Jejak Tsunami dalam Manuskrip

- Editor

Selasa, 23 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Selain jejak geologis yang terdapat di dalam tanah Aceh, informasi tentang kejadian gempa dan tsunami pada masa lalu banyak terdapat dalam manuskrip kuno. Pada 2006, Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara Oman Fathurahman menemukan catatan tangan di sampul sebuah manuskrip asal abad ke-19 di Zawiyah Tanoh Abee, Aceh Besar.


Catatan dalam bahasa Arab itu menyebutkan, pernah terjadi gempa besar untuk kedua kali pada pagi hari, Kamis, 9 Jumadil Akhir 1248 Hijriah atau 3 November 1832. Angka tahun 1248 Hijriah atau 1832 Masehi ini menjadi amat menarik karena menurut sejumlah catatan penjelajah Barat, gempa dan tsunami pernah melanda pantai barat Sumatera pada 24 November 1883.

”Bisa jadi itu gempa berbeda, tetapi ini membuktikan Aceh kerap dilanda gempa besar,” kata Oman, ahli filologi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sebelumnya, pada 2005, Oman juga menemukan naskah ”takbir gempa” yang tersimpan di Perpustakaan Ali Hasjmy, Banda Aceh. Naskah anonim itu dibuat sekitar abad ke-18, tiga abad sebelum tsunami melanda Aceh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Catatan di manuskrip itu memaparkan kejadian yang akan mengikuti gempa bumi dalam rentang waktu dari subuh hingga tengah malam, dalam 12 bulan. Di salah satu bagiannya disebut, ”Jika gempa pada bulan Rajab, pada waktu subuh, alamatnya segala isi negeri bersusah hati dengan kekurangan makanan. Jika pada waktu duha gempa itu, alamatnya air laut keras akan datang ke dalam negeri itu….”

07_01190_00001_FL_Iv prang sabi MNA 1489Dengan benderang, naskah ini menggambarkan gempa bisa memicu naiknya air laut hingga ke daratan. Naiknya air laut itulah yang kini dikenal dengan tsunami. Namun, jauh sebelumnya, orang Aceh juga memiliki kosakata ïe beuna atau air bah besar dari laut. Namun, kata ini tak lagi dipakai hingga kejadian tsunami 2004.

Sementara itu, filolog dari IAIN Ar Raniry, Banda Aceh, Hermansyah, menemukan Naskah Gempa dan Gerhana Wa-Shahibul dalam kitab Ibrahim Lambunot, koleksi Museum Negeri Aceh. Naskah itu menyebutkan tentang smong yang terjadi pada 1324 H atau 1906 M.

Smong adalah bahasa Simeulue yang berarti naiknya air laut setelah gempa. Di Pulau Simeulue, pengetahuan tentang smong ini masih lestari dan terbukti menyelamatkan warga saat tsunami 2004. Meski ribuan rumah di pulau itu rusak diterjang tsunami, korban tewas ”hanya” tujuh orang.

Begitu gempa melanda, warga spontan berteriak smong dan semua berhamburan ke atas bukit. Warga Simeulue mengingat, smong terjadi di pulau mereka pada 1907 atau setahun setelah catatan dalam kitab Ibrahim Lambunot itu. Berturut-turut, manuskrip kejadian gempa pada masa lalu ditemukan di sejumlah daerah lain.

Di Sumatera Barat, filolog dari Universitas Andalas, Zuriati, menemukan Takwil Gempa di Lubuk Ipuh dan Malalo. Naskah ini mirip Takbir Gempa dari Aceh. Adapun di Perpustakaan Nasional, Jakarta, tersimpan naskah Ramalan Gempa. Naskah sejenis tersimpan di The Delf Collection, Belanda. Naskah itu berjudul Kitab Ta’bir dan mengandung sejumlah teks, meliputi takbir mimpi, takbir kusyuf alkamar wa asy-syams (gerhana bulan dan matahari), dan takbir lindu (gempa bumi).

”Sedikitnya 15 naskah sejenis takwil gempa telah ditemukan,” kata Oman. Ini menunjukkan gempa dan tsunami banyak terjadi dan direkam masyarakat pada masa lalu. (AHMAD ARIF)

Sumber: Kompas, 23 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 14 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB