Langkah Kementerian Lingkungan HIdup dan Kehutanan yang memperbarui lampiran satwa dilindungi diapresiasi. Hal itu diharapkan bisa menjadi amunisi bagi penegakan hukum serta melindungi flora dan fauna yang terancam dan belum terlindungi.
Pembaruan daftar satwa dilindungi tersebut menggantikan lampiran Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Lampiran tersebut kemudian digantikan dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Penetapan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dalam Permen 20/2018 yang ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 29 Juni 2018 tersebut memasukkan 794 jenis fauna dan 127 jenis flora dalam daftar perlindungan. Isi permen itu disusun atas rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai otoritas keilmuan (scientific authority) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada lampiran Permen tersebut, burung adalah jenis satwa yang paling banyak masuk dalam daftar dilindungi. Sebanyak 562 jenis burung masuk dalam daftar tersebut atau sekitar 32 persen dari total 1.771 jenis burung yang ada di Indonesia. Pada daftar jenis sebelumnya ada 437 jenis burung berstatus dilindungi. Tujuh jenis burung cica daun (Chloropseidae sp) dan jenis burung kacamata (Zosterops flavus dan Heleina wallacei) yang populasinya terus menurun akibat penangkapan di alam, kini statusnya dilindungi.
KOMPAS/LUKI AULIA–Burung berwarna cerah cantik ini ditangkap dan dipelihara warga yang tinggal di pinggir kawasan konservasi Kepulauan Aru. Karena sudah lama tinggal bersama manusia, ia sangat jinak dan suka minum air teh.
Selain itu, 27 jenis atau 98 persen dari total 28 jenis burung di Indonesia yang berstatus kritis (critically endangered) berdasarkan Daftar Merah IUCN telah masuk juga ke dalam daftar tersebut. Dalam daftar PP 7/1999 hanya mengakomodir 64 persen burung berstatus kritis.
Mainstreaming Biodiversity Officer Burung Indonesia, Jihad, Sabtu (11/8/2018) di Jakarta, menuturkan peraturan baru ini lebih aktual menampilkan kondisi jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar yang mengalami penurunan tajam populasi maupun jenis-jenis endemis yang baru ditemukan. Penurunan populasi dan ancaman jenis endemis ini disebabkan perdagangan.
Penangkaran
Burung tangkapan dari alam ini dipelihara kolektor dan penghobi serta peserta lomba burung berkicau. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Eksploitasia mengharapkan masyarakat hanya memelihara burung yang dihasilkan penangkar resmi.
Burung hasil penangkaran/budidaya tersebut dilengkapi gelang/cincin penanda yang memastikan individu bukan berasal dari tangkap alam. Indra pun menyatakan Permenlhk 20/2018 ini tak akan mengganggu kegiatan penangkaran burung yang telah berjalan.
“Kami akan atur agar penangkaran ini mendukung pelestarian di alam,” kata dia. Contoh sukses yang kerap didengungkan KLHK diantaranya jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang populasinya tertekan di habitat alamnya, Taman Nasional Bali Barat, berhasil ditangkarkan dan sebagian dilepasliarkan di alam.
Selain jenis burung yang terancam karena perdagangan, jenis-jenis burung yang populasinya kecil dan persebaran terbatas atau endemis serta terancam punah juga dilindungi. Contohnya kakatua putih (Cacatua alba), kasturi ternate (Lorius garrulus), paok morotai (Pitta morotaiensis), dan kehicap buano (Symposiachrus boanensis).
Jihad mengatakan perubahan populasi suatu jenis di habitat alaminya dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologis. Ia menunjukkan referensi kasus ledakan populasi belalang kembara pada tahun 1997-1998 di Sumatera bagian selatan, terutama di Provinsi Lampung.
Kejadian itu disinyalir disebabkan hilangnya habitat bagi burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis) yang dibuka untuk pendirian tambak besar di Lampung. Burung kuntul kerbau adalah predator alami bagi belalang kembara sehingga penurunan populasi burung ini berimplikasi pada meledaknya populasi belalang kembara.
Lebih lanjut, ia berharap Permenlhk 20/2018 ini membawa dampak positif bagi upaya konservasi burung paruh bengkok di “wilayah Wallacea”. Melalui peraturan tersebut, semua jenis burung paruh bengkok di Wallacea kini masuk dalam jenis dilindungi. Ini menjadi langkah besar untuk menekan ancaman terhadap berbagai jenis burung paruh bengkok di Wallacea yang terancam oleh upaya perburuan dan perdagangan.
“Penegakan hukum dan sosialisasi secara konsisten dapat menjadi aspek yang ditekankan dalam setiap kegiatan konservasi paruh bengkok agar masyarakat mengetahui perubahan status perlindungan ini,” kata dia.
Masuknya kakatua putih dan kasturi ternate ke dalam daftar perlindungan menjadi salah satu contoh pembaruan daftar lampiran perlu disesuaikan dengan kondisi jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar teraktual seperti perubahan ancaman dan penurunan populasi. Kakatua putih dan kasturi ternate merupakan burung endemis Maluku Utara yang populasinya menurun drastis akibat perburuan dan perdagangan.
Kakatua putih dan kasturi ternate merupakan prioritas Program Kemitraan Wallacea dan Burung Indonesia. Jenis satwa prioritas lainnya di Wallacea yang masuk dalam daftar tersebut antara lain kura-kura leher-ular rote (Chelodina mccordi), kupu kupu sayap burung obi (Ornithoptera aesacus), kupu kupu sayap burung wallace (Ornithoptera croesus), kupu kupu raja talaud (Troides dohertyi), kupu kupu raja pratorum (Troides prattorum), dan pari gergaji lancip (Anoxypristis cuspidata).–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2018