Riset terbaru menunjukkan, penyakit yang disebabkan virus korona baru itu meningkatkan risiko serangan stroke. Risiko ini perlu diantisipasi di Indonesia yang banyak korban Covid-19 dari kalangan muda.
Meski Covid-19 lebih banyak berdampak parah dan kematian pada orang lanjut usia, belakangan makin banyak anak muda menjadi korban. Riset terbaru menunjukkan, penyakit yang disebabkan virus korona baru itu meningkatkan risiko serangan stroke. Risiko ini perlu diantisipasi di Indonesia yang banyak korban Covid-19 dari kalangan muda.
Kajian oleh Ahmad Sweid dan Pascal Jabbour dari Department of Neurological Surgery Thomas Jefferson University Hospital, Philadelphia, Amerika Serikat (AS), ini dipublikasikan di jurnal Neurosurgery pada 4 Juni 2020. Penelitian dilakukan berkolaborasi dengan ahli bedah dari New York University Langone Medical Center di New York, AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kajian ini peneliti memeriksa 14 pasien yang datang ke rumah sakit karena terkena stroke. Delapan pasien adalah laki-laki, enam perempuan. Sebanyak 50 persen pasien tidak tahu mereka telah terinfeksi virus SARS-CoV-2 yang memicuCovid-19, sedangkan sisanya sudah dirawat untuk gejala penyakit lain ketika mereka terserang stroke.
“Kami menemukan pasien berusia 30-an, 40-an dan 50-an yang terserang stroke besar, jenis yang biasanya kita lihat pada pasien berusia 70-an dan 80-an,” kata Pascal Jabbour, Kepala Divisi Bedah Neurovaskular dan Bedah Endovaskular di Vickie & Jack Farber Institute for Neuroscience, Jefferson Health, dalam siaran pers yang dikeluarkan kampusnya.
Dalam kasus yang diobservasi ini, tingkat kematian pada pasien stroke yang koinfeksi dengan Covid-19 mencapai 42,8 persen. Padahal, angka kematian khas akibat stroke sekitar 5 hingga 10 persen.
Tingginya angka kematian ini diduga juga disebabkan pasien dengan tanda-tanda stroke menunda datang ke rumah sakit karena takut terkena Covid-19. Padahal, ada jendela kecil waktu di mana stroke dapat diobati, sehingga penundaan dapat mengancam jiwa.
Sebanyak 42 persen dari pasien stroke yang juga positif Covid-19 yang diteliti berusia di bawah 50 tahun. Padahal, lebih dari 75 persen dari semua stroke di AS, terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun.
Pasien yang diamati ini mengalami stroke di pembuluh darah besar, di kedua belahan otak, dan di arteri dan vena otak. Semua pengamatan ini dinilai tidak biasa pada pasien stroke.
“Meskipun kami harus menekankan bahwa pengamatan kami masih pendahuluan, apa yang kami amati mengkhawatirkan. Orang-orang muda, yang mungkin tidak tahu mereka memiliki coronavirus, sedang mengembangkan gumpalan yang menyebabkan stroke besar,” kata Jabbour.
Dalam analisisnya, Jabbour dan tim menjelaskan mengapa Covid-19, yang sebelumnya dianggap sebagai penyakit yang menyerang paru-paru juga menyebabkan pembekuan darah dan memicu insiden stroke lebih tinggi. Hal ini terjadi karena virus korona baru ini memasuki sel manusia melalui titik akses yang sangat spesifik, yaitu reseptor protein pada sel manusia yang disebut ACE2.
Tidak semua sel memiliki jumlah ACE2 yang sama. Protein ini ternyata sangat berlimpah pada sel-sel yang melapisi pembuluh darah, jantung, ginjal, dan paru-paru. Jabbour dan rekannya menduga, virus itu telah mengganggu fungsi normal reseptor ini, yang mengontrol aliran darah di otak, selain menggunakannya sebagai titik masuk ke sel.
Kemungkinan lain, peradangan pembuluh darah menyebabkan vasculitis dengan cedera pada sel-sel yang melapisi lumen pembuluh, yang disebut endotelium dan menyebabkan trombosis mikro pada pembuluh kecil.
“Pengamatan kami, meskipun pendahuluan, dapat berfungsi sebagai peringatan bagi tenaga medis di garis depan, dan untuk semua orang di rumah,” kata Jabbour. “Kita perlu waspada dan merespons dengan cepat terhadap tanda-tanda stroke, terutama yang terinfeksi Covid-19.”
Kerentanannya di Indonesia
Temuan dalam paper ini mendorong pentingnya kajian lebih lanjut di Indonesia, yang memiliki banyak korban Covid-19 berusia produktif. Sebagaimana dilaporkan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, pada Selasa(28/4/2020) lalu, kasus meninggal dunia akibat Covid-19 di Indonesia terbanyak berada pada usia produktif, yaitu rentang usia 30-59 tahun. Dari total 773 kematian saat itu, sebanyak 351 orang berada di usia tersebut.
Kajian ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Manchester, Inggris, Gindo Tampubolon di jurnal PLoS One 2014, 2019 dan Journal of American Medical Association Cardiology 2019 menemukan, dua per tiga orang Indonesia berusia 40-an tahun berisiko terkena serangan jantung, selain diabetes dan darah tinggi.
Kondisi ini, menurut Gindo, yang menyebabkan banyak orang Indonesia usia produktif rentan meninggal karena Covid-19. “Bila buru-buru normal baru, maka mereka bisa meninggal dalam waktu dekat dan Indonesia kehilangan modal pekerja produktif,” sebut Gindo.
Kajian yang dilakukan Gindo di DKI Jakarta menunjukkan, sebulan sejak masuk rumah sakit, pasien Covid-19 yang memiliki penyakit jantung, diabetes, dan darah tinggi peluang hidupnya hanya 75 persen. Padahal, peluang hidup orang lanjut usia atau berumur di atas 65 tahun ke atas yang terinfeksi Covid-19 sebesar 80 persen. Ini menunjukkan, faktor komorbid lebih dominan menyebabkan kematian jika terkena Covid-19 dibandingkan fakor umur.
Oleh bAHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 7 Juni 2020