Penggunaan plastik dalam kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat dihindari. Karena itu, para pelaku industri didorong menggunakan plastik yang mudah terurai. Namun, tetap harus diikuti dengan kedisiplinan warga dalam membuang sampah pada tempatnya.
Ketua Asosiasi Limbah Padat Indonesia (Inswa) Sri Bebassari, Selasa (26/4) di Jakarta, mengatakan, sampah plastik merupakan masalah serius bagi kota-kota di Indonesia. Plastik yang baru bisa terurai dalam waktu 1.000 tahun menimbulkan penumpukan sampah dan mudah menyumbat saluran air sehingga menyebabkan bencana banjir.
”Yang menjadi musuh kita bukan plastiknya, tetapi (sifatnya) yang sulit terurai,” kata Sri di sela-sela pengenalan oxodegradable polystyrene yang merupakan kemasan pangan ramah lingkungan. Ia mengatakan, teknologi untuk membuat plastik mudah terurai telah ditemukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satunya yang sudah dikomersialkan adalah penggunaan zat tambahan oxium untuk membuat plastik mudah terurai. Hal ini sudah diterapkan pada kantong plastik yang bisa terdegradasi dalam dua tahun yang telah digunakan oleh beberapa peritel dan mulai diaplikasikan dalam kemasan makanan yang dapat terdegradasi dalam 4 tahun.
Sri menuturkan, plastik sebenarnya berasal dari senyawa organik karena terbentuk dari rantai hidrokarbon styrene yang berasal dari minyak bumi. Karena memiliki rantai panjang dengan berat molekul tinggi, plastik sulit terurai oleh mikroorganisme.
Sampah menumpuk
Untuk kota besar seperti Jakarta, Sri mengatakan, setiap hari terdapat 6.000 ton sampah yang 1.000 ton di antaranya adalah sampah plastik berbagai jenis seperti kantong plastik dan polystyrene yang biasa disebut styrofoam (sebenarnya sebuah merek polystyrene). Ia mengatakan, tumpukan sampah ini bisa dikurangi dengan penggunaan plastik yang mudah terurai.
Namun, Sri mengingatkan, penggunaan plastik mudah terurai ini tidak berarti masyarakat bisa seenaknya membuang sembarangan. ”Kedisiplinan masyarakat membuang sampah pada tempatnya harus juga ditingkatkan,” ujar Sri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia (IPF) Henky Wibawa menjelaskan, permasalahan sampah plastik bisa diatasi jika pemerintah tegas menerbitkan dan mengawasi pelaksanaan peraturan. ”Undang-undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Sampah sampai sekarang belum ada peraturan di bawahnya yang mengatur secara detail untuk memaksa agar produsen pemakai kemasan mendaur ulang atau mengelola sampahnya,” kata Henky.
Ia mencontohkan, Jerman sejak tahun 1974 menerapkan peraturan yang memberlakukan cukai pada setiap kemasan plastik. Cukai itu dikelola badan tersendiri untuk operasional pengelolaan sampah itu. Konsep pengenaan cukai pada kantong plastik pernah dibahas oleh Kementerian Lingkungan Hidup, tetapi tidak disertai konsep badan pengelolaan sampah. (ICH)
Sumber: Kompas, 27 April 2011