Hasil Tes Molekuler Covid-19 Selesai Kurang dari Sejam

- Editor

Jumat, 24 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lambannya pemeriksaan spesimen menghambat penanganan pasien Covid-19. Riset mengenai tes molekuler yang bisa selesai kurang dari satu jam memberikan harapan untuk menghasilkan tes secara cepat dan akurat.

Peneliti dari Queen Mary University of London, Inggris, memimpin uji klinis sistem tes Covid-19 dengan metode analisis reaksi rantai polimerase atau PCR terbaru yang hasilnya bisa selesai kurang dari satu jam. Riset ini memberikan harapan menyelesaikan kebutuhan tes yang cepat dan akurat, yang selama ini menjadi kendala di banyak negara, termasuk Indonesia.

Sistem pengujian cepat berbasis PCR ini dikembangkan oleh Novacyt, perusahaan bioteknologi yang selama ini fokus pada produksi peralatan dan reagen untuk diagnosis molekuler.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan Queen Mary University of London pada Rabu (22/7/2020), uji klinis ini melibatkan 2.000 anggota staf dan penghuni di 50 rumah perawatan East London Health and Care Partnership untuk melihat seberapa efektif pengujian Covid-19 harian yang cepat dalam mengurangi tingkat infeksi, rawat inap, dan kematian.

Tim uji coba terdiri dari para peneliti, mahasiswa kedokteran, dan ahli laboratorium dari Queen Mary dan Novacyt dengan menggunakan usap hidung, alih-alih usap nasofaring yang lebih umum.

Selama ini, pengendalian wabah terhambat oleh keterbatasan dalam pengujian. Diperlukan waktu berhari-hari untuk menyeka seseorang yang diduga menderita Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru, lalu mengirim sampel ke laboratorium dan menerima hasilnya.

Dalam uji klinis ini, penduduk, staf, dan pengunjung di 25 rumah perawatan akan menerima pengujian harian pada mesin pengujian cepat yang masing-masing memiliki kapasitas untuk memproses hingga 100 sampel sehari. Sementara sebagai perbandingan, 25 rumah perawatan lain akan menerima pengujian dari laboratorium standar seminggu sekali.

Profesor Jo Martin dari Queen Mary University of London yang memimpin penelitian ini mengatakan, ”Upaya ini berpotensi membawa sistem pengujian Covid-19 baru yang cepat kepada mereka yang berisiko tinggi. Jika terbukti berhasil dalam perawatan di rumah, itu bisa sangat berguna dalam berbagai pengaturan, membantu membuat diagnosis cepat dan menjaga lingkungan bebas dari Covid-19.”

Dengan pengujian harian yang cepat, hasilnya bisa dilaporkan kembali ke panti jompo pada hari yang sama sehingga mereka dapat mengambil tindakan untuk mengurangi penularan dan mencegah penyebaran ke komunitas yang lebih luas.

”Dengan melakukan penelitian ini di komunitas London Timur yang beragam, kami berharap dapat melindungi salah satu kelompok paling rentan di Inggris dan staf garis depan yang merawat mereka,” kata Martin.

Henry Black dari National Health Service (NHS) North East London Commissioning Alliance mengatakan, pengujian cepat sangat penting jika kita ingin mengurangi penularan penyakit di pusat perawatan sosial. Apalagi peralatan pengujian yang dipakai juga portabel sehingga mudah dipindahkan.

Mesin PCR Novacyt Q16 dalam uji coba menggunakan PrimerDesign genesig ™ dan exsig ™ Covid-19 tes PCR serta jauh lebih kecil dibandingkan dengan mesin PCR tradisional, yang berarti bahwa mereka memiliki potensi untuk dibawa ke situs mana pun dan digunakan dalam manajemen wabah.

Tes di Indonesia
Selama ini tes Covid-19 di Indonesia masih jadi kendala besar. Selain jumlah tidak memadai, sebarannya juga belum merata. Laporan Kementerian Kesehatan pada Kamis (23/7/2020) menunjukkan, jumlah orang yang diperiksa dalam sehari 13.331 dan menemukan 1.906 kasus positif.

Secara total yang diperiksa 762.957 orang dan menemukan 93.657 kasus positif sehingga positivity rate atau tingkat kepositifan secara nasional 12,3 persen. Angka ini jauh lebih tinggi daripada ambang minimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.

Saat ini Indonesia berada di peringkat ke-24 negara dengan jumlah kasus terbanyak. Namun, jumlah tes per 1 juta populasi di Indonesia merupakan yang terkecil dari 24 negara ini. Untuk sebaran tes, sejauh ini baru Jakarta yang secara konsisten bisa memenuhi jumlah tes minimal 1 per 1.000 orang per minggu.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 23 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB