Diet Keto Bantu Cegah Kejang pada Penderita Epilepsi

- Editor

Senin, 28 Mei 2018 - 22:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Beberapa tahun terakhir, diet keto atau ketogenik populer dimanfaatkan untuk menurunkan berat badan. Padahal, sejak tahun 1920-an, pola diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat itu telah digunakan untuk mencegah kejang yang sering dialami penderita epilepsi.

Dalam diet ini, tubuh dipaksa menggunakan lemak sebagai sumber bahan bakar tubuh, bukan karbohidrat. Ketika pembakaran lemak itu berlangsung, tubuh menghasilkan senyawa keton yang dapat digunakan sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi.

Saat ini, pengobatan untuk mencegah dan mengontrol kejang pada penderita epilepsi banyak dilakukan dengan menggunakan obat-obatan kimia. Namun, diet keto tetap dilakukan khususnya untuk anak-anak penderita epilepsi yang belum merespon pengobatan menggunakan obat-obatan antikejang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meskipun manfaat diet keto dalam mencegah kejang itu sudah dirasakan selama beberapa dekade, mekanisme pasti dari diet keto hingga mampu mencegah kejang pada penderita epilepsi itu masih menjadi tanda tanya besar bagi ilmuwan.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Contoh menu diet keto

Untuk menjawab persoalan tersebut, mahasiswa pascasarjana Universitas California Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat Christine Olson memimpin sebuah penelitian guna memecahkan misteri itu. Hasil riset itu dipublikasikan di jurnal Cell, Kamis (24/5/2018).

Guna menjawab tantangan itu, peneliti menggunakan model tikus yang menderita epilepsi. Selanjutnya, peneliti melihat apakah bakteri usus pada tikus yang menjalani diet keto tersebut berperan dalam menciptakan efek antikejang.

Hasilnya, tikus yang menjalani diet keto mengalami intensitas kejang yang jauh berkurang dibanding tikus yang tidak menjalani diet keto. Kondisi itu terjadi karena tikus yang diberi diet keto mengalami perubahan substansial dalam bakteri usus mereka hanya setelah empat hari menjalani diet keto.

Hasil penelitian menggunakan model tikus, tikus yang menjalani diet keto mengalami intensitas kejang yang jauh berkurang dibanding tikus yang tidak menjalani diet keto.

Dua jenis bakteri
Perubahan itu ditandai dengan meningkatknya dua jenis bakteri dalam usus tikus, yaitu bakteri Akkermansia muciniphila dan Parabacteroides.

Ketika bakteri usus yang ditingkatkan jumlahnya melalui diet keto itu dipindahkan ke tikus lain yang tidak menjalani diet keto, efek antikejangnya tetap terasa. Bahkan, efek bakteri itu dalam melindungi tikus dari serangan kejang masih tetap ada meski tikus tersebut diberi pola diet non-keto.

”Studi ini menemukan mengobati tikus kronis dengan bakteri tertentu yang diperkaya melalui proses diet keto bisa melindungi mereka dari kejang,” kata peneliti lain Elaine Hsiao, asisten profesor biologi dan fisiologi integratif di UCLA kepada Livescience, Kamis (24/5/2018).

Namun, saat peneliti memeriksa efek diet keto pada tikus yang tidak memiliki bakteri usus, baik karena dibesarkan di lingkungan yang steril atau menggunakan antibiotika, ternyata diet keto tak lagi melindungi mereka dari kejang.

”Itu menunjukkan mikrobiota usus diperlukan untuk secara efektif mengurangi kejang,” tambah Olson yang bekerja di laboratorium yang dipimpin Hsiao.

Selain itu, jika hanya salah satu spesies bakteri yang dipindahkan ke tikus lain, maka kehadiran bakteri tunggal itu tidak memunculkan efek mencegah kejang. Itu menunjukkan bahwa kedua bakteri itu melakukan fungsi yang unik hanya ketika bersama-sama.

Studi juga menunjukkan kedua bakteri itu juga mengubah kondisi biokimia dalam usus dan darah dengan cara memengaruhi neurotransmitter di otak.

Meski mekanisme pencegahan kejang pada penderita epilepsi melalui diet keto sudah terjelaskan, studi lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah perawatan berbasis mikroba, yang dikenal umum dengan sebuat probiotik itu, bisa efektif mencegah dan mengobati kejang pada manusia yang menderita epilepsi.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: kompas, 28 Mei 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB