Depresi Berkait Erat dengan Kondisi Mikroba Usus

- Editor

Kamis, 7 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gagasan bahwa triliunan mikroorganisme usus bisa memengaruhi otak atau sistem saraf pusat manusia pada 10 tahun lalu dianggap liar. Namun studi terbaru menemukan bahwa bakteri tertentu berkaitan erat dengan depresi yang dialami seseorang.

Selama itu, ide tersebut dianggap kontroversial. Mekanisme hubungan antara mikroorganisme usus itu hingga bisa memengaruhi fungsi otak, seperti ingatan dan perilaku, dianggap lemah. Demikian pula bagaimana mikrobiata itu bisa berperan dalam depresi dan penyakit degeneratif yang diderita seseorang.

Meski demikian, sejumlah studi yang dilakukan selama ini hanya menunjukkan bahwa hubungan antara bakteri usus, metabolismenya dengan sejumlah gejala neurologisnya hanya bersifat korelatif semata, tidak menunjukkan sebab akibat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS–Gerakan Mari Tersenyum – Ratusan simpatisan mengajak warga tersenyum sambil melepaskan balon dalam kampanye Gerakan Mari Tersenyum yang digelar Himpunan Psikologi Indonesia di Bundara Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (10/10/2012). Gerakan tersenyum merupakan salah satu cara mencegah depresi yang diadakan untuk memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia.Kompas/Iwan Setiyawan (SET)

Studi yang dilakukan itu umumnya juga hanya menggunakan model hewan yang tidak bisa menggambarkan sifat atau perilaku manusia secara akurat. Sementara riset pada manusia hanya melibatkan responden yang terbatas serta kurang memerhatikan faktor perancu yang bisa memengaruhi hasil, seperti pola diet yang tidak umum atau penggunaan obat antibiotik dan antidepressan yang bisa memengaruhi mikroorganisme.

Namun, studi terbaru yang dipimpin Mireia Valles-Colomer dari Departemen Mikrobiologi dan Immunologi, Institut Riset Kedokteran Rega, Universitas Katolik Leuven, Belgia menemukan bahwa orang yang depresi memiliki jumlah bakteri, Coprococcus dan Dialister, yang lebih rendah dibanding yang tidak mengalami depresi.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 6 Februari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB