Penyerapan kata-kata dari bahasa daerah ke Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI dapat mencegah kepunahan. Akan tetapi, penyesuaian pelafalan dan jumlah editor kamus menjadi tantangan strategi ini.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memverifikasi 652 bahasa daerah di tanah air.
”Dengan menyerap kata-kata dari bahasa daerah ke dalam KBBI, penuturnya tidak hanya dari daerah, tetapi juga se-Indonesia,” kata Kepala Bidang Pengembangan Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dora Amalia saat ditemui setelah lokakarya pemuktahiran KBBI di Jakarta, Senin (9/4/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Seorang pengguna sedang membuka laman Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan atau KBBI daring melalui ponsel.
Bahasa daerah juga menjadi kekayaan linguistik bagi Indonesia. Menurut Dora, dampak keragaman bahasa itu memberikan pilihan kosakata yang bermacam-macam.
Dora memaparkan, dari 28 Oktober 2016 hingga saat ini ada 26.000 usulan kosakata baru. Sekitar 20.000 kosakata berasal dari bahasa daerah.
Usulan itu akan dianalisis dan dimasukkan dalam pemuktahiran KBBI. Dora mengatakan, sejak 2018 pihaknya menargetkan pemuktahiran dengan menambahkan 1.000 lema baru secara keseluruhan setiap enam bulan sekali, yakni pada April dan Oktober, pada KBBI dalam jaringan (daring) dan aplikasi ponsel KBBI.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Kepala Bidang Pengembangan Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dora Amalia (tiga dari kiri), dosen Sastra Indonesia Universitas Indonesia Nazarudin (kedua dari kiri), editor KBBI dari Balai Bahasa Jawa Barat Asep Rahmat Hidayat (kanan), dan anggota tim penyusun KBBI edisi pertama hingga keempat Abdul Gaffar Ruskhan (kedua dari kanan) dalam lokakarya pemuktahiran Kamus Besar Bahasa Indonesia di Jakarta, Senin (9/4/2018).
Akan tetapi, menurut Abdul Gaffar Ruskhan, anggota tim penyusun KBBI edisi pertama hingga keempat, penyerapan kata dari bahasa daerah ke KBBI perlu diseleksi agar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. ”Pelafalan kata-kata yang diserap dari bahasa daerah harus biasa diucapkan sehari-hari secara umum,” ujarnya dalam lokakarya.
Dari 28 Oktober 2016 hingga saat ini ada 26.000 usulan kosakata baru. Sekitar 20.000 kosakata berasal dari bahasa daerah.
Abdul mencontohkan kata mbololo dari bahasa Muna yang seharusnya menjadi embololo dan kata benbephon dari bahasa Biak seharusnya menjadi benbefon. Alasannya, bahasa Indonesia secara umum tidak menggunakan diftong ph atau mb.
Contoh lain yang disampaikan editor KBBI dari Balai Bahasa Jawa Barat, Asep Rahmat Hidayat, ialah kata keukeuh dari bahasa Sunda. Kata ini diserap menjadi kekeh karena kaidah bahasa Indonesia belum mengenal diftong eu secara umum.
Tak hanya pelafalan, seleksi penyerapan kata juga memperhatikan konteks dan kemiripan konsep dengan kata lainnya. Asep mencontohkan, kata sambau dari bahasa Minangkabau dan kata bengkah dari bahasa Basemah.
Kedua kata itu bermakna kondisi kekenyangan karena terlalu banyak minum. ”Namun, kata bengkah lebih dipilih karena lafalnya mirip kata begah yang berarti kekenyangan akibat terlabu banyak makanan,” kata Asep.
Editor belum ideal
Analisis dan kajian untuk menyeleksi kata-kata yang akan diserap dari bahasa daerah itu bergantung pada aspek sumber daya manusia (SDM). ”Jumlah editor KBBI kami masih terbatas,” ujar Dora.
Dora membandingkan antara editor KBBI dan kamus bahasa Inggris Oxford. Untuk menyerap kata-kata dari 652 bahasa daerah, Dora mengatakan ada sekitar 50 editor kamus yang menanganinya.
Dora melanjutkan, jumlah editor kamus yang dimiliki Oxford berkisar 200 orang. ”Jumlah bahasa yang menjadi sumber kamus tersebut sekitar 50 bahasa,” ucapnya.
Mengutip dari situs Financial Times, Asep menggambarkan, seorang editor kamus bertugas untuk menambahkan kata, menemukan bukti penggunaannya, serta menyusun definisi. ”Karena itu, perlu kebijakan urun daya dalam hal pemerkayaan kosakata,” ujarnya.
Asal kata
Dalam penyerapan tersebut, dosen Sastra Indonesia Universitas Indonesia, Nazarudin, berpendapat, kata asal yang ada di bahasa daerah sebaiknya turut dicantumkan dalam KBBI. ”Tujuan untuk pembelajaran etimologi atau asal-usul suatu kata,” ucapnya.
Dora mengatakan, saran dari Nazarudin tersebut tengah diusahakan. Saat ini, pihaknya sedang mengkaji kata-kata dari bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa kuno.
Pada 2020, Dora menargetkan meluncurkan KBBI yang disertai dengan asal-usul kata. Tak hanya yang berasal dari bahasa daerah, tetapi juga bahasa asing.–DD09
Sumber: Kompas, 9 April 2018
————————
Jumlah Editor Kamus Besar Bahasa Indonesia Belum Ideal
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Editor Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Balai Bahasa Jawa Barat, Asep Rahmat Hidayat (tengah), dalam lokakarya di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Indonesia memiliki beragam bahasa daerah yang menjadi sumber kosa katanya. Akan tetapi, jumlah editor untuk menyunting Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI belum mencukupi.
Kepala Bidang Pengembangan Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dora Amalia memaparkan, sebanyak 652 bahasa daerah di Nusantara telah terverifikasi.
”Dari segi sumber daya manusia, jumlah editor terbatas. Secara keseluruhan ada sekitar 50 editor untuk KBBI,” ucapnya saat ditemui setelah lokakarya di Jakarta, Senin (9/4/2018).
Apabila dibandingkan dengan kamus bahasa Inggris Oxford, jumlah editornya sekitar 200 orang. Dora mengatakan, ada sekitar 50 bahasa asal yang menjadi sumber kosakata kamus tersebut.
Dalam lokakarya itu, editor KBBI dari Balai Bahasa Jawa Barat, Asep Rahmat Hidayat, mengatakan, seorang editor kamus bertugas untuk menambahkan kata, menemukan bukti penggunaannya, dan merumuskan definisi. Kata-kata yang akan ditambahkan paling tidak sudah digunakan selama 10 tahun.
Asep juga mengusulkan untuk melibatkan perwakilan dari setiap universitas, asosiasi, dan profesi sebagai editor KBBI. ”Perlu ada kebijakan urun daya terkait editor KBBI,” ujarnya.–DD09
Sumber: Kompas, 9 April 2018