Pertumbuhan angkutan udara sebesar 10-20 persen setiap tahun membuat kebutuhan akan penerbang atau pilot juga semakin tinggi. Apalagi, saat ini banyak maskapai yang terus mengganti pesawatnya, sehingga hanya menggunakan pesawat berumur muda.
Dengan perhitungan satu pesawat membutuhkan lima set kru dan dalam satu set kru dibutuhkan dua pilot, satu pesawat membutuhkan 10 pilot. Jika satu maskapai mendatangkan lima pesawat setiap tahun, maka maskapai itu membutuhkan 50 pilot baru setiap tahun.
Namun, faktanya, masih ada lulusan pilot yang menganggur atau ada murid-murid yang gagal menjadi pilot karena sekolah pilot tempatnya belajar tutup. Kebutuhan tinggi, tetapi tenaga kerja yang ada tidak bisa terserap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena itu, bagi mereka yang ingin menjadi pilot, sebaiknya harus berhati-hati memilih sekolah pilot yang tepat. Tujuannya, agar saat lulus bisa segera terserap pasar. Bagaimanapun perlu diingat, maskapai memiliki, standar untuk menentukan seorang pilot diterima atau tidak untuk bekerja di perusahaannya. Semakin tinggi kualitas pilot, maka semakin besar peluangnya untuk diterima di maskapai.
Indonesia mempunyai sekolah pilot yang jumlahnya cukup banyak dan tersebar dari Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, hingga Papua. Semua sekolah pilot ini mempunyai standar yang sama karena memakai silabus yang ditetapkan Kementerian Perhubungan. Hingga kini,belum ada cerita sekolah pilot yang tutup dan menelantarkan murid-muridnya. Yang menjadi kelebihan dari sekolah pilot Indonesia adalah berada di lingkungan Indonesia dan lulusannya diakui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Bahkan, Malaysia juga mengakui pilot lulusan Indonesia.
Untuk memilih sekolah pilot, yang perlu dipertimbangkan adalah kondisi ruang udara. Ada banyak sekolah yang berlokasi di ruang udara yang padat.
”Kondisi ruang udara yang padat akan membuat, siswa kesulitan mendapatkan jadwal terbang,” kata Ketua Asosiasi Sekolah Penerbangan Indonesia, Sunaryo, Selasa (23/8).
Menurut Sunaryo, sekolah pilot di Bandar Udara Halim Perdanakusuma akan sering mengalami penutupan ruang udara. Sebab, bandara itu kerap kali digunakan untuk penerbangan orang-orang penting, latihan militer, dan penerbangan komersial.
Hal lain yang patut diperhitungkan adalah jam operasional sekolah. Jika sekolah tidak pernah libur, kesempatan belajar bagi para siswa akan semakin besar. Mereka bisa belajar kapan saja. Rata-rata sekolah penerbangan di Indonesia memakan waktu 12-24 bulan. Nam Flying School di Tanjung Pinang bisa meluluskan muridnya dalam waktu 10-12 bulan, karena sekolah itu buka 24 jam, selama tujuh hari dalam seminggu. Sementara Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (PLP Curug) yang merupakan milik pemerintah, akan meluluskan muridnya dalam 24 bulan.
Harus dilihat juga ketersediaan pesawat dan instruktur. Rasio jumlah pesawat dan instruktur dengan murid yang ada harus seimbang. Menurut Sunaryo, idealnya, satu pesawat dipakai empat murid. Apabila rasio ini tidak mencukupi, para murid harus mengantre lama sehingga akan membuat masa pendidikan
mereka menjadi panjang.
Kurikulum yang ditawarkan sekolah dengan yang dibutuhkan maskapai juga harus diperhitungkan. Saat ini, banyak maskapai yang menginginkan nilai tambah dari seorang siswa lulusan sekolah pilot. Jadi, lulusan ini tidak hanya mempunyai lisensi pilot komersial (Commercial Pilot License CPL) untuk pesawat bermesin tunggal (single engine), tetapi juga CPL untuk pesawat bermesin ganda (multi engine).
Menurut Capt Adam Hamedi, Vice President Delta Qualiflight, sekolah pilot di Fort Wonth, Texas, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan maskapai. ”Yang pertama adalah jam terbang dan sertifikat yang dimiliki. Semakin tinggi jam terbang dan semakin beragam sertifikat yang dimiliki, maka maskapai akan menerima,” kata Adam, saat berkunjung ke Indonesia, Minggu (21/8).
Untuk menambah nilai jual lulusan sekolahnya, Adam mengatakan, Delta Qualiflight juga menyediakan pendidikan Multi Crew Certificate (MCC). “Saat ini banyak maskapai yang meminta seorang pilot mempunyai Multi Crew License dan Cockpit Management, yakni lisensi untuk bekerja sama dengan kru yang lain di kokpit. MCC memang bukan lisensi, tetapi akan tercatat di dalam buku log pilot bahwa dia pernah belajar mengenai Multi Crew,” kata Adam.
Biaya
Mengenai biaya atau harga, hampir semua sekolah pilot mematok biaya yang sama. Di Indonesia, biaya pendidikan pilot mencapai Rp 650 juta hingga Rp 800 juta dengan sekitar 60 jam terbang. STPI Curug mematok biaya Rp 493 juta dan Rp 610 juta untuk pilot helicopter. Sementara di Amerika Serikat, sekolah penerbangan mematok biaya 50.000 dollar AS – 60.000 dollar AS untuk 220 jam hingga 250 jam terbang. Biaya ini rata-rata sudah termasuk biaya hidup dan akomodasi. Biaya pendidikan di AS dan di Indonesia tidak berbeda jauh.Khusus pilot lulusan sekolah asing harus melakukan endorsement sebesar 6.000 dollar AS – 10.000 dollar AS jika ingin bekerja di Indonesia.
”Yang harus dipastikan adalah garansi harga. Apakah sekolah penerbangan memberikan garansi terhadap harga yang dicantumkan. Sering kali ada biaya-biaya yang muncul belakangan, dengan alasan apa pun, sehingga membuat bengkak pengeluaran. Jika tidak ada garansi harga, lebih baik tidak usah. Sekolah yang memberikan garansi harga tidak akan memungut biaya lagi apabila siswa terpaksa mengulang ujian yang tidak lulus,” ujar Adam.
(M CLARA WRESTI)
Sumber: Kompas, 7 September 2016