Capung di Indonesia Terancam Punah

- Editor

Sabtu, 22 Desember 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

World Dragonflies Association (WDA) atau komunitas pecinta capung internasional yang berpusat di Inggris mencatat, capung di Indonesia terancam punah.

Padahal, masih ditemukan sekitar 700 jenis capung di Indonesia, dan 136 jenis di antaranya bisa ditemukan di Jawa.

Ketua Indonesia Dragonfly Society (IDS) Wahyu Sigit mengemukakan, catatan dari WDA berdasarkan temuan PBB yang menyebutkan kondisi perairan di Indonesia sangat memprihatinkan. Menurutnya, kehidupan capung sangat tergantung pada kondisi air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Di beberapa daerah yang terdapat air, sudah banyak tidak ditemukan capung. Di Malang, capung tidak ditemukan di Talun atau sepanjang Sungai Brantas,” kata Sigit, Sabtu (9/6/2012).

Sebenarnya, capung sudah akrab dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Terbukti capung memiliki nama berbeda di setiap daerah. Orang Sunda menyebutnya papatong, di Jawa dikenal kinjeng, coblang, gantrung, atau kutrik. Orang Banjar mengenal kasasiur, dan di Flores disebut tojo.

Meski banyak istilah untuk menyebut hewan ini, ternyata tidak banyak buku tentang capung untuk lebih mengakrabkan hewan pemakan jentik nyamuk dan hama di sawah.

Berdasar catatan IDS, hinggga kini hanya dua buku karya orang Indonesia yang membahas tentang capung,  yitu ‘Mengenal Capung’ karya Shanti Susanti terbitan Puslitbang Biologi-LIPI tahun 1998, dan kumpulan esai berjudul ‘Capung Teman Kita’ yang diterbitkan Pelestarian Pusaka Indonesia pada 2011 lalu.

“Ahli serangga di Indonesia sudah sangat banyak, tapi tidak ada yang mengambil spesifikasi pada capung. Bahkan anak-anak sekolah saja, banyak yang tidak tahu capung,” tambahnya. (Editor: Yaspen Martinus  |  Sumber: Surya)

Sumber: Tribunnews.com – Minggu, 10 Juni 2012 04:21 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 15 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB