El Nino Menurunkan Intensitas Hujan

- Editor

Jumat, 5 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penguatan El Nino menyebabkan intensitas hujan di sebagian besar wilayah Indonesia menurun dibandingkan rata-rata klimatologisnya. Namun demikian, hujan ekstrem dalam durasi singkat masih terjadi di beberapa daerah sehingga memicu banjir.

“Saat ini sebagian zona musim di Indonesia, termasuk Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur telah memasuki musim pancaroba. Curah hujan secara rata-rata dasariannya juga telah menurun, namun demikian masih ada beberapa hujan kategori ekstrem,” kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto, di Jakarta, Kamis (4/4/2019).

–Sebaran intensitas hujan di wilayah Indonesia pada tanggal 3-4 April 2019. Sumber: BMKG

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut data BMKG, intensitas hujan di Jawa Barat bagian barat pada sepuluh hari terakhir di bulan Maret, meliputi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat mencapai 10 – 20 persen di bawah normal rata-rata klimatologisnya. Intensitas hujan normal pada Maret sekitar 150-200 milimeter (mm) per 10 hari. Namun, hujan yang terjadi hanya sekitar 150 mm per 10 hari.

Sekalipun curah hujan secara klimatologisnya menurun, namun frekuensi hujan ekstrem ternyata meningkat. Hingga saat ini, beberapa kali terjadi hujan ekstrem dalam durasi pendek sehingga memicu banjir di sebagian wilayah Jakarta dan Bandung. “Perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi hujan ekstrem dengan durasi pendek ini,” kata dia.

Kajian Siswanto menemukan, dalam 10 tahun terakhir, hujan ekstrem dengan durasi kurang dari tiga jam di Jakarta telah meningkat hingga 25 persen. Selain itu, frekuensi hujan di atas 60 mm per jam dalam setahun mencapai 3-4 kejadian, padahal dulu hanya 2-3 kejadian per tahun. “Perubahan pola hujan ini harus diantisipasi tata kota kita karena bisa memicu banjir,” kata dia.

Waspada El Nino
Deputi Klimatologi BMKG Herizal mengatakan, menurunnya curah hujan dibandingkan rata-rata klimatologisnya disebabkan oleh fenomena El Nino, yang mulai menimbulkan dampak terhadap cuaca di Indonesia sejak Maret lalu. Sekalipun El Nino sudah diketahui aktif sejak akhir tahun lalu, namun dampaknya tertutupi oleh musim hujan. Namun, menurunnya angin munson Asia membuat pengaruh El Nino semakin signifikan.

–El Nino diperkirakan menguat hingga skala menengah sehingga menambah kering musim kemarau. Sumber: BMKG

Data BMKG, rendahnya curah hujan dibandingkan rata-rata iklimnya mulai terjadi sejak Februari dan semakin tinggi pada Maret. Sepanjang Maret tersebut, hanya Jawa Timur dan Jayapura yang lebih basah karena adanya anomali cuaca akibat adanya pola siklonik yang berbarengan dengan aliran Madden Julian Oscilation (MJO) fase basah.

Herizal juga memperingatkan, sepanjang April dan Mei ini sebagian besar daerah akan mengalami penurunan hujan. Pengaruh El Nino juga diperkirakan akan semakin terasa setelah bulan Juni.

Sejumlah lembaga meteorologi dunia, seperti National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat dan Japan Meteorological Agency (JMA), termasuk BMKG telah memperkirakan bahwa El Nino akan menguat intensitasnya, dari semula kategori lemah menjadi menengah. Jika sebelumnya anomali suhu permukaan laut di Pasifik bagian tengah lebih hangat 0,5 derajat celcius, pada April-Mei diperkirakan anomalinya mencapai 1 derajat celcius. Pada puncak El Nino pada Juni-Juli-Agustus, anomali suhu permukaan laut Pasifik bagian tengah bisa lebih tinggi 1,24 derajat celcius.

El Nino kategori menengah ini diperkirakan akan bertahan hingga bulan September, dan kemudian kembali menurun menjadi kategori lemah. Dengan menguatnya El Nino berbarengan dengan puncak kemarau, diperkirakan tahun ini kekeringan bisa lebih parah. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada sektor pertanian selain juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan.–AHMAD ARIF

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 5 April 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Taman di Dalam Taman

Jumat, 18 Jul 2025 - 21:45 WIB

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB