Sistem Transportasi Harus Lebih Baik

- Editor

Jumat, 23 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sistem transportasi massal harus diciptakan dan berkaca pada masa lalu yang mengandalkan kereta api. Kereta api tidak hanya menjadi sarana transportasi, tetapi juga wajah peradaban suatu bangsa.

Sonny C Wibisono dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan penelitian tentang perkeretaapian di Semarang dan sekitarnya. Ia memperlihatkan bagaimana jalur kereta api pertama dimulai dari Kemidjen, Semarang, Jawa Tengah, dan kemudian menjalar ke daerah- daerah lain.

”Saya melihat banyak bekas kereta api nyaris hilang dan bahkan hilang. Jalur Tuntang-Kedungjati, misalnya, sudah banyak yang tidak ada bekasnya, jembatan yang ada juga rusak parah. Padahal, kereta api bukan sekadar alat transportasi, melainkan juga wajah peradaban,” kata Sonny seusai sosialisasi hasil penelitiannya di Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Kamis (22/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

111-kereta-apiSonny mengatakan, sistem transportasi pada abad ke-7 sudah tertata dengan baik. Jalur kereta api dibangun untuk menghubungkan sejumlah daerah, sekaligus mengangkut hasil bumi dari perkebunan dan pabrik gula. Demikian juga sistem pengumpan (feeder) sudah terbangun.

Oleh karena itu, menurut Sonny, berkaca pada kemajuan transportasi pada zaman itu, seharusnya kondisi saat ini jauh lebih baik. Ironisnya, jalur kereta api kini malah banyak yang nonaktif. Sonny mencatat, kereta api mulai meredup setelah kemerdekaan Indonesia. Ketika itu perusahaan kereta api milik Belanda diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.

Pengajar pada Arsitektur Unika Soegijapranata, Krispranoto, mengatakan, Semarang pun tumbuh sejak KA mulai dikembangkan. Semarang pun menjadi kota bersejarah, kota bahari, perniagaan, industri, hingga menjadi metropolitan. ”Selayaknya saat ini dan pada masa akan datang Indonesia menjadi lebih baik. Tidak hanya mengingat masa lalu sebagai kenangan, tetapi untuk belajar menjadi lebih baik dan lebih maju,” kata dia. (UTI)

Sumber: Kompas, 23 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB