Era Keemasan Nusantara dan Sejarah Gula di Semarang

- Editor

Senin, 22 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kejayaan perekonomian Nusantara datang silih berganti—dari budidaya dan perdagangan rempah pada abad pertengahan hingga abad ke-18, kemudian digantikan komoditas gula serta beragam tanaman perkebunan, seperti kopi, teh, kapuk, dan kina—pada pertengahan 1800-an hingga paruh pertama 1900-an. Jejak kejayaan periode industri dan ekspor gula tersebut terekam dalam Tapak Gula-Sugar Trail di Kota Tua, Semarang, Jawa Tengah.

EDDY HASBY–Jejak-jejak kejayaan industri gula di Semarang, Jawa Tengah, ditandai dengan gedung-gedung tua peninggalan Oei Tiong Ham.

Kawasan yang disebut Sugar Trail itu berada di sisi timur Jembatan Mberok—diadopsi dari kata ”brug” atau jembatan dalam bahasa Belanda, membentang ke arah timur Gereja Blenduk. Pegiat sejarah Kota Tua Semarang, Arry Awan, yang menyusun jalur wisata Jejak Gula sejak 2015 mengatakan, gedung-gedung yang masuk dalam jalur gula tersebut merupakan bangunan-bangunan yang terkait dengan taipan pertama Asia Tenggara, yakni ”Raja Gula” Oei Tiong Ham.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Berbagai gedung, seperti kantor perwakilan perdagangan gula dan kantor pusat Kian Gwan Concern yang menjadi cikal bakal Oei Tiong Ham Concern, serta berbagai gedung lain yang terkait dengan masa kejayaan industri dan perdagangan gula tersebut menjadi bagian dari wisata jalan kaki sejauh 1,4 kilometer atau bersepeda dalam jarak kisaran 2 kilometer lebih ini,” kata Arry Awan yang menempuh pascasarjana di Inggris dalam bidang pengembangan wisata sejarah.

KOMPAS/EDDY HASBY–Gedung Monod Diephuis, Jalan Kepodang, Purwodinatan, kawasan Kota Lama, Semarang, Sabtu (20/10/2018). Gedung Monod Diephuis & Co ini salah satu sisa kejayaan masa Oei Tiong Ham.

Gedung dimaksud di antaranya Monod Diephuis yang menjadi pusat perdagangan gula, beberapa gedung konsulat negara asing, seperti Inggris, Denmark-Belgia, dan Kerajaan Siam (kini Thailand), beberapa bank, serta maskapai dagang Belanda serta perkapalan.

Bangunan-bangunan tersebut tersebar sepanjang Jalan Letjen Suprapto yang terbentang di depan landmark Semarang, yakni Gereja Blenduk, Jalan Empu Tantular di sebelah Jembatan Mberok, Jalan Suari di seberang Gereja Blenduk, dan di ujung timur di Jalan Cenderawasih seberang stasiun kereta api legendaris, Semarang Tawang.

”Kedutaan Besar Singapura pernah mengunjungi jalur gula di sini untuk melihat jejak peninggalan Oei Tiong Ham yang salah satu perusahaannya pernah menjadi tempat kerja kakek dari Perdana Menteri Lee Kwan Yew. Kedutaan Besar Thailand juga pernah berkunjung. Tidak ketinggalan Perdana Menteri Belanda Max Rutte juga melihat berbagai bangunan dan revitalisasi di Kota Tua, Semarang, yang tak terlepas dari sejarah masa keemasan gula di Nusantara zaman Hindia Belanda,” papar Arry Awan.

KOMPAS/EDDY HASBY–Bekas kantor pusat NV Kian Gwan milik ”Raja Gula” Oei Tiong Ham di Jalan Kepodang, Purwodinatan, Kawasan Kota Lama, Semarang, Sabtu (20/10/2018). Gedung itu kini digunakan sebagai Restoran Pring Sewu.

