Masalah Pendidikan Tinggi pada Tata Kelola
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla merencanakan ada Kementerian Koordinator Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan. Selain itu, kebudayaan tetap melekat dengan pendidikan dalam hal kementerian.
Hal itu dikemukakan Haryadi, anggota Kelompok Kerja Lembaga Kepresidenan dan Arsitektur Kabinet di tim transisi Jokowi-Jusuf Kalla sekaligus pengajar politik di Universitas Airlangga. Haryadi menegaskan, pendidikan dan kebudayaan dipandang penting dalam pemerintahan mendatang.
”Kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari pendidikan. Tak ada rencana memisahkan keduanya,” ujar Haryadi dalam diskusi tentang pendidikan tinggi, Jumat (19/9), di kediaman pakar pendidikan, HAR Tilaar, di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain Haryadi, hadir antara lain Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Soedijarto, Guru Besar Emeritus UNJ HAR Tilaar, dan Amich Alhumami dari Jakarta Education Forum yang juga peneliti di Bappenas.
Terkait wacana memisahkan kementerian pendidikan dasar menengah dengan pendidikan tinggi, Haryadi menjelaskan, tim transisi belum memutuskan apakah akan menggunakan struktur kementerian seperti saat ini atau mengubahnya.
Dua pilihan muncul. Pertama, pendidikan tinggi tetap di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), tetapi riset dan teknologi yang ”pindah” ke Kemdikbud. Kedua, pendidikan tinggi memisahkan diri dari Kemdikbud dan bergabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi. ”Keputusan akhir ada pada presiden terpilih,” ujarnya.
Berkebudayaan
Secara terpisah budayawan Radhar Panca Dahana mengatakan, institusi pendidikan mulai dipandang pragmatis untuk mencetak sumber daya manusia produktif dalam industri. Pendidikan mestinya bagian dari pengajaran, termasuk pengajaran berkebudayaan guna mendapatkan nilai etis dan estetis.
Dosen Fakultas Filsafat Universitas Indonesia, Tommy F Awuy, menambahkan, sebelum berbicara pelembagaan kebudayaan dalam institusi atau kementerian, menurut Tommy, perlu dirumuskan konvensi bersama tentang kebudayaan. ”Sampai sekarang, konsep kebudayaan simpang siur,” ujarnya.
Pendidikan tinggi
Di dalam diskusi pendidikan tinggi, para ahli pendidikan meyakini, persoalan utama pendidikan tinggi ada pada tata kelola, infrastruktur riset yang minim, dan anggaran untuk riset. Persoalan bukan pada struktur kementerian.
”Sepanjang minim anggaran untuk pendidikan tinggi, tidak ada gunanya juga pindah-pindah,” kata Soedijarto.
Pengamat pendidikan HAR Tilaar tidak setuju jika pendidikan tinggi dipisahkan dari pendidikan dasar, menengah, dan kebudayaan. Tugas pendidikan tinggi bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan yang terutama ialah membentuk karakter bangsa berdasarkan kebudayaan. ”Pendidikan tinggi bukan hanya alat untuk meningkatkan riset dan lainnya, tetapi sebagai pengembang kebudayaan nasional di era globalisasi,” tuturnya.
Amich, peneliti di Bappenas, berpendapat bahwa penggabungan pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi tak akan bermanfaat jika infrastruktur dasar tidak disiapkan. (LUK/NAW/ABK)
Sumber: Kompas, 20 September 2014