Makan cokelat sering dikaitkan dengan suasana hati. Hasil penelitian menunjukkan, ada hubungan antara konsumsi cokelat hitam dan berkurangnya gejala depresi yang membuat suasana hati lebih baik.
Penelitian itu berjudul ”Apakah Ada Hubungan antara Konsumsi Cokelat dan Gejala Depresi? Sebuah Survei Cross-Sectional dari 13.626 Orang Dewasa AS”. Penelitian dimuat dalam jurnal Depression and Anxiety yang juga dipublikasikan Science Daily, 2 Agustus 2019.
Studi ini adalah penelitian yang pertama untuk memeriksa hubungan dengan depresi sesuai jenis cokelat yang dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penelitian dilakukan tim ilmuwan Universitas Kolese London, Inggris, bekerja sama dengan para ilmuwan dari Universitas Calgary dan Layanan Kesehatan Alberta, Kanada.
Mereka menilai data 13.626 orang dewasa dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Nutrisi Nasional Amerika Serikat. Konsumsi cokelat peserta dinilai berdasarkan skor mereka pada kuesioner kesehatan pasien, yang menilai gejala depresi.
SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS–Sejumlah cokelat single origin atau tanpa bahan tambahan dihidangkan pada sesi private single origin chocolate tasting di Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2019). Cokelat-cokelat tersebut menggunakan kakao dari sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Bali, Papua, dan Papua Barat.
Dalam studi ini, berbagai faktor lain, termasuk tinggi, berat badan, status perkawinan, etnis, pendidikan, pendapatan rumah tangga, aktivitas fisik, merokok, dan masalah kesehatan kronis, juga diperhitungkan untuk memastikan studi ini hanya mengukur efek cokelat pada gejala depresi.
Dalam abstrak penelitian disebutkan, secara keseluruhan, 11,1 persen dari populasi melaporkan konsumsi cokelat, dengan 1,4 persen melaporkan konsumsi cokelat hitam.
Meskipun konsumsi cokelat nonhitam tidak secara signifikan terkait dengan gejala depresi yang relevan secara klinis, kemungkinan lebih rendah untuk gejala depresi yang relevan secara klinis diamati di antara mereka yang melaporkan mengonsumsi cokelat hitam.
Setelah menyesuaikan faktor-faktor ini, ditemukan bahwa orang yang melaporkan makan cokelat hitam dalam dua periode 24 jam memiliki 70 persen kemungkinan lebih rendah untuk melaporkan gejala depresi yang relevan secara klinis daripada mereka yang melaporkan tidak makan cokelat sama sekali.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO–Pekerja pabrik cokelat menunjukkan bahan baku biji cokelat yang hendak diolah menjadi cokelat konsumsi di Pabrik Cokelat Doesoen Kakao milik PTPN XII di Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (16/2/2019).
Sebanyak 25 persen konsumen cokelat yang makan paling banyak cokelat (dalam bentuk apa pun, bukan hanya cokelat hitam) juga lebih kecil kemungkinannya melaporkan gejala depresi dibandingkan mereka yang tidak makan cokelat sama sekali.
”Hasil ini memberikan beberapa bukti bahwa konsumsi cokelat, terutama cokelat hitam, dapat dikaitkan dengan berkurangnya kemungkinan gejala depresi yang relevan secara klinis. Penelitian lebih lanjut yang menangkap konsumsi cokelat jangka panjang dan menggunakan desain longitudinal diperlukan untuk mengonfirmasi temuan ini dan mengklarifikasi arah penyebabnya,” demikian tulis para peneliti dalam kesimpulannya.
Depresi memengaruhi lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, dan merupakan penyebab utama kecacatan global.
Peneliti utama Sarah Jackson dari Universitas Kolese London mengatakan, studi ini memberikan beberapa bukti bahwa konsumsi cokelat, terutama cokelat hitam, dapat dikaitkan dengan kemungkinan berkurangnya gejala depresi yang relevan secara klinis.
Namun, ia mengingatkan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi arah penyebabnya. Bisa jadi itu adalah depresi yang menyebabkan orang kehilangan minat mereka untuk makan cokelat atau mungkin ada faktor-faktor lain yang membuat orang lebih mungkin untuk makan cokelat hitam dan menjadi murung.
–Manajer Kebun PTPN XII Glenmore, Achmad Hendi Junaidi, menunjukkan produk cokelat konsumsi milik PTPN XII Glenmore di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (16/2/2019).
”Jika hubungan sebab akibat yang menunjukkan efek perlindungan dari konsumsi cokelat pada gejala depresi harus ditetapkan, mekanisme biologis perlu dipahami untuk menentukan jenis dan jumlah konsumsi cokelat untuk pencegahan dan manajemen depresi optimal,” kata Jackson.
Cokelat secara luas dilaporkan memiliki sifat penambah suasana hati dan beberapa mekanisme untuk hubungan antara cokelat dan suasana hati telah diusulkan.
Pada dasarnya cokelat mengandung sejumlah bahan psikoaktif yang menghasilkan perasaan euforia mirip dengan cannabinoid yang ditemukan dalam ganja. Ini juga mengandung phenylethylamine, sebuah neuromodulator yang diyakini penting untuk mengatur suasana hati orang.
Bukti eksperimental juga menunjukkan bahwa perbaikan suasana hati hanya terjadi jika cokelat enak dan enak untuk dimakan, yang menunjukkan bahwa pengalaman menikmati cokelat merupakan faktor penting, bukan hanya bahannya saja.
KOMPAS/MADINA NUSRAT–Kedai Churreria Laietana yang berada di sekitar kawasan Ghotic Quarter, Barcelona, Spanyol, ini merupakan kedai churros yang tak pernah sepi dari pengunjung, seperti dijumpai pada Senin (25/2/2019). Salah satu andalan kedai ini adalah churros dengan saus cokelat karena saus cokelat yang disajikan memiliki rasa mantap meski tak terasa manis.
Dalam penelitian terdahulu, penelitian juga dilakukan Lee S Berk dari Universitas Loma Linda, AS. Cokelat hitam diketahui memiliki konsentrasi kakao yang tinggi, yaitu minimal mengandung 70 persen kakao dan 30 persen gula tebu organik. Cokelat hitam memiliki efek positif pada tingkat stres, peradangan, suasana hati, ingatan, dan kekebalan.
”Selama bertahun-tahun, kami telah melihat pengaruh cokelat hitam pada fungsi neurologis. Studi ini menunjukkan kepada kami bahwa semakin tinggi konsentrasi kakao, semakin positif dampaknya pada kognisi, ingatan, suasana hati, kekebalan, dan efek menguntungkan lainnya,” kata Lee S Berk, seperti dikutip Science Daily, 24 April 2018.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 4 Agustus 2019