Kalender China disusun berdasar sistem penanggalan Bulan dan Matahari. Pemaduan dua sistem berbeda itu membuat Imlek akan akan selalu jatuh antara akhir Januari hingga pertengahan Februari.
Tahun Baru China atau Hari Raya Imlek akan selalu jatuh 10-12 hari lebih awal dibanding Imlek tahun sebelumnya. Namun jika Imlek tahun sebelumnya jatuh di akhir Januari, maka Imlek tahun berikutnya akan mundur 18-20 hari berikutnya hingga jatuh pada pertengahan Februari.
Tahun 2019 ini, Imlek jatuh pada 5 Februari atau maju 11 hari dibanding Imlek tahun 2018. Sedang Imlek pada 2020 akan maju lagi 11 hari hingga jatuh pada 25 Januari. Pada Imlek 2021, waktunya mundur 18 hari hingga akan jatuh pada 12 Februari. Meski akan terus maju dan mundur, Imlek akan selalu jatuh antara 21 Januari hingga 21 Februari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS–Para jemaah Vihara Gunung Timur menata persembahan dalam rangkaian Sembayang Dewa atau Tjit Gwee Pua di Medan, Jumat (31/8). Tjit Gwee Pua dilaksanakan setiap pertengahan bulan ketujuh kalender China, untuk mendoakan para leluhur.Kompas/Mohammad Hilmi Faiq (MHF)31-08-2012
Helmer Aslaksen dalam The Mathematics of the Chinese Calendar, 2010, menyebut perayaan imlek paling umum pada tahun 1645-2644 jatuh pada 22 Januari hingga 19 Februari. Imlek pada 21 Januari dan 20-21 Februari sangat jarang. Dalam kurun 1.000 tahun itu, Imlek pada 21 Januari hanya terjadi 18 kali, 20 Februari 10 kali dan 21 Februari hanya terjadi sekali pada tahun 2319.
Maju mundurnya Imlek itu adalah konsekuensi dari sistem kalender China yang memadukan antara penanggalan Bulan dan Matahari atau penanggalan suryacandra (lunisolar). Sistem kalender lain yang menggunakan sistem penanggalan suryacandra adalah kalender Yahudi dan kalender Hindu.
Dalam kalender China, panjang bulan (month) ditentukan berdasarkan satu kali periode revolusi Bulan (moon) mengelilingi Bumi, antara 29-30 hari. Karena itu, panjang satu bulan kalender China hanya ada dua, yaitu 29 hari atau 30 hari. Sedang nama bulan, umumnya hanya disebut bulan 1 sampai 12 walau ada beberapa kelompok yang memberi nama tertentu.
Hari pertama setiap bulan dimulai saat Bulan mati (dark moon). Ketika itu, Matahari, Bulan dan Bumi berada dalam satu garis lurus. Aturan ini yang membedakan kalender China dengan kalender Hijriah dimana awal Bulan dimulai dengan terlihatnya Bulan baru (new moon) atau hilal sesudah Matahari terbenam yang terjadi beberapa jam setelah Bulan mati.
Dengan ketentuan awal bulan itu, awal hari dalam kalender China dimulai pada pukul 23.00. Namun untuk keperluan kalender, awal hari dimulai pukul 00.00, sama seperti kalender Masehi. Ketentuan ini yang membedakan kalender China dengan kalender Bulan lain, seperti kalender Islam dan kalender Jawa, yaitu hari dimulai saat Matahari terbenam atau awal malam.
Jika penentuan panjang bulan menggunakan revolusi Bulan, maka untuk panjang tahun kalender China menggunakan penanggalan Matahari atau periode revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Karena itu, jika sistem penanggalan Bulan itu dikonversi ke penanggalan Matahari, maka Imlek akan terus maju 10-12 hari hingga jatuh di musim yang berbeda.
Kondisi itu terjadi karena satu tahun penanggalan Bulan panjangnya 354-355 hari, sedang penanggalan Matahari 365-366 hari.
Bagi masyarakat yang hidup di negara empat musim, penanggalan Matahari bermakna penting karena jadi penanda tibanya musim tertentu, khususnya musim semi yang dikaitkan dengan datangnya kehangatan dan kebahagiaan. Imlek selain jadi hari raya keagamaan masyarakat Khonghucu, juga jadi perayaan datangnya musim semi bagi masyarakat China.
