Frekuensi Gempa “Swarm” di Halmahera Terus Turun

- Editor

Kamis, 26 November 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Masyarakat Halmahera Barat, Maluku Utara, diminta tenang karena gempa bumi tektonik sepekan terakhir terus menurun frekuensinya. Gempa tipe swarm itu diprediksi segera berakhir seiring dengan mengecilnya energi kegempaannya.

Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tiga hari terakhir, jumlah gempa dan magnitudonya kian turun. Kekuatan gempa saat ini rata-rata di bawah 4 skala Richter. Jika Minggu (22/11) jumlah gempa 73 kali sehari, pada Senin (23/11) jumlah gempa tinggal 47 kali dan Selasa (24/11) tinggal 26 kali per hari. Frekuensi tertinggi gempa terjadi Jumat (20/11) dengan total 146 kali per hari.

Meski frekuensi gempa telah menurun, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, gempa ini masih memicu kepanikan. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat mengeluarkan Surat Keputusan Tanggap Darurat Gempa selama 14 hari sejak 21 November 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Total pengungsi saat ini 9.610 jiwa, terutama malam hari. Adapun total rumah rusak berat 237 unit, rusak sedang 193 unit, dan rusak ringan 504 unit. “Satu orang luka ringan dan sudah dirawat,” kata Sutopo.

Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Daryono meminta masyarakat di Halmahera Barat agar tenang. Tim BMKG Stasiun Ternate dan Kantor Wilayah Ujung Pandang telah memasang alat pemantau gempa portabel di sana. “Peluang gempa besar memang kecil, tetapi frekuensinya yang sering membuat masyarakat panik,” katanya.

Menurut Daryono, gempa tipe swarm pernah terjadi di Kemiling, Bandar Lampung, Juni 2006. “Saat itu episentrumnya di Gunung Betung,” ujarnya.

Geolog senior dari Museum Geologi Bandung, Indyo Pratomo, mengatakan, fenomena gempa menerus itu sangat langka dan harus jadi perhatian serius, baik untuk mitigasi maupun keilmuan. Gempa menerus dengan kekuatan sama itu biasa terjadi menjelang letusan gunung api. Namun, melihat kedalamannya, gempa-gempa itu memang masih digolongkan sebagai tektonik.

“Kalau gempa vulkanik, biasanya lebih dangkal. Perlu penelitian integratif untuk memastikannya. Bisa juga ini menandai kemunculan gunung api baru atau aktifnya kembali gunung api lama,” lanjutnya. Gempa ini menarik dipelajari lebih lanjut, termasuk pengaruhnya pada aktivitas vulkanik. (AIK)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 November 2015, di halaman 14 dengan judul “Frekuensi Gempa “Swarm” di Halmahera Terus Turun”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB