Salah satu kapal paling sibuk dalam misi pencarian pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 beberapa hari terakhir adalah kapal milik TNI Angkatan Laut bernomor lambung 933, KRI Rigel. Dengan kemampuan pembacaan dasar lautnya, kapal ini telah membantu menemukan lokasi reruntuhan pesawat di utara pesisir Karawang, Jawa Barat.
Dalam operasi sehari-hari, kapal dengan lambang binatang orca ini adalah kapal survei milik Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal).
KOMPAS/PRIYOMBODO–KRI Rigel-933 saat menjalani misi pencarian pesawat Lion Air PK-LQF di perairan Karawang, Jawa Barat, Kamis (1/11/2018). Kapal TNI Angkatan Laut yang merupakan kapal survei dilengkapi dengan multibeam echosounder ini dapat mendeteksi hingga kedalaman 7.000 meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemilihan orca atau paus pembunuh (Orcinus orca) sebagai lambang bukan karena sosoknya yang menyeramkan, melainkan karena kecerdasannya. Pasalnya, selain dengan mata, orca juga dapat ”melihat” dengan suara. Persis seperti kapabilitas KRI Rigel. Tak tanggung-tanggung, KRI Rigel dinilai sebagai orca paling cerdas se-Asia Tenggara.
KOMPAS/PRIYOMBODO–Pusat data di KRI Rigel-933 saat menjalani misi pencarian pesawat Lion Air PK-LQF di perairan Karawang, Jawa Barat, Kamis (1/11/2018).
”Kemampuan survei kapal ini melebihi armada mana pun di Asia Tenggara,” kata Direktur Operasi Survei dan Pemetaan Pushidrosal Kolonel Laut Haris Djoko Nugroho saat ditemui di anjungan KRI Rigel, Kamis (1/11/2018) petang.
Haris menilai, kemampuan deteksi bawah air KRI Rigel-933 unggul. Dengan adanya multibeam echosounder yang dapat merekam dasar laut hingga kedalaman 7 kilometer. Sidescan sonar juga memungkinkan kemampuan pencitraan bawah air.
KRI Rigel pun memiliki kemampuan bottom profiling, dapat mendeteksi benda yang terhunjam hingga 6 meter di bawah dasar laut. Citra muka dasar laut yang terekam sepanjang 100-250 meter.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–KRI Rigel-933, Rabu (31/10/2018), menyusuri perairan utara Karawang, Jawa Barat, mencari pesawat Lion Air yang jatuh di kawasan tersebut pada Senin, 29 Oktober.
Dalam melakukan perekaman sonar, KRI Rigel berlayar dengan kecepatan 6-9 knot. Akan tetapi, Komandan KRI Rigel-933 Letnan Kolonel Laut Agus Triyana mengatakan, ”Kalau terlalu cepat, kualitas data yang kami dapatkan tidak begitu bagus.” KRI Rigel dapat mengidentifikasi benda dengan ketelitian hingga 60 sentimeter di dasar laut.
KRI Rigel juga dilengkapi robot bawah laut ROV dan AOV yang dapat membantu survei dan memberikan citra video hingga kedalaman 2.000 meter.
Dari anjungan kapal, citra yang dihasilkan oleh sonar dapat langsung dilihat oleh personel. Meski demikian, untuk analisis lebih dalam, KRI Rigel memiliki dua ruangan khusus yang berisi komputer dan server untuk mengolah data. Kedua ruangan tersebut berisi lebih dari 10 layar yang dapat menampilkan berbagai informasi yang direkam oleh kapal.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–KRI Rigel-933, Rabu (31/10/2018), menyusuri perairan utara Karawang, Jawa Barat, mencari pesawat Lion Air yang jatuh di kawasan tersebut pada 29 Oktober 2018.
Dengan berbagai kapabilitas tersebut, Agus menyebutkan, 48 orang mengawaki kapal ini setiap operasi.
Kapal produksi Perancis ini dibeli pada 2015 dengan harga Rp 564 miliar. Kapal ini melengkapi armada kapal survei Pushidrosal. Selain KRI Rigel, armada kapal survei Pushidrosal juga beranggotakan KRI Dewakembar dan KRI Spica. ”Kapal Baruna Jaya I itu sebelumnya dipakai oleh Pushidrosal sebelum digunakan BPPT,” ucap Agus.
Selama misi pencarian pesawat Lion Air, KRI Rigel menjadi rumah sementara bagi 25 penyelam tim Dinas Penyelamatan Bawah Air TNI AL.
Hingga kini, proses evakuasi reruntuhan kapal dan korban terus dilakukan. Agus menuturkan, KRI Rigel siap terus mendukung upaya yang dilakukan berbagai elemen masyarakat tersebut. ”KRI Rigel adalah milik rakyat, bukan milik Angkatan Laut. Hanya dipercayakan kepada kami,” ujarnya.–SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Sumber: Kompas, 1 November 2018