrial Intelligence (SETI). Namun, sampai kini belum ada tanda-tanda dari makhluk di luar Bumi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, belum ditemukannya sinyal dari kehidupan cerdas di luar Bumi itu bisa dipicu banyak hal, mulai dari sinyal pencarian yang dipancarkan makhluk di luar Bumi itu berada pada frekuensi yang tidak sesuai dengan peralatan yang ada di Bumi atau bisa jadi sinyal itu tertutup oleh gangguan sinyal radio dari Bumi.

Setiap usaha pencarian makhluk asing di luar Bumi akan selalu dibatasi oleh metode pencarian yang dimiliki dan kembangkan manusia. Padahal, bisa jadi, teknologi yang dikembangkan manusia berbeda dengan teknologi yang dikembangkan kehidupan di luar Bumi.

“Dalam banyak hal, program SETI adalah cerminan diri manusia, baik teknologi yang kita miliki maupun pemahaman kita tentang hukum fisika,” tambahnya.

Upaya pencarian kehidupan cerdas di luar Bumi atau SETI itu merupakan bagian dari inisiatif Terobosan Mendengarkan atau Breakthrough Listen yang dilakukan selama 10 tahun. Program ini dilakukan dengan memindai langit untuk mencari tanda-tanda adanya kehidupan di luar Bumi, baik pancaran sinyal asing atau bukti lain yang dibuat dengan teknologi yang dimiliki makhluk asing.

Inisatif itu mulai dijalankan sejak tahun 2015 dengan menggunakan dua teleskop radio paling kuat di muka Bumi, yaitu Teleskop Robert C Byrd Green Bank yang berdiameter 100 meter di Virginia Barat, AS dan Teleskop Parkes yang berdiameter 64 meter di New South Wales, Australia. Kedua teleskop radio itu difungsikan sebagai ‘telinga’ yang akan menangkap komunikasi dengan makhluk asing.

GREENBANKOBSERVATORY.ORG–Teleskop radio Robert C Byrd Green Bank di Virginia Barat, Amerika Serikat. Teleskop yang memiliki diamater piringan sebesar 100 meter itu digunakan untuk mencari sinyal yang kemungkinan dipancarkan makhluk asing cerdas di luar Bumi.

Biaya proyek pencarian kehidupan cerdas di luar Bumi itu mencapai 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun dengan kurs Rp 14.000 per dollar AS. Dana sebesar itu disumbang oleh miliarder Rusia Yuri Milner yang memang banyak mendanai riset-riset pencarian kehidupan di luar Bumi.

Dalam studi yang dipublikasikan di The Astrophysical Journal, Selasa (17/6/2019), peneliti menganalisis 1 petabit atau 1 juta gigabit data bintang dalam panjang gelombang radio dan optik. Sebanyak 1.327 bintang yang disurvei itu berada pada jarak kurang dari 160 tahun cahaya dari Bumi.

Sebelumnya, peneliti juga menemukan ribuan sinyal yang unik dan menarik. Namun setelah dicek ulang, sinyal itu masih berasal dari sumber-sumber yang memiliki hubungan dengan Bumi seperti satelit buatan manusia.

Seluruh data yang dikumpulkan itu disimpan dalam Arsip Data Terbuka Breakthrough yang bisa diakses publik. Hal itu menjadikan publikasi ini sebagai publikasi data SETI terbesar yang ada hingga saat ini.

Astrofisikawan Universitas Negeri Pennsylvania, AS, Jason Wright yang tidak terlibat dalam penelitian mengatakan terkesan dengan komitmen para peneliti untuk mempublikasikan data mereka kepada publik.

Dengan demikian, “Siapapun orang yang tertarik untuk menganalisis ulang data, menduga ada analisis yang terlewat yang dilakukan peneliti, dapat langsung memeriksa kembali data yang ada dan melihat sendiri hasilnya,” katanya.

Sebelumnya, Wright telah menghitung bahwa semua data pencarian kehidupan cerdas yang dilakukan manusia hingga saat ini setara dengan sebak air mandi dibanding air di seluruh lautan Bumi.

Meski demikian, Price yakin, tim penelitinya ke depan mampu memberikan batasan yang lebih ketat untuk mencari prevalensi kehidupan cerdas di alam semesta. Keyakinan itu didukung dengan akan digunakannya Teleskop MeerKAT di Afrika Selatan.

SKA.AC.ZA–Teleskop radio MeerKAT di Afrika Selatan. Sistem teleskop ini terdiri atas 64 buah teleskop radio yang masing-masing memiliki diamater piringan sebesar 13,5 meter. Ke depan, teleskop ini akan jadi andalan dalam pencarian kehidupan cerdas di luar Bumi.

Teleskop MeerKAT itu berupa susunan 64 teleskop radio yang masing-masing berdiameter 13,5 meter. Semua teleskop itu ditata membentuk komposisi tertentu. Teleskop itu akan mencari lebih dari sejuta bintang di galaksi Bimasakti untuk mencari sinyal dari kehidupan cerdas.

“Ditemukannya sinyal kehidupan cerdas di luar Bumi akan menjadi salah satu penemuan paling penting umat manusia,” tambah Price.–M ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 22 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB