Serangkaian gempa bumi melanda kawasan Sangihe, Sulawesi Utara; Kepulauan Maluku; dan Maluku Utara yang dipengaruhi pergerakan Lempeng Pasifik dan lempeng mikro Filipina. Walaupun skalanya tidak besar dan tidak menimbulkan korban jiwa, kawasan itu punya riwayat gempa besar diikuti tsunami sehingga perlu diwaspadai.
“Sepekan ini Pulau Ternate dan Halmahera di Maluku Utara diguncang gempa tektonik menerus. Sebagian di antaranya merusak. Sehari saja, Jumat lalu, terjadi 30 kali gempa tektonik,” ungkap Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Minggu (22/11).
Dari Ambon dilaporkan, setiap malam hingga Minggu, sekitar 2.000 warga Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, mengungsi akibat gempa menerus sejak Selasa lalu. Warga khawatir gempa yang menyebabkan lebih kurang 100 rumah rusak itu menimbulkan tsunami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ribuan warga yang tinggal di pesisir pun memilih tidur di luar rumah. Ada yang mengungsi ke tempat lebih tinggi. Dibantu TNI dan Polri, pemerintah daerah membangun 18 posko pengungsian. “Warga panik, jangan sampai terjadi gempa besar berpotensi tsunami,” ujar Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Barat Abjan Sofyan.
Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Halmahera Barat, kerusakan bangunan terbanyak di Desa Bobanehena, yakni 21 rumah rusak berat, 53 rumah rusak sedang, dan 276 rumah rusak ringan. Di Desa Galala, 5 rumah rusak berat dan 15 rumah rusak ringan.
Kepala Kantor BMKG Ternate Suwardi, yang dihubungi dari Ambon, mengatakan, pusat gempa 5-10 kilometer dari Jailolo, sedalam 10-30 kilometer. “Pusat gempa dekat daratan membuat guncangan amat terasa. Warga panik, bahkan ada isu tsunami,” ujarnya.
Sejak Selasa lalu hingga Minggu malam, guncangan terasa hingga lebih dari 400 kali. Selain di Jailolo, guncangan terasa di Pulau Ternate dan sejumlah daerah di Pulau Halmahera. Guncangan di Ternate 150 kali lebih.
Menurut Daryono, gempa di Halmahera rata-rata bermagnitudo 4,6 dengan kedalaman hiposenter 10 kilometer. “Meski tak ada korban jiwa, gempa ini merusak rumah penduduk. Gedung DPRD Halmahera Barat pun rusak ringan,” katanya.
Pengaruhi Gamalama
Secara geologis, daerah di sekitar bagian barat Pulau Halmahera sering terjadi pergerakan lempeng pemicu gempa. Kepulauan Maluku juga sering dilanda gempa akibat pertemuan tiga lempeng besar dunia. Lempeng Indo-Australia bergerak dari selatan ke utara, Eurasia ke selatan, sedangkan Lempeng Pasifik ke barat. Di daerah pertemuan antarlempeng sering terjadi gempa bumi.
Tingginya gempa tektonik, kata Daryono, berpotensi memengaruhi aktivitas vulkanik gunung api di wilayah itu.
Staf Ahli Bidang Kebencanaan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono mengkhawatirkan peningkatan aktivitas Gunung Gamalama. “Kami merekam tingginya aktivitas tektonik. Kalau kantong fluida magma Gamalama penuh, bisa meletus,” paparnya.
Pengamatan Minggu, pukul 00.00-6.00 Wita, ada gempa tremor dan embusan menerus di Gamalama. Adapun gempa tektonik lokal yang terekam 147 kali dan gempa tektonik jauh 20 kali. “Terjadi peningkatan aktivitas, tetapi hingga kini Gamalama masih Waspada,” kata Surono.
Setelah serangkaian gempa di Maluku Utara, gempa bermagnitudo 6 terjadi di Laut Banda, Maluku, Sabtu pukul 16.06 Wita. Data BMKG menunjukkan, pusat gempa berada sekitar 174 kilometer di barat laut Saumlaki. Gempa itu mempunyai mekanisme sumber sesar naik dan dipengaruhi pergerakan Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia.
Sejarah kegempaan
Menurut Daryono, catatan sejarah menunjukkan kawasan Maluku Utara hingga Sangihe, Sulawesi Utara, beberapa kali dilanda gempa bumi yang merusak. Gempa bumi Sangir pada 1 April 1936, yang guncangannya mencapai VIII-IX MMI (Modified Mercalli Intensity), merusak 127 bangunan rumah.
Gempa bumi Pulau Siau pada 27 Februari 1974 juga memicu longsoran dan kerusakan bangunan rumah di sejumlah tempat. Terakhir, gempa bumi Sangihe-Talaud yang terjadi 22 Oktober 1983. Gempa bumi itu juga dilaporkan merusak beberapa bangunan rumah.
Beberapa gempa bumi di kawasan ini juga memiliki beberapa catatan memicu terjadinya tsunami, misalnya tsunami Banggai-Sangihe tahun 1858. Tahun 1859 terjadi tsunami di Banggai dan Ternate yang mengakibatkan banyak bangunan rumah di daerah pesisir hancur.
Tahun 1871 dilaporkan tsunami menerjang sepanjang pesisir Pantai Gorontalo. Tsunami dahsyat juga melanda Tahuna (1889). Tsunami Kepulauan Talaud (1907) menerjang kawasan pantai hingga setinggi 4 meter, sedangkan tsunami Pulau Salebabu (1936) menerjang pantai dengan ketinggian hingga 3 meter.
Data Kompas, gempa menerus seperti di Jailolo pernah melanda Pulau Nusa Laut, Maluku Tengah, hampir satu minggu pada Agustus 2015. Saat itu, sejumlah rumah penduduk dan beberapa fasilitas umum rusak. Gempa tak berpotensi tsunami (Kompas, 22/8). (AIK/FRN)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 November 2015, di halaman 1 dengan judul “Lempeng Tektonik di Kawasan Maluku Aktif Tinggi”.