Kabar bohong terkait vaksin Covid-19 beredar seiring dengan proses pengujiannya. Berbagai jenis hoaks terkait vaksin ini memperkeruh tanggapan warganet di media sosial.
Kabar bohong bermunculan seiring berjalannya tahapan uji klinis vaksin Covid-19 di Indonesia. Kemunculan kabar itu turut memperkeruh informasi mengenai penanganan pandemi. Pada tahap berikutnya menimbulkan narasi tidak percaya dengan pandemi Covid-19.
Sejumlah kabar bohong itu bermunculan di media sosial Twitter dan Facebook seperti terlihat pada Selasa (21/7/2020). Di Facebook, beredar kabar disinformasi yang bertuliskan ”Obat Covid-19 Telah Ditemukan dan Siap Disebarkan ke Indonesia” pada April silam. Walakin, sejumlah akun hingga kini masih membagikan informasi serupa meski telah ditandai sebagai informasi tidak valid oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Twitter, sejumlah pengguna juga menerima kabar soal vaksin Covid-19 yang dipasangi mikrocip untuk memudahkan pelacakan orang-orang di dunia. Zaenal Mutaqin (27), seorang pengguna Twitter, mengetahui kabar itu kerap dikait-kaitkan dengan Bill Gates, pendiri perusahaan teknologi Microsoft.
”Saya tahunya hoaks soal vaksin itu sudah beberapa bulan lalu beredar. Tapi sekarang kelihatannya ramai lagi karena vaksin Covid-19 dari China yang kini sudah di Indonesia. Kalau dipikir-pikir, enggak nyambung juga karena vaksinnya datang dari China, tapi kenapa dikaitkan dengan Bill Gates,” ucapnya saat dihubungi Selasa siang.
Simpang siur informasi itu memicu keresahan sejumlah akun pengguna di Twitter. Ivan Pradibta (25), pengguna medsos, turut kesal karena hoaks yang beredar soal vaksin dari Bill Gates tidak relevan dengan kondisi sekarang. Setelah diamati, kabar hoaks vaksin yang ditanami mikrocip itu telah beredar sejak Mei silam.
Padahal, vaksin Covid-19 yang tengah melalui tahapan uji klinis di Bandung, Jawa Barat, berasal dari pengembang asal China bernama Sinovach Biotech. Ketua Tim Riset Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Prof Kusnandi Rusmil menuturkan, tahapan uji klinis kemungkinan baru berjalan pada Agustus. Dengan begitu, hoaks terkait vaksin tidak relevan dengan perkembangan saat ini.
Hoaks berkembang
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan, hoaks terkait Covid-19 hingga kini terus berkembang secara persisten. Hoaks yang muncul saat ini, terutama soal vaksin Covid-19, membentuk ekosistem sains semu berbasis teori konspirasi yang sangat dipercaya oleh sejumlah kalangan.
Ekosistem sains semu itu mendorong warga untuk meremehkan dampak Covid-19. Bahkan, menganggap situasi pandemi saat ini adalah rekayasa para elite global. ”Ekosistem ini kemudian berkelindan dengan komunitas antivaksin, yang pada akhirnya dapat mengancam program vaksinasi Covid-19 itu sendiri,” ungkap Septiaji.
Septiaji menambahkan, hoaks ini belakangan berkembang dengan semakin persisten. Bahkan, beberapa kabar yang sudah dilabeli tidak valid pun disebarkan kembali oleh segelintir orang. ”Pelabelan disinformasi pada sejumlah konten tidak lantas mencegah penyebaran kabar bohong,” jelasnya.
Septiaji mengingatkan pemberantasan hoaks harus multidimensi. Cara ini meliputi upaya edukasi literasi yang masif, adanya upaya kolaboratif untuk periksa fakta, serta penegakan hukum yang tegas kepada penyebar kabar bohong. Selain itu, dia berharap pers juga lebih mengutamakan berita yang esensial, dibutuhkan pembaca, dan tidak sekadar mengejar umpan klik (clickbait).
Psikolog dan peneliti dampak media dari Universitas Indonesia (UI), Laras Sekarasih, menyebutkan, publik pun harus memelihara sikap skeptisme dalam menyaring informasi yang belum jelas asal-usulnya. Segala informasi yang beredar lewat pesan berantai perlu diketahui sumbernya dari mana, apakah informasinya logis dan juga koheren.
Ketika menemukan pesan berantai, pertama, dia menyarankan agar segera memeriksa sumber berita. Biasanya, sebuah pesan berantai yang berupa berita turut menyertakan sumber tautan berita.
Apabila tidak ada tautan berita, patut dicurigai bahwa berita itu adalah kabar bohong. Ada beberapa kanal media massa arus utama yang dapat dipercaya, ada pula yang berasal dari situs milik pemerintah dengan domain khusus .gov.id (government).
Kedua, waspadai konten pesan berantai dengan ikon panah ganda. Ikon itu menandai sebuah pesan yang mungkin telah banyak diteruskan (forward) oleh banyak orang sehingga mungkin akan sulit mencari kebenaran informasinya.
Ketiga, banyaknya penggunaan kata yang berlebihan, bombastis, serta cetak tebal di dalam pesan berantai. Hal yang tidak ketinggalan pula adalah kata-kata ”info dari grup sebelah” serta seruan untuk menyebarkan pesan tersebut ke kerabat lain.
”Dari sejumlah pesan yang saya amati, tiga karakteristik di atas paling mencerminkan bahwa info tersebut adalah hoaks. Kalau masih ragu, coba cari kebenaran informasi tersebut melalui situs pencari Google,” kata Laras.
Oleh ADITYA DIVERANTA
Editor: ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 21 Juli 2020