KOMPAS/RIZA FATHONI–Warga keturunan Tionghoa melepas burung sebagai bagian dari rangkaian ritual sembahyang saat tahun baru Imlek 2570 di Vihara Dharma Bhakti Petak Sembilan, Jakarta Barat , Selasa (5/2/2019). Warga Tionghoa merayakan Imlek dengan melakukan sembahyang sebagai wujud syukur atas segala rezeki dan mengharapkan kehidupan lebih baik di tahun shio Babi tanah.
Awal musim semi di China terjadi pada 4 Februari, lebih awal dibanding awal musim semi di Barat yang jatuh tanggal 21 Maret. Untuk menjaga Imlek agar jatuh di musim yang sama, maka Imlek harus jatuh pada saat Bulan mati terdekat dengan awal musim semi di China.
Untuk menjaga ketentuan itu, kalender China memiliki satu bulan sisipan. Bulan tambahan itu dimasukkan diantara dua titik penanda musim yaitu, titik musim semi (chu?nfe?n) pada 21 Maret, titik musim panas (xiazhi) 22 Juni, titik musim gugur (qiufen) 23 September, dan titik musim dingin (dongzhi) 22 Desember. Bulan tambahan itu tidak dinamai bulan ke-13, tapi mengulang nomor bulan tertentu.
Tahun China yang memiliki 13 bulan itu disebut sebagai tahun kabisat. Setiap 19 tahun dalam kalender China ada tujuh tahun kabisat. Tahun kabisat terakhir terjadi pada dua tahun lalu atau tahun 2017-2018 dengan bulan sisipan dimasukkan setelah bulan ke-6 hingga ada dua bulan 6 pada tahun itu.
Penamaan tahun
Pada sistem kalender China yang digunakan masyarakat Konghucu di Indonesia, Imlek 5 Februari 2019 kemarin bertepatan dengan 1 Zheng Yue (Hokian: Cia Gwee) 2570 Kongzili (Khongculek). Angka tahun 2570 itu menandakan bahwa epokh atau titik awal penggunaan kalender itu pada tahun 551 sebelum Masehi, yang merupakan tahun kelahiran Nabi Kongzi (Khongcu).
Menurut Budi S Tanuwibowo dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, Nabi Khongcu adalah nabi dan rasul terbesar dan terakhir dalam agama Konghucu. (Kompas, 18 Februari 2015).
Meski demikian, penyebutan angka tahun dalam kalender China memang ada beberapa macam, baik yang menyebutkan angka tahun tertentu atau tidak ada angka tahunnya. Salah satu cara penamaan tahun yang digunakan masyarakat China lainnya adalah hanya penyebutan kode tahun tertentu dalam siklus 60 tahunan, tanpa ada angka tahunnya.
Menurut Claus Tøndering, penyebutan tahun China dalam siklus 60 tahunan didasarkan atas penyebutan dua komponen, yaitu 10 komponen langit dan 12 komponen bumi. Komponen langit terdiri kayu, api, bumi, logam dan air dengan sejumlah sifatnya. Sementara 12 komponen bumi terkait dengan nama-nama binatang.
Untuk tahun kalender China 2570 atau 2019-2020 kali ini, sejumlah kalender China juga menyebutnya sebagai tahun JiHai. Ji adalah komponen langit yang artinya terkait dengan barang-barang dari tanah atau tembikar. Makna Ji itu berbeda dengan komponen lain Wu yang berarti tanah. Sedang Hai berarti babi.
Namun, penamaan tahun dengan siklus 60 tahunan ini mirip dengan yang digunakan dalam sistem astrologi China yang menggunakan 12 nama hewan dengan lima unsur, yaitu logam, air, kayu, api dan tanah. Kemiripan itu menunjukkan masih kuatnya pencampuran antara sistem kalender yang berbasis astronomi (sains) dengan sistem peramalan astrologi (pseudosains).
Pencampuran sistem kalender dengan peramalan itu memang masih kuat dalam budaya timur, termasuk kalender Jawa dan kalender Batak. Namun di Barat, sistem astronomi yang membangun kalender dan sistem astrologi yang memanfaatkan kalender sudah dipisah.
Sama seperti sistem kalender lain, termasuk kalender Masehi yang digunakan secara internasional saat ini, sistem kalender China pun memiliki koreksi-koreksi akibat sulitnya memadukan secara tepat gerak benda langit dengan ritme hidup manusia. Meski demikian, kalender sebagai buah peradaban manusia sejak beberapa milenium silam bermakna besar dalam pengaturan kehidupan manusia.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 6 Februari 2019