Gedung Kian Gwan kini ditempati Restoran Pring Sewu. Dari gedung tersebut pada paruh akhir abad ke-19 hingga awal tahun 1960-an, Oei Tjie Sien, lalu putranya, Oei Tiong Ham, mengendalikan imperium bisnis gula dan komoditas hasil bumi dari Jawa dan Nusantara ke sejumlah belahan dunia, seperti Eropa, Asia, dan Amerika.

Gedung Bank Mandiri di kawasan tersebut semula menjadi Konsulat Denmark dan Belgia. Sementara Kafe dan Restoran Tong Tji menempati bekas gedung Konsulat Inggris.

Total ada 28 gedung yang masuk dalam rangkaian wisata Jejak Gula-Sugar Trail tersebut yang juga mencakup gedung Lloyd Indonesia, Marabunta, De Javasche Bank, Djakarta Lloyd, Koninlijk Paketvaart Maatschapij—perusahaan pelayaran Hindia Belanda yang dikenal dengan nama KPM, Soesman Kantoor, Borsumij Wehrij—salah satu perusahaan besar yang kini masih bertahan di Belanda, perusahaan perdagangan Belanda, yakni Nederlandsch Handels Maatschapij atau NHM, pabrik Rokok Praoe Lajar, Stasiun Tawang, Hotel Raden Patah, Weeskamer atau Rumah Yatim dan Anak-anak Miskin, Gedung Der Spiegel, Taman Sri Gunting, dan lain-lain.

KOMPAS/EDDY HASBY–Kompleks gudang Marabunta di kawasan Pelabuhan Tanjung Mas, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (20/10/2018). Gudang ini dulu milik firma dagang Kian Gwan yang kemudian menjadi Oei Tiong Ham Concern.

Pegiat sejarah kereta api, Tjahjono Rahardjo, menambahkan, rangkaian kegiatan bisnis gula yang menjadikan pelabuhan Semarang sebagai pusat ekspor, ditunjang dengan pembangunan jalur kereta api pertama di Nusantara yang menghubungkan Semarang dengan Tanggung berjarak 25 kilometer. Stasiun pertama di Nusantara tersebut berada di Kemidjen, Tambaksari, Semarang. Adapun Stasiun Semarang Tawang adalah stasiun kedua. Proyek tersebut dimulai 17 Juni 1864 dan dioperasikan 10 Agustus 1867.

”Jalur tersebut dibangun oleh pihak swasta, yakni Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Kemudian, berbagai maskapai swasta juga membangun jalur kereta api ke arah Tegal, Kudus, Pati, Juwana di jurusan timur, serta Purwokerto. Umumnya itu digunakan untuk angkutan komoditas, terutama gula, yang kemudian berkembang untuk angkutan penumpang,” kata Tjahjono.

KOMPAS/EDDY HASBY–Deretan bangunan-bangunan tua bersejarah di Jalan Kepodang, kawasan Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/10/2018). Di sebelah kanan adalah gedung kantor Monod Diephuis yang dulu dimiliki Oei Tiong Ham.

Jalur kereta api tersebut menjadi bagian dari Sugar Trail di Kota Tua, Semarang. Sejarah gula tersebut, menurut pengajar arsitektur Universitas Kristen Petra Surabaya, Handinoto, dalam buku Perkembangan Kota di Jawa Abad XVIII sampai Pertengahan Abad XX, menjadi bagian penting dari perkembangan Kota Semarang pada awal abad ke-20. Kota Semarang berkembang ke daerah baru di kawasan Candi hingga Jatingaleh.

Semua itu timbul karena berkembangnya industri dan perdagangan gula yang mendunia dan mampu bersaing dengan produk serupa dari Hindia Barat, yakni kepulauan Karibia serta Kuba. Jejak tersebut tersisa di Kota Tua Semarang sebagai bukti tata kelola budidaya dan perniagaan komoditas bisa menghasilkan kemakmuran, jaringan bisnis mendunia, dan pembangunan infrastruktur yang menunjang kemajuan bersama.

Oleh IWAN SANTOSA

Sumber: Kompas, 21 April 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 20 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB