Kerang dari Dasar Perairan Bisa Menyerap Opioid

- Editor

Senin, 28 Mei 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Remis atau kerang yang hidup di dasar perairan, baik sungai, rawa, atau pantai, selama ini dikenal mengandung banyak polutan, termasuk logam berat, sehingga tidak layak dikonsumsi. Namun, studi terbaru menunjukkan kerang itu juga jadi penyerap yang baik untuk aneka bahan obat.

Studi Institut Puget Sound (PSI), Universitas Washington di Tacoma, Amerika Serikat menunjukkan remis Mytilus trossulus yang ditemukan di sekitar area pelabuhan Seattle dan Bremerton, AS, mengandung opioid, yaitu obat pereda rasa sakit yang bekerja pada sistem saraf.

PHYS.ORG/JANNE KIM GITMARK, NIVA–Kerang dari perairan dasar

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

M trossulus termasuk dalam satu keluarga dengan kerang hijau Perna viridis yang mudah ditemukan di sekitar Jakarta. Kedua spesies itu masuk dalam keluarga Mytilidae.

Kerang dari perairan dasar di wilayah perkotaan itu tak disarankan untuk dikonsumsi karena sifatnya mampu menyaring air saat memburu bakteri dan alga mikroskopik untuk makanannya. Kemampuannya menyaring air itu membuatnya menjadi penyerap yang baik untuk aneka bahan kimia dan polutan di sekitarnya. Karena itu, remis sering dijadikan penanda untuk mendeteksi tingkat pencemaran suatu wilayah.

Wilayah tak tercemar
“Anda tidak ingin mengumpulkan dan memakan kerang yang berasal dari perairan perkotaan ini,” kata peneliti PSI Andy James, sebagaimana dikutip dalam Livescience, Jumat (25/5/2018) . Kerang di dasar perairan yang untuk dikonsumsi biasanya dibudidayakan atau diambil dari wilayah yang tidak tercemar hingga aman untuk dimakan.

Petugas menunjukkan sampah kerang hijau di Desa Mallasoro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Rabu (31/8/2016). Kerang tersebut diduga menjadi sumber keracunan yang mengakibatkan 63 warga Mallasoro dirawat di sejumlah puskesmas dan rumah sakit.
Kompas/Mohamad Final Daeng

Opioid itu dideteksi dengan memanfaatkan remis yang belum terkontaminasi yang dilepaskan ke wilayah sekitar pelabuhan Seattle dan Bremerton, AS. Pelepasan remis itu dilakukan oleh Departemen Perikanan dan Kehidupan Liar Washington (WDFW), AS.

Sekitar 2-3 bulan berikutnya, peneliti PSI meneliti jaringan kerang untuk mendeteksi tingkat pencemaran perairan sekitarnya. Hasilnya, peneliti justru menemukan kandungan oksikodon opioid pada 3 lokasi dari 18 lokasi yang diuji. Oksikodon opioid adalah salah satu jenis opioid, obat keras yang bisa diresepkan dokter secara terbatas. Obat tipe ini mempunyai khasiat dan efek samping mirip dengan morfin.

Opioid itu kemungkinan berasal dari pabrik pengolahan air limbah di sekitar wilayah perairan itu. Meskipun sudah disaring, air limbah tetap bisa mengandung polutan, termasuk opioid. Opioid itu diduga berasal sisa-sisa obat yang dikonsumi manusia dan sisanya terbuang melalui toilet.

“Temuan keberadaan opioid ini menunjukkan banyak orang di daerah itu yang mengonsumsi obat-obatan, “ kata ahli biologi dari Departemen Perikanan dan Kehidupan Liar Washington (WDFW) Jennifer Lanksburry.

Temuan keberadaan opioid ini menunjukkan banyak orang di daerah itu yang mengonsumsi obat-obatan.

Meski demikian, James mencatat kandungan opioid di kerang itu jauh lebih rendah daripada dosis terapeutik yang digunakan pada manusia. Dengan demikian, kondisi itu diharapkan tidak akan mengganggu kehidupan kerang ke depannya karena kerang itu tak memiliki kemampuan memecah material obat.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 28 Mei 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB