Indeks Kebahagiaan; Pendidikan sebagai Pemberi Akses

- Editor

Kamis, 12 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendidikan bagi sebagian masyarakat Indonesia berfungsi sebagai salah satu akses untuk mendapatkan kehidupan layak yang akhirnya memengaruhi kebahagiaan. Pendidikan dalam artian luas menjadi jalan bagi perubahan.


Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, menyatakan, akses yang disediakan pendidikan antara lain informasi, rekreasi, dan pilihan. Pendidikan memberi investasi keterampilan, jaringan pergaulan, cara berpikir dalam memecahkan masalah, dan mengubah cara pandang terhadap kehidupan.

”Sebagian masyarakat Indonesia hidup di dalam ketidakpastian. Belum ada jaminan negara bisa memberi kehidupan layak,” ujar Asep ketika ditanyai tentang indeks kebahagiaan terbitan Badan Pusat Statistik, di Jakarta, Rabu (11/2). Kesimpulan dari indeks tersebut ialah semakin tinggi pendidikan, kian tinggi pula indeks kebahagiaan. Penduduk tidak/belum pernah bersekolah mempunyai indeks kebahagiaan terendah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pendidikan merupakan jalan mendapatkan kepastian. Kepastian itu membuat orang bahagia karena mendapat informasi dan wawasan cukup. Permasalahannya, baru sebagian masyarakat memahami kekuatan pendidikan. Sisanya, menganggap pendidikan sebagai formalitas atau sekadar mendapatkan ijazah.

Psikolog pendidikan Karina Adistiana berpendapat, tujuan ideal pendidikan ialah membantu seseorang beradaptasi agar bisa hidup nyaman sebagai bagian dari masyarakat. Kenyamanan ikut berpengaruh pada kebahagiaan.

Material
Ketua Program Studi Ilmu Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara A Setyo Wibowo SJ mengatakan, hal material hanyalah kondisi yang menyertai tercapainya kebahagiaan, tetapi bukan syarat utama terwujudnya kebahagiaan. Dari sudut pandang filsafat, kebahagiaan merupakan pencapaian panjang dan berat. Maknanya berbeda dengan sekadar merasa puas atau gembira.

Bagi psikolog, Rose Mini Adi Prianto, kebahagiaan bersifat subyektif. Kebahagiaan hanya bisa diukur oleh orang yang merasakannya. (DNE/ABK/B06)

Sumber: Kompas, 12 